Tongkat Khutbah Jumat

sigitAssalamualaikum…… wb.

pak ustaz yang di mulyakan Allah swt.. apakah ketika pada zaman raulullah. saw ada kebiasaan memakai tongkat ketika khatib jumat menaiki mimbar.karena kebiasaan pakai tongkat atau sejenisnya masih di pakai sampai sekarang. apa hukum dan apakah pernah di lakukan rasulullah saw?.

terima kasih.

wassalamualaikum wb

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Fauzi yang dimuliakan Allah swt

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari al Hakam bin Hazn mengatakan bahwa kami melaksanakan shalat jum’at bersama Rasulullah saw dan beliau saw bersandar dengan sebuah tongkat atau busur.”

Imam Shan’ani mengatakan bahwa hadits ini merupakan dalil disunnahkan bagi seorang khotib bersandar dengan sebuah pedang atau yang sejenisnya disaat memberikan khutbahnya. Hikmah dalam hal ini adalah sebagai pengikat hati dan untuk menghindari kedua tangannya dari perbuatan yang tidak bermanfaat. Dan jika dia tidak mendapatkan sesuatu sebagai sandaranya maka hendaklah dia menjatuhkan kedua tangannya atau meletakkan tangan kanan diatas tangan kirinya atau meletakkannya di sisi mimbar. Dimakruhkan baginya memukulkan pedang keatas mimbar dan jika hal ini tidak ada keterangannya maka ia adalah perbuatan bid’ah. (Subulus Salam juz II hal 125)

Sementara itu Ibnu Qoyyim mengatakan bahwa apabila Rasulullah saw berdiri menyampaikan khutbahnya maka dia mengambil sebuah tongkat lalu bersandar kepadanya diatas mimbar, demikian disebutkan oleh Abu Daud dari Ibnu Syahab. Dan para khlaifah yang tiga setelahnya juga melakukan perbuatan seperti itu. Terkadang beliau saw bersandar dengan sebuah busur akan tetapi tidak didapat keterangan bahwa beliau saw bersandar dengan sebuah pedang.

Banyak orang-orang yang tidak mengetahui beranggapan bahwa Rasulullah saw menggenggam sebuah pedang diatas mimbar sebagai isyarat bahwa agama ini ditegakkan dengan pedang. Ini adalah sebuah kebodohan yang buruk dilihat dari dua sisi:

1. Terdapat riwayat bahwa Rasulullah saw bersandar dengan sebuah tongkat atau busur.

2. Bahwa agama ditegakkan dengan wahyu. Adapun pedang adalah untuk menghapuskan para pelaku kesesatan dan kemusyrikan.

Dan kota Nabi saw, tempat Rasulullah saw menyampaikan khutbahnya sesungguhnya dibebaskan dengan Al Qur’an dan tidak dibebaskan dengan pedang. (Zaadul Ma’ad juz I hal 189 – 190)

Syeikh Athiyah Saqar menyebutkan bahwa didalam syarh az Zarqoni Alal Mawahibid Diniyah juz VII hal 384 disebutkan bahwa Nabi saw disaat khutbah kadang bersandar dengan sebuah busur atau kadang dengan tongkat. Didalam sunan Abu Daud disebutkan bahwa apabila beliau saw berkhutbah maka dia memegang tongkat untuk bersandar dengannya sementara beliau saw berada diatas mimbar. Didalam sunan Ibnu Majah, sunan Baihaqi dan mustadrak Hakim disebutkan bahwa apabila beliau saw berkhutbah didalam suatu peperangan maka beliau saw berkhutbah sambil bersandar dengan busur dan apabila dia berkhutbah di hari jum’at maka beliau saw berkhutbah sambil bersandar dengan sebuah tongkat. Dalil-dalil diatas menguatkan pendapat Ibnul Qoyyim yang menolak alasan bahwa islam ditegakkan dengan pedang.

Sesungguhnya berpegangannya seorang khotib dengan sebuah pedang, tongkat atau bersandar dengan sesuatu yang lain adalah untuk membantu khotib tersebut agar lebih tampak kegagahannya. Untuk merealisasikan itu diperlukan sesuatu walaupun hanya sebatas berpegangan dengan huruf yang ada di mimbar atau bisa jadi untuk itu seorang khotib tidak perlu bersandar dengan sesuatu apapun.

Dengan demikian permasalahan ini adalah sangat mudah dan ringan daripada harus berselisih pendapat didalam permasalahan ini terlebih lagi apabila tejadi fanatisme buta. Yang terpenting adalah kita harus menghilangkan pemikiran bahwa islam disebarkan dengan pedang walaupun mengangkat senjata adalah sesuatu yang penting didalam da’wah islam sejak hari-hari pertamanya.

Sesungguhnya da’wah hari ini membutuhkan persenjataan yang sesuai dengan zamannya, diantaranya persenjataan ilmu dan pernerapannya disetiap sendi kehidupan yang berdiri diatas landasan akidah yang benar dan akhlak yang mulia. (Fatawa Al Azhar juz IX hal 104)

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…