Situs Penghinaan terhadap Islam

Saya melihat website www.indonesia.faithfreedom.org yang isinya menjelek-jelekan agama Islam. Sebenarnya website ini sudah cukup lama. Tetapi tidak ada yang menggubris. Menurut anda apakah yang harus kita lakukan. Bukankah memerangi musuh Allah adalah kewajiban. Tetapi bagaimana caranya

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Dunia maya adalah dunia tanpa batas. Bahkan ada yang mengatakan dunia maya adalah dunia yang bebas dari hukum. Setidaknya aparat penegak hukum seringkali dibuat kerepotan menghadapi kejahatan di dunia maya. Apalagi para ustadz dan ulama.

Dan situs yang berbahaya serta bermuatan yang menjelekkan agama Islam sangat banyak tersebar di dunia maya, baik yang berbahasa Indonesia maupun asing. Kita memang prihatin kalau melihatnya.

Sayangnya, seperti yang anda katakan, sangat sedikit dari umat Islam yang punya waktu dan perhatian dalam masalah ini. Kebanyakan para aktifis dakwah, ustadz, dan para ulamalebih mudah berdakwah di alam yang sesungguhnya, seperti berceramah atau mengisi pengajian secara verbal. Sedangkan di dunia maya, umumnya belum mendapat porsi yang seimbang.

Dan memangitulah masalahnya, kebanyakan para aktifis, ustadz, penceramah dan para ustadz kita lebih fasih berdakwah dengan lidah ketimbang dengan tulisan. Padahal ada sebuah ungkapan bahwa tinta para ulama lebih berharga dari darah para syuhada’. Ungkapan ini menunjukkan betapa tulisan seorang ulama itu akan sangat besar pengaruhnya buat umat, melebihi pengaruh yang bisa diberikan oleh satu orang mujahid yang syahid di medan laga.

Pada masa sekarang ini, dakwah lewat tulisan sudah merambah ke dunia maya. Tidak lagi melulu lewat buku dan kertas, sudah meninggalkan pena bertinta. Kini kita masuk ke era di mana tulisan seorang ulama bisa langsung diupload ke jagad maya dari mana saja saat ini juga. Lalu bisa langsung dibaca oleh jutaanorang dari seluruh dunia.

Bahkan seorangjuru dakwahtidak perlu mencari penerbit untuk bisa mempublikasikan dakwahnya. Dan penerbit tidak perlu bingung ke sana kemari cari modal untuk mencetak. Para distributor juga tidak repot menagih hutang dari para penjual. Cukuplah seorang juru dakwah menulis, lalu beliaumengerti sedikit tentang komputer dan internet.Urusan di mana tulisan itu mau dipublish, masalah mudah.

Bahkan beliaubisa membuat blog gratisan dalam waktu beberapa detik saja. Dan saat itu juga, semua tulisan dan pemikirannya bisa dibaca oleh jutaan orang dari berbagai belahan dunia.

Tapi sayangnya, sekali lagi, kemudahan teknologi ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para ulama kita. Entah karena mereka agak gagap teknologi, atau karena merasa dunia maya masih asing baginya, atau mungkin sebab lain yang lebih realistis.

Misalnya belum bisa mengetik di komputer. Dan belum terbiasa berdakwah lewat tulisan. Setidaknya belum sefasih ketika mereka ceramah di atas mimbar. Rasanyahambatan seperti ini barangkali yang paling sering kita dengar dari para mereka.

Begitu banyak ustadz dan ulama yang piawai berpidato, tapi sedikit sekali yang pandai menulis. Apalagi yang melek internet. Akibatnya sudah bisa ditebak, dunia maya adalah dunia yang asing buat para ustadz dan ulama.

Sebaliknya, dunia maya malah lebih banyak dimanfaatkan oleh kekuatan yang memusuhi Islam. Dan tragedi munculnya situs semacam yang tuliskan itu tetap masih terjadi hingga kini. Dan masih belum ada solusi yang efektif untuk menangkisnya.

Idealnya, para ustadz, aktifis, juru dakwah dan para ulama, ramai-ramai belajar menulis, lalu ikut kursus singkat penggunaan komputer dan internet. Kemudian mulai menulis, menulis dan menulis. Bisa menulis dan melek internet, tetapi tidak menulis, toh sama saja.

Barangkali itu adalah solusi yang gampang-gampang susah. Dibilang gampang karena sebenarnya menulis dan berinternet itu gampang. Lihat saja di warnet, isinya banyak anak kecil. Tapi dibilang susah karena nyatanya memang masih sedikit yang sudah mengerjakannya. Waktu mereka masih lebih banyak tersita untuk hal-hal lain yang dengan husnudzdzan kita anggap lebih penting.

Semota tulisan ini bisa menjadi sedikit motivasi buat kami dan para ustadz dan guru kami yang lebih senior untuk ikut menulis dan berkarya. Kita tidak pernah tahu bahwa tinta para ulama itu terkadang lebih berharga dari tetes darah para syuhada’.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc