Hukum Berbohong Bagi Politikus

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Alfian yang dimuliakan Allah swt

Pada dasarnya dusta adalah perbuatan yang diharamkan dan termasuk dosa yang paling buruk dan keji, berdasarkan firman Allah swt :

وَلاَ تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُواْ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ

Artinya : “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan Ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (QS. An Nahl : 116)

Didalam riwayat Bukhori dan Muslim dari Abdullah bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya dusta membawa kepada kedurhakaan sedangkan kedurhakaan menyeret ke neraka. Dan sesungguhnya seseorang berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.”
Terdapat keringan didalam berdusta ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar al Haitsami didalam kitabnya “Az Zawajir” bahwa dusta terkadang dibolehkan dan terkadang diwajibkan.

Patokannya—sebagaimana disebutkan didalam kitab “Ihya’—bahwa setiap tujuan terpuji yang bisa dicapai dengan kejujuran dan kedustaan sekaligus maka berdusta didalam hal ini adalah haram. Jika bisa dicapai hanya dengan berdusta saja maka berdusta didalamnya mubah (boleh) jika pencapaian hal itu memang mubah. Dan wajib jika pencapaian tujuan itu sendiri wajib dilakukan. Seperti jika seseorang melihat seorang muslim yang tidak bersalah sedang bersembunyi dari seorang zhalim yang ingin membunuh atau menyakitinya maka berdusta didalam hal ini adalah wajib, karena adanya kewajiban melindungi darah seorang yang dilindungi. (az Zawajir An Iqtirof al Kabair juz III hal 238)

Didalam riwayat Bukhori dan Muslim dari Ummu Kaltsum binti Uqbah bin Mu’ith disebutkan bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda,”Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan antara manusia lalu dia mengembangkan kebaikan dan mengatakan kebaikan.” Didalam riwayat lain,”Aku tidak pernah mendengar beliau memberikan keringan terhadap apa yang dikatakan manusia berupa dusta kecuali dalam tiga hal : peperangan, mendamaikan diantara manusia dan perkataan suami kepada istrinya atau perkataan istri pada suaminya.” Maksud dari perkataan antara suami istri itu adalah tentang cinta yang dapat membantu kelanggengan hubungan diantara mereka.

Didalam tiga perkara diatas : peperangan, mendamaikan antara manusia dan perkataan suami istri demi menjaga kelanggengan hubungan mereka pun tetap dianjurkan untuk tidak berdusta akan tetapi hendaklah menggunakan kata-kata kiasan, yaitu kata-kata yang mengandung dua arti, si pembicara menginginkan makna yang benar sementara si pendengar memahaminya dengan arti yang lain.

Dengan demikian bisa difahami bahwa dusta tidaklah diperbolehkan kecuali dikarenakan suatu keadaan darurat atau mendesak. Karena dalam kondisi seperti ini maka yang haram bisa menjadi halal dan tetap diharuskan dalam batas-batas yang tidak berlebihan. Artinya bahwa rukhshah (keringanan) didalam dusta digunakan sesempit mungkin jika tidak ada lagi cara lain untuk mencapai tujuan (kemaslahatan) dan mencegah kemudharatan kecuali hanya dengan berdusta. Namun demikian para ulama menganjurkan kepada setiap orang yang menghadapi kondisi seperti itu hendaklah berusaha untuk menggunakan kata-kata kiasan terlebih dahulu sebelum dirinya berdusta sebagai jalan terakhir.

Kemaslahatan yang dimaksud diatas bukanlah kemaslahatan yang bersifat pribadi, seperti : mendapatkan tambahan harta kekayaannya, menaikkan popularitasnya, jabatannya atau lainnya. Atau pun kemaslahatan golongan atau partainya saja, seperti : menambah keuangan partai, menaikkan popularitas partainya atau lainnya. Akan tetapi ia adalah kemaslahatan seluruh rakyat untuk mendapatkan hak-haknya, seperti : hak hidup, hak mendapatkan pendidikan dan kesehatan, hak mendapatkan rasa aman dan perlindungan dari berbagai bentuk penzhaliman, penganiayaan, penindasan oleh orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu.

Hal itu berlaku bagi setiap orang apa pun profesinya termasuk apabila ia adalah seorang politisi. Dan ungkapan : “Seorang politisi wajib berbohong” ini dapat disalah-artikan jika difahami secara mutlak karena dikhawatirkan ‘senjata’ dusta ini akan digunakan tanpa kendali oleh para politisi terutama oleh mereka yang berhati kotor untuk melegalkan segala perbuatan curangnya atas nama kemaslahatan rakyat tanpa melihat batasan-batasannya, seperti yang telah dijelaskan diatas.

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…