Puasa Sunnah dan Permintaan Suami

Assalamu A’laikum Wr. Wb.

Usatadz, Apabila seorang suami menyuruh istrinya membatalkan puasa sunnahnya, puasa tarwiyah misalnya karena suatu hal sedangkan puasa tsb hanya dilakukan satu tahun sekali, mana yang harus didahulukan seorang istri? menjalankan perintah suami atau melanjutkan puasa?

Jazakumulloh khoiron katsir atas jawabannya.

Hamba Alloh

di Sampit

Waalaikumussalam Wr Wb

Para fuqaha bersepakat disunnahkannya berpuasa hari-hari yang delapan sejak hari pertama dzulhijjah sebelum hari arafah berdasarkan hadits Ibnu Abbas marfu’,”Tidaklah ada hari-hari yang beramal shaleh didalamnya lebih dicintai Allah dari pada hari-hari ini—yaitu sepuluh hari—para sahabat bertanya,”Wahai Rasulullah, tidak pula jihad di jalan Allah? Beliau saw menjawab,”tidak pula jihad di jalan Allah kecuali seorang yang keluar dengan jiwa dan harta lalu orang itu tidak kembali dengan membawa itu semua sama sekali.”

Para ulama Hambali mengatakan bahwa termasuk pula hari kedelapan yaitu hari tarwiyah. Para ulama Maliki berpendapat bahwa puasa hari tarwiyah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu. Para ulama Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa berpuasa pada hari-hari itu bagi seorang yang berhaji juga disunnahkan. Sementara para ulama Maliki mengecualikan dari hari-hari itu adalah hari tarwiyah bagi seorang yang berhaji. Didalam “al Matithiyah” disebutkan bahwa makruh bagi seorang yang berhaji berpuasa sunnah di Mina dan Arafah. Al Hatthob mengatakan bahwa Mina adalah hari tarwiyah, dia dinamakan juga dengan hari Mina. (al Mausu’ah al FIqhiyah juz II hari 9989)

Dari penjelasan diatas tidak satu pun ulama yang mengatakan bahwa puasa hari-hari pertama dari bulan dzulhijjah termasuk didalamnya puasa tarwiyah adalah kewajiban. Sementara itu diwajibkan bagi seorang isteri untuk menaati suaminya didalam perkara-perkara yang tidak ada maksiat didalamnya.

Firman Allah swt :

فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً

Artinya : “Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS. An Nisaa : 34)

Sabda Rasulullah saw,”Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk berhubungan kemudian dia tidak menyambutnya sehingga malam itu suaminya tidur dalam keadaan marah terhadapnya maka para malaikat akan melaknatnya hingga waktu shubuh.” (Muttafaq Alaih)

Sabda Rasulullah saw,”Seandainya aku (dibolehkan) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain maka pasti aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Muslim)

Memang seorang isteri memiliki hak untuk melakukan puasa tarwiyah atau arafah yang setahun. Namun seorang suami pun memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan dari isterinya ketika dirinya ingin berhubungan (jima’) dengannya pada saat dia berpuasa. Para ulama bersepakat bahwa hak suami lebih didahulukan daripada hak isteri, berdasarkan firman Allah swt :

 
Artinya : “Akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.” (QS. Al Baqoroh : 228)

Sabda Rasulullah saw,”Seandainya aku (dibolehkan) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain maka pasti aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Muslim)

Dan pada umumnya keinginan untuk berjima’ berawal dari suami sehingga sudah sepantasnya seorang isteri yang ingin berpuasa sunnah meminta izin terlebih dahulu dari suaminya sebelum melakukannya karena terkadang pada saat itu suaminya memiliki keinginan untuk berjima’ dengannya.

Hal ini juga dipertegas oleh sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairoh,”Tidak halal bagi seorang isteri berpuasa sementara suaminya ada bersamanya kecuali dengan izinnya.” (HR. Bukhori Muslim) sementara didalam lafazh Ahmad disebutkan,”Tidaklah seorang isteri berpuasa satu hari saja sementara suaminya ada bersamanya kecuali dengan izinnya kecuali puasa Ramadhan.” (Hadits ini dinyatakan hasan oleh Albani didalam “Shahih at Targhib)

Baca : “Izin Puasa Isteri

Wallahu A’lam