Kewajiban Ayah Biologis

Assalamu’alaikum wr. wb.

Pak Ustadz yang dirahmati Allah….

Saya seorang pria berusia 35 tahun, sudah menikah dan mempunyai 3 orang putra dan putri. Pak Ustadz, dulu saya pernah khilaf. Saya berselingkuh dengan teman wanita hingga wanita tersebut mengandung anak saya. Karena saya sudah berkeluarga, saya tidak bisa menikahinya dan dia pun menikah dengan orang lain padahal dia sedang mengandung anak hasil dari perselingkuhannya dengan saya.

Sekarang saya sadar akan kekhilafan saya dan ingin memperbaikinya. Anak tersebut sekarang sudah berumur 10 bulan. Yang menjadi pertanyaan saya, apa kewajiban saya sebagai ayah biologis dari anak tersebut di dunia dan bagaimana di akhirat kelak?

Terima kasih

Wassalamualaikum wr. wb

Perzinahan adalah perbuatan yang sangat buruk dan pelakunya diancam dosa besar oleh Allah swt :

وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً

Artinya : ”Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 32)

Untuk itu Allah swt memerintahkan kepada setiap hamba-Nya untuk menjauhi segala sesuatu yang mendekati zina, mulai dari menjaga pandangannya atau berhati-hati dalam bergaul dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Karena fakta di lapangan ternyata perzinahan tidak hanya terjadi pada orang-orang yang belum menikah tetapi juga banyak terjadi pada mereka yang sudah mempunyai istri bahkan suami.

Terhadap anda yang sudah menyadari kesalahan perbuatan zina yang telah dilakukan ditambah lagi dengan membiarkan teman wanita anda menikah dengan orang lain dalam keadaan mengandung dari hasil pebuatan anda berdua dengan alasan anda sudah mempunyai istri maka segeralah anda kembali kepada Allah, bertaubat kepada-Nya dengan taubat yang sebenar-benarnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At Tahrim : 8)

Adapun terhadap anak hasil dari perzinahan tersebut maka tidaklah ada kewajiban bagi anda untuk memberikan nafkah kepadanya dikarenakan tidak adanya hubungan nasab antara anak itu dengan anda. Anda bukanlah ayah baginya karena hubungan yang anda lakukan dengan ibu anak itu tidaklah dengan cara-cara yang dibenarkan syari’at.

Kewajiban memberikan nafkah, rumah dan pendidikan anak itu ada pada ibunya dan apabila ibunya tidak memiliki kesanggupan maka nafkahnya diambilkan dari baitul mal negara.

Apabila anda ingin memberikan bantuan keuangan atau sumbangan lainnya kepada anak itu maka diperbolehkan namun bukan menjadi suatu kewajiban. Hal tersebut dilihat dari sisi berbuat baik kepada sesama atau pemberian hadiah untuknya.

Wallahu A’lam