Hukum Oral Seks

Assamualaiukm Wr. Wb.

Pak Ustaz, saya telah menikah selama 4 tahun dan belum dikarunia anak. Yang ingin saya tanyakan adalah, bolehkah sepasang suami-istri melakukan oral sek?

Sewaktu pacaran dulu, saya dengan suami  sering melakukan zina, bagaimana saya bertaubat memohon ampun kepada Allah SWT atas dosa saya tersebut dan adakah ini laknat dari Allah atas dosa zina saya sehingga sampai sekarang saya belum dikaruniai anak.

Dan adakah doa khusus yang dapat saya panjatkan agar saya dapat diberi keturunan secepatnya.

Republik

Assalamualaikum…Pak Ustadz yang selalu dirahmati Allah. Sebelumnya saya mohon maaf bila pertanyaan ini sangat "vulgar", tapi memang ini masalah sering membuat aku bimbang.

Begini Pak Ustadz, saya adalah pengantin baru yang gairah seksnya lagi menggebu-gebu. Pas lagi asyik-asyiknya bulan madu, istri saya kedapatan "tamu" bulanan. Bagaimana jika untuk memenuhi kebutuhan seks saya minta istri saya melakukan oral seks, karena untuk bersebadan sangat tidak mungkin. Terus, apa hukum oral seks menurut islam. Sekian Pak Ustad atas jawabannya kami ucapkan terima kasih, wassalam..

RH

Wa’alaikumussalam Wr Wb

Hukum Oral Seks

Ada beberapa pertanyaan yang masuk ke rubrik kita ini tentang permasalahan yang sama yaitu Hukum Oral Seks Menurut Islam dan untuk mewakilinya saya mencoba mengambil dua contoh pertanyaan diatas. Semoga Allah swt memberikan kemudahan kepada saya untuk membahasnya dan senantiasa mencurahkan ilmu-Nya kepada kita semua.

Hubungan seksual antara pasangan suami istri bukanlah hal yang terlarang untuk dibicarakan didalam islam namun bukan pula hal yang dibebaskan sedemikian rupa bak layaknya seekor hewan yang berhubungan dengan sesamanya.

Islam adalah agama fitrah yang sangat memperhatikan masalah seksualitas karena ini adalah kebutuhan setiap manusia, sebagaimana firman Allah swt,”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqoroh : 223)

Ayat diatas menunjukkan betapa islam memandang seks sebagai sesuatu yang moderat sebagaimana karakteristik dari islam itu sendiri. Ia tidaklah dilepas begitu saja sehingga manusia bisa berbuat sebebas-bebasnya dan juga tidak diperketat sedemikian rupa sehingga menjadi suatu pekerjaan yang membosankan.

Hubungan seks yang baik dan benar, yang tidak melanggar syariat selain merupakan puncak keharmonisan suami istri serta penguat perasaan cinta dan kasih sayang diantara mereka berdua maka ia juga termasuk suatu ibadah disisi Allah swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”..dan bersetubuh dengan istri juga sedekah. Mereka bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah jika diantara kami menyalurkan hasrat biologisnya (bersetubuh) juga mendapat pahala?’ Beliau menjawab,’Bukankah jika ia menyalurkan pada yang haram itu berdosa?, maka demikian pula apabila ia menyalurkan pada yang halal, maka ia juga akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)

Diantara variasi seksual yang sering dibicarakan para seksolog adalah oral seks, yaitu adanya kontak seksual antara kemaluan dan mulut (lidah) pasangannya. Tentunya ada bermacam-macam oral seks ini, dari mulai menyentuh, mencium hingga menelan kemaluan pasangannya kedalam mulutnya.

Hal yang tidak bisa dihindari ketika seorang ingin melakukan oral seks terhadap pasangannya adalah melihat dan menyentuh kemaluan pasangannya. Dalam hal ini para ulama dari madzhab yang empat bersepakat diperbolehkan bagi suami untuk melihat seluruh tubuh istrinya hingga kemaluannya karena kemaluan adalah pusat kenikmatan. Akan tetapi setiap dari mereka berdua dimakruhkan melihat kemaluan pasangannya terlebih lagi bagian dalamnya tanpa suatu keperluan, sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah yang mengatakan,”Aku tidak pernah melihat kemaluannya saw dan beliau saw tidak pernah memperlihatkannya kepadaku.” (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IV hal 2650)

Seorang suami berhak menikmati istrinya, khususnya bagaimana dia menikmati berjima’ dengannya dan seluruh bagian tubuh istrinya dengan suatu kenikmatan atau menguasai tubuh dan jiwanya yang menjadi haknya untuk dinikmati maka telah terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama kami, karena tujuan dari berjima’ tidaklah sampai kecuali dengan hal yang demikian. (Bada’iush Shona’i juz VI hal 157 – 159, Maktabah Syamilah)

Setiap pasangan suami istri yang diikat dengan pernikahan yang sah didalam berjima’ diperbolehkan untuk saling melihat setiap bagian dari tubuh pasangannya hingga kemaluannya. Adapun hadits yang menyebutkan bahwa siapa yang melihat kemaluan (istrinya) akan menjadi buta adalah hadits munkar tidak ada landasannya. (asy Syarhul Kabir Lisy Syeikh ad Durdir juz II hal 215, Maktabah Syamilah)

Dibolehkan bagi setiap pasangan suami istri untuk saling melihat seluruh tubuh dari pasangannya serta menyentuhnya hingga kemaluannya sebagaimana diriwayatkan dari Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya berkata,” Aku bertanya,’Wahai Rasulullah aurat-aurat kami mana yang tutup dan mana yang kami biarkan? Beliau bersabda,’Jagalah aurat kamu kecuali terhadap istrimu dan budak perempuanmu.” (HR. tirmidzi, dia berkata,”Ini hadits Hasan Shohih.”) Karena kemaluan boleh untuk dinikmati maka ia boleh pula dilihat dan disentuhnya seperti bagian tubuh yang lainnya.

Dan dimakruhkan untuk melihat kemaluannya sebagaimana hadits yang diriwayatkan Aisyah yang berkata,”Aku tidak pernah melihat kemaluan Rasulullah saw.” (HR. Ibnu Majah) dalam lafazh yang lain, Aisyah menyebutkan : Aku tidak melihat kemaluan Rasulullah saw dan beliau saw tidak memperlihatkannya kepadaku.”

Didalam riwayat Ja’far bin Muhammad tentang perempuan yang duduk dihadapan suaminya, di dalam rumahnya dengan menampakkan auratnya yang hanya mengenakan pakaian tipis, Imam Ahmad mengatakan,”Tidak mengapa.” (al Mughni juz XV hal 79, maktabah Syamilah)

Oral seks yang merupakan bagian dari suatu aktivitas seksual ini, menurut Prof DR Ali Al Jumu’ah dan Dr Sabri Abdur Rauf (Ahli Fiqih Univ Al Azhar) boleh dilakukan oleh pasangan suami istri selama hal itu memang dibutuhkan untuk menghadirkan kepuasan mereka berdua dalam berhubungan. Terlebih lagi jika hanya dengan itu ia merasakan kepuasan ketimbang ia terjatuh didalam perzinahan.

Meskipun banyak seksolog yang menempatkan oral seks ini kedalam kategori permainan seks yang aman berbeda dengan anal seks selama betul-betul dijamin kebersihan dan kesehatannya, baik mulut ataupun kemaluannya. Akan tetapi kemungkinan untuk terjangkitnya berbagai penyakit manakala tidak ekstra hati-hati didalam menjaga kebersihannya sangatlah besar.

Hal itu dikarenakan yang keluar dari kemaluan adalah madzi dan mani. Madzi adalah cairan berwarna putih dan halus yang keluar dari kemaluan ketika adanya ketegangan syahwat, hukumnya najis. Sedangkan mani adalah cairan kental memancar yang keluar dari kemaluan ketika syahwatnya memuncak, hukumnya menurut para ulama madzhab Hanafi dan Maliki adalah najis sedangkan menurut para ulama Syafi’i dan Hambali adalah suci.

Mufti Saudi Arabia bagian Selatan, Asy-Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi berpenapat bahwa isapan istri terhadap kemaluan suaminya (oral seks) adalah haram dikarenakan kemaluannya itu bisa memancarkan cairan (madzi). Para ulama telah bersepakat bahwa madzi adalah najis. Jika ia masuk kedalam mulutnya dan tertelan sampai ke perut maka akan dapat menyebabkan penyakit.
Adapun Syeikh Yusuf al Qaradhawi memberikan fatwa bahwa oral seks selama tidak menelan madzi yang keluar dari kemaluan pasangannya maka ia adalah makruh dikarenakan hal yang demikian adalah salah satu bentuk kezhaliman (diluar kewajaran dalam berhubungan).

Berhubungan disaat Haidh

Allah swt berfirman,”Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al BAqoroh : 222)

Ayat diatas telah menyebutkan bahwa haidh adalah kotoran yang keluar dari kemaluan perempuan dan diminta kepada para suami yang mendapati istrinya sedang dalam keadaan haidh untuk tidak menyetubuhinya hingga ia suci dari haidhnya.

Jumhur ulama berpendapat bahwa diharamkan bagi suami menyetubuhi (memasukkan penis kedalam vagina) istrinya yang sedang dalam keadaan haidh dan bersenang-senang dengan bagian tubuh yang ada diantara pusar dan lutut, sebagaimana firman Allah swt,” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haidh.”

Dibolehkan bagi suami yang mendapati istrinya sedang dalam keadaan haidh untuk menikmati bagian tubuh yang ada diatas pusar. Dikarenakan jika ia bersenang-senang dengan bagian yang dibawah pusar maka hal itu sangat mungkin mendorong kepada terjadinya wath’u (masuknya penis kedalam vagina) dan ini diharamkan sebagaiman sabda Rasulullah saw,”Maka barangsiapa yang mengitari daerah larangan maka dikhawatirkan ia akan jatuh kedalamnya.” (HR. Bukhori Muslim)

Adapun tentang kafarat jika terjadi wath’u yang dilakukan suami terhadap istrinya maka terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama :
1. Para ulama madzhab Maliki, Hanafi dan Syafi’i dalam pendapatnya yang baru adalah tidak ada kafarat namun diwajibkan baginya untuk istighfar dan bertaubat.

2. Para ulama Hambali, riwayat yang paling benar dari mereka, berpendapat wajib baginya membayar kafarat dia boleh memilih dengan membayar 1 dinar (seharga 3,25 gr emas, pen) atau ½ dinar. Kafarat ini tidak diwajibkan bagi yang memang tidak mempunyai sesuatu untuk membayarnya.

3. Para ulama madzhab Syafi’i berpendapat barangsiapa menggaulinya diawal keluarnya darah maka ia harus bersedekah dengan 1 dinar sedangkan baangsiapa yang menggaulinya diakhir keluarnya darah maka ia bersedekah dengan ½ dinar.

(al Fiqhul islami wa Adillatuhu juz I hal 627 – 630)

Bertaubat dari Zina

Perzinahan merupakan perbuatan yang sangat buruk dan pelakunya diancam dosa besar oleh Allah swt, firman-Nya,”Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 32) Hal itu dikarenakan terlalu banyaknya efek yang ditimbulkan dari perzinahan, baik efek psikologi, sosial maupun moral.

Untuk itu Islam menetapkan suatu hukuman yang berat bagi seorang pezina dengan cambukan seratus kali dan diasingkan bagi mereka yang belum menikah serta dirajam bagi mereka yang telah menikah, sebagaimana beberapa dalil berikut ini :
1. “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An Nuur : 2)

2. Dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah saw pernah memberikan hukuman kepada orang yang berzina (belum menikah) dengan hukuman dibuang (diasingkan) satu tahun dan pukulan seratus kali.” (HR. Bukhori)

3. Rasulullah saw menanyakan kepada seorang laki-laki yang mengaku berzina,”Apakah engkau seorang muhshon (sudah menikah)? Orang itu menjawab,’Ya’. Kemudian Nabi bersabda lagi,’Bawalah orang ini dan rajamlah.” (HR Bukhori Muslim)

Namun Allah swt adalah Maha Penerima taubat dari setiap hamba-Nya yang mau bertaubat dari segala perbuatan maksiatnya. Untuk itu yang harus dilakukan oleh mereka yang telah jatuh kedalam perbuatan zina ini dan menginginkan kembali ke jalan Allah swt, adalah :

1. Taubat Nashuha

Tidak ada hal terbaik yang harus dilakukan bagi seorang yang melakukan dosa kepada Allah swt kecuali taubat yang sebenar-benarnya. Taubat yang dibarengi dengan penyesalan dan tekad kuat untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.

Firman Allah swt,”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (QS. At Tahrim : 8)

Disebutkan didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa ada seorang wanita hamil dari Juhainah mengaku telah berzina dihadapan Rasulullah saw maka ia dirajam setelah melahirkan bayinya itu. Pada saat itu Umar ra mengatakan,”Apakah engkau menshalati jenazahnya ya Rasulullah saw padahal ia telah berzina?’ beliau saw menjawab,’Dia telah bertaubat dengan suatu taubat yang andaikan taubatnya dibagi-bagikan kepada tujuh puluh penduduk Madinah, tentu akan mencukupi mereka semua. Apakah engkau mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari kerelaannya untuk menyerahkan dirinya kepada Allah.”

Jadi tidak ada kata terlambat dan putus asa bagi seorang yang masih mengimani Allah swt sebagai Tuhannya untuk kembali kejalan-Nya, memperbaiki segala kesalahannya dan menggantinya dengan berbagai perbuatan yang baik.

2. Tidak membuka aibnya kepada orang lain

Dengan tidak memungkin bagi setiap pelaku zina untuk dicambuk atau dirajam pada saat ini dikarenakan tidak diterapkannya hukum islam maka sudah seharusnya semua menutupi aibnya itu dan tidak menceritakannya kepada siapa pun. Dengan ini mudah-mudahan Allah swt juga menutupi aib dan kesalahannya ini.

Bahwasanya Nabi saw bersabda,”Setiap umatku mendapat pemaafan kecuali orang yang menceritakan (aibnya sendiri). Sesungguhnya diantara perbuatan menceritakan aib sendiri adalah seorang yang melakukan suatu perbuatan (dosa) di malam hari dan sudah ditutupi oleh Allah swt kemudian dipagi harinya dia sendiri membuka apa yang ditutupi Allah itu.” (HR. Bukhori dan Muslim)

3. Beribadah dan beramal dengan sungguh-sungguh

Firman Allah swt,”Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqon : 68 – 70)

Amal sholeh yang dilakukan haruslah sungguh-sunguh dan tidak asal-asalan agar bisa menutupi dosa besar yang telah dilakukannya. Amal sholeh tersebut juga sebagai bukti masih adanya iman didalam dirinya. Keimanan yang menggerakkannya untuk beramal sholeh ini yang kemudian menjadikan Allah swt menutupi dosa dan keburukannya. Bahkan tidak hanya itu, Allah swt menutup ayat itu dengan menyebutkan ‘dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’

Tips Mendapatkan Keturunan

Permasalahan seseorang mempunyai keturunan atau tidak maka itu semua adalah hak Allah swt dengan segala hikmah dan keadilan-Nya serta jauh dari berbuat zhalim terhadap hamba-hamba-Nya kecuali manusia lah yang menzhalimi diri mereka sendiri Firman Allah swt,”Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Asy Syuro : 50)

Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu yang terjadi di alam ini, jika Dia berkehendak atas segala sesuatu maka itu akan terjadi dan jika Dia tidak berkehendak atas segala sesuatu maka itu tidak akan terjadi. Dia memberikan kepada siapa yang Dia kehendaki dan menahan pemberian kepada siapa yang Dia kehendaki. Ketika Dia memberikan sesuatu maka tidak ada yang bisa menahannya dan jika Dia menahan sesuatu maka tidak ada yang bisa memberikannya.

Tidak disangsikan lagi adanya anak-anak adalah sebuah rezeki dan karunia Allah swt yang menjadi dambaan setiap pasangan suami istri untuk meneruskan nasab dan keturunannya. Tapi sayang, tidak jarang dari para orang tua yang menyia-nyiakan rezeki yang berharga ini sehingga justru membawa petakan bagi mereka, tidak cuma di dunia namun juga diakherat. Firman Allah swt,”Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" (QS. An Nahl : 72)

Namun demikian bagi mereka yang belum mendapatkan keturunan tidak boleh berputus asa dan berprasangka buruk terhadap Allah swt. Mereka tetap dianjurkan untuk selalu berikhtiyar, baik melalui upaya-upaya medis atau dengan semakin mendekatkan dirinya kepada Allah swt melalui banyak berdoa dan beristighfar serta menyedikitkan kemaksiatan terhadap-Nya, sebagaimana firman-Nya,”Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, Nniscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh : 12)

Ayat ini memberikan petunjuk kepada setiap orang yang ingin mendapatkan banyak rezeki—termasuk anak-anak—dari Allah swt adalah dengan memperbanyak istighfar dan bertaubat dari segala kemaksiatan dan dosa. Dikarenakan dosa dan maksiat yang dilakukan akan bisa menghambat rezeki yang akan diturunkan Allah kepadanya, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya seorang hamba ditahan dari mendapatkan rezeki dikarenakan dosa yang dibuatnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Wallahu A’lam