Bernazar Melalui Ziarah Kubur

Assalamualaikum Wr.Wb

Pak Ustadz, saya mau menanyakan akan apa yang telah dilakukan oleh adik saya. Pada hari raya Idul Fitri 2007 yang lalu kami sekeluarga pulang kampung dan sekaligus berziarah ke makam kakek buyut dan seseorang yang mendapat gelar pahlawan pejuang Islam di propinsi tersebut.

Seumur hidup saya dan adik-adik saya baru itu kami berziarah ke tempat tersebut, pada saat ziarah tersebut ternyata salah seorang adik yang berziarah ketempat seseorang yang mendapat gelar pahlawan pejuang islam tersebut, setelah selesai mendoakan ahli kubur tersebut, adik saya mengungkapkan keinginannya untuk bisa lolos seleksi menjadi tentara dikota kami,adik saya mohon dibantu doa kepada ahli kubur tersebut, dan dia berjanji jika dia(adik saya) diterima kelak dia(adik saya) akan melepaskan seekor kambing ditempat tersebut. Dan hal ini baru kami sekeluarga ketahui setelah adik saya diterima dan sedang menjalankan pendidikan tentara, sebenarnya kami tidak yakin adik kami diterima, karena biasanya yang diterima jika ada uang sogokan yang jumlahnya puluhan juta,sedangkan adik saya benar-benar murni melalui tes.

Pak Ustadz, apakah yang dilakukan adik saya termasuk dosa besar, karena dia minta bantuan untuk didoakan agar urusannya dipermudah melalui seseorang yang telah meninggal, karena kata adik saya, orang-orang yang wafat seperti itu (pejuang islam)lebih dekat kepada Allah,jadi ahli kubur tersebut hanya sebagai perantara saja kata adik saya dan bagaimana pula hukum nazarnya jika diterima akan melepas seekor kambing ditempat tersebut.

Mohon jawabannya pak Ustadz. Terimakasih atas jawabannya. Wassalam

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Muli yang dimuliakan Allah swt

Tawassul dengan Orang Shaleh Yang Telah Meninggal

Ada dua macam ziyarah kubur :

1. Ziyarah kubur dengan maksud mendoakan orang yang didalamnya, dan ziyarah yang seperti ini diperbolehkan, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Mintalah untuknya kekuatan—dalam menjawab—karena sekarang dia sedang ditanya.” (HR. Abu Daud) juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Rasulullah saw bersabda,”Kami berdoa semoga Allah memberikan keselamatan kepada kami dan kalian semua.”

2. Ziyarah kubur dengan maksud meminta agar si mayit memenuhi berbagai kebutuhannya, meminta darinya bantuan, syafa’at maka ziyarah yang seperti ini tidak pernah disyariatkan oleh Rasulullah saw, tidak pernah dilakukan oleh para sahabat baik pada saat menguburkan Nabi saw atau lainnya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memasukkan ziyarah ini kedalam sebab-sebab terjadinya kemusyrikan.

Termasuk didalam kategori kedua adalah meminta bantuan atau mengambil perantara (bertawassul) dengan orang-orang shaleh setelah meninggalnya maka hal ini pun tidak dibolehkan, seperti yang diungkapkan Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang membangun pendapatnya diatas pendapat Ibnu Taimiyah dengan mengatakan :

1. Bahwa dalil-dalil yang melarang—yaitu melarang tawassul dengan diri Nabi dan diri orang-orang shaleh—lebih kuat dalam timbangan ilmiyah. Khususnya bahwa pintu Allah swt terbuka bagi setiap makhluk-Nya, tidak ada penghalang dan penjaganya sebagaimana pintu para raja dan penguasa bahkan Allah membukakan pintu-pintu rahmat-Nya bagi orang-orang yang berbuat maksiat dan menisbahkan mereka kepada dzat-Nya, firman-Nya swt,”Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar : 53)

2. Bahwasanya pembolehan tawassul membuka jalan untuk berdoa kepada selain Allah swt dan meminta pertolongan kepadanya. Banyak orang telah mencampur-adukan antara dua perkara ini, maka menutup jalan bagi orang-orang awam lebih diutamakan.

3. Bahwasanya manhaj yang aku ambil dan pakai didalam pengajaran, da’wah dan fatwa yaitu apabila kita bisa menyembah Allah swt dengan perkara yang disepakati atasnya maka tidak ada celah untuk kita masuk kedalam perkara-perkara yang diperselisihkan. Berdasarkan hal ini maka aku tidak mendahulukan beribadah dengan shalat tasbih dikarenakan adanya shalat-shalat lainnya yang disepakati atasnya yang mutawatir dari Rasulullah saw tentang beribadah dengannya..” (www.islamonline.net)

Nazar di Kuburan

Adapun nazar yang diucapkan adik anda didepan kuburan si pejuang islam itu untuk melepaskan kambing di sana manakala permintaannya itu tercapai maka hal ini tidaklah disyariatkan sehingga tidak perlu ditunaikan, sebagaimana dikatakan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwa nazar untuk kuburan atau seseorang yang dikubur didalamnya, seperti orang yang bernazar untuk Nabi Ibrahim, Syeikh fulan, fulan, sebagian ahlul bait atau yang lainnya maka ini termasuk kedalam nazar maksiat yang tidak wajib ditunaikan sebagaimana kesepakatan para imam agama ini bahkan tidak boleh ditunaikan, didalam sebuah hadits bahwa Nabi saw telah bersabda,”Barangsiapa yang bernazar untuk taat kepada Allah maka hendaklah ia mentaati-Nya dan barangsiapa yang bernazar untuk maksiat terhadap Allah maka janganlah dia maksiat terhadap-Nya.”

Selanjutnya Syeikhul Islam mengatakan bahwa siapa yang telah bernazar untuk memberikan minyak. lilin, emas, perak, kelambu atau yang lainnya di kuburan seorang Nabi, sebagian orang shaleh, kerabat atau para syeikh maka ini termasuk nazar maksiat yang tidak boleh ditunaikan. (Majmu’atul ‘ al Fatawa juz XXVII hal 27)

Namun apakah wajib atas nazar maksiat itu kafarat sumpah maka telah terjadi perbedaan dikalngan ulama :

1. Para ulama Hambali dan Hanafi mengatakan bahwa wajib atas orang yang bernazar dengan nazar maksiat kafarat sumpah namun tidak melakukan maksiatnya, berdasarkan hadits Imron bin al Hushain dan hadits Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,”Tidak ada nazar dalam maksiat kepada Allah dan kafaratnya adalah kafarat sumpah.” (HR. Ahmad)

2. Sedangkan para ulama Maliki, Syafi’i dan jumhur ulama mengatakan bahwa tidak ada keharusan sedikitpun terhadap orang itu dan tidak juga kafarat atasnya, berdasarkan hadits Aisyah dari Nabi saw bahwasanya beliau saw bersabda,”Barangsiapa yang bernazar untuk taat kepada Allah maka hendaklah dia mentaati-Nya dan barangsiapa yang bernazar untuk maksiat terhadap-Nya maka janganlah dia maksiat terhadap-Nya.”

Adapun hadits ‘Imron dan Abu Hurairoh maka telah berkata Ibnu Abdil Barr bahwa para ahli hadits telah melemahkan hadits ‘Imron dan Abu Hurairoh. Mereka mengatakan bahwa didalam hadits Abu Hurairoh terdapat Sulaiman bin Arqom dan dia termasuk didalam orang-orang yang hadits-hadits mereka ditinggalkan sedangkan didalam hadits Imron terdapat Zuheir bin Muhammad dari ayahnya dan ayahnya adalah orang yang tidak dikenal, dan tidaklah ada yang meriwayatkan darinya kecuali anaknya dan Zuheir juga termasuk yang diinkari haditsnya. Adapun hadits ‘Aqobah bin ‘Amir,”Kafarat nazar adalah kafarat sumpah.” maka hadits ini adalah untuk nazar lujaj dan amarah. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IV hal 2566 – 2567)

Wallahu A’lam