Membawa Jenazah ke Luar Negeri

sigitAssalamualaikum Wr.Wb.

Ustadz Sigit yang dirahmati Allah….

Saya ingin menanyakan soal penaganan jenazah sebagai berikut:

Ayah saya (69 tahun) masih bekerja di Canada, kami anak2nya di Jakarta semua (Ibu kami telah wafat di Jkt). Kami inginkan yang terbaik untuk Ayah, bila terjadi sesuatu pada Ayah apa yang terbaik menurut pandangan Islam.

1. Dimakamkan di Canada di urus oleh pihak Muslim di Canada (kami tidak punya family muslim, hanya dari asuransi yang menjanjikan).

2. Dibawa ke Indonesia dengan terlebih dahulu dibuang seluruh cairan yang ada pada mayat sesuai peraturan yang berlaku.

Apakah boleh kami memilih pilihan ke 2, karena lebih yakin, pemakamannya akan kami urus sesuai Islam.

Hal ini kami sampaikan sesuai pertanyaan dari Ayah kami sehubungan pengurusan dengan pihak Asuransi.

Sebelumnya kami ucapkan terima kasih banyak kepada Ustad dan pihak lain yang telah membantu.

Wasalam

Anum Latifahnum

Wa’alaikumussalam Wr Wb

Dalam hal pemindahan jenazah dari negeri tempat dia meninggal ke negeri lainnya maka terdapat dua permasalahan :

I. Pemindahan dilakukan sebelum jenazah dimakamkan di negeri dia meninggal ke negeri lainnya, maka dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama :

1. Para ulama madzhab Hambali berpendapat bahwa disunnahkan bagi orang yang meninggal untuk dimakamkan di tempat dia dibunuh musuh atau meninggal, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Hendaknya setiap jasad dimakamkan di tempat nyawanya diambil.” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan). Sedangkan memindahkannya ke negeri lainnya tanpa suatu keperluan maka hal ini hukumnya makruh, sebagaimana riwayat dari Aisyah tatkala Abdurrahman bin Abu Bakar meninggal di Habsy—suatu negeri yang hanya berjarak 12 mil dari Madinah—kemudian dipindahkan ke Mekah.

Dan ketika Aisyah menziarahi kuburnya dia mengatakan,”Demi Allah seandainya aku ada disisimu waktu itu maka aku tidak akan memakamkanmu kecuali di tempat kamu meninggal dan seandainya aku menyaksikanmu maka aku aku tidak akan menziarahimu.” (HR. Tirmidzi).

Hadits ini mengandung kemungkinan bahwa Aisyah tidak melihat adanya tujuan dalam pemindahannya dan hal ini akan menyusahkannya. Apabila pemindahan itu untuk tujuan yang dibenarkan maka ia tidaklah makruh, sebagaimana disebutkan didalam kitab “al Muwattho” dari Malik bahwa dia mendengar bukan cuma dari satu orang yang mengatakan bahwa Sa’ad bin Abi Waqosh dan Said bin Zaid meninggal di Aqiq kemudian dibawa ke Madinah dan dimakamkan di sana.” Sufyan bin Uyainah mengatakan,”Ibnu Umar meninggal di sini dan dia berwasiat agar tidak dimakamkan di sini dan dimakamkan di Saraf.

2. Para ulama madzhab Hanafi dan Maliki berpendapat boleh memindahkan jenazah dari satu negeri ke negeri lainnya apabila dia tidak dimakamkan sebelumnya.

Dari Para ulama madzhab Hanafi didapat keterangan bahwa mereka membolehkan pemindahan tersebut hanya untuk satu atau dua mil saja akan tetapi disunnahkan untuk dimakamkan di tempat dia meninggal atau di kuburan orang-orang tempat dia meninggal atau tempat dia dibunuh, berdasarkan hadits bahwa Rasulullah sw memerintahkan agar memakamkan orang yang terbunuh (syahid) di perang Uhud di tempat dia meninggal padahal tempat pemakaman Madinah tidaklah seberapa jauh darinya. Para sahabat yang membebaskan negeri Damaskus dimakamkan di pintu-pintu masuk negeri itu dan mereka semua tidak dimakamkan didalam satu tempat.

3. Para ulama madzhab Syafi’i berpendapat haram memindahkan jenazah walaupun dia belum dimakamkan ke negeri lain untuk dimakamkan di sana meskipun tidak ada perubahan bau dari jasad si mayat. Hal itu dikarenakan akan menyebabkan keterlambatan dalam pemakaman dan melecehkan kehormatannya. (al Fiqhul islami wa Adillatuhu juz II hal 1538 – 1539)

II. Pemindahan dilakukan setelah jenazah dimakamkan di negeri dia meninggal ke negeri lainnya maka dalam hal ini pun ada perbedaan pendapat dikalangan ulama:

1. Para ulama madzhab Maliki berpendapat boleh memindahkan jenazah dari satu tempat ke tempat lainnya atau dari satu negeri ke negeri lainnya atau dari kota ke desa dengan syarat tidak terjadi peletusan pada jasadnya saat pemindahannya, pelecehan kehormatannya, akan dimakan binatang laut atau binatang buas, mengharapkan keberkahan di tempat dia dipindahkan, untuk dimakamkan diantara kerabatnya atau agar memudahkan keluarganya menziarahinya.
2. Para ulama madzhab Hambali berpendaapat boleh memindahkan mayat untuk tujuan yang dibenarkan seperti dimakamkan di tempat yang lebih baik dari tempat dia dikuburkan sebelumnya, berdampingan dengan orang shaleh untuk mendapatkan keberkahannya kecuali seorang yang syahid apabila telah dimakamkan di tempat dia terbunuh maka tidak boleh dipindahkan ke tempat lainnya bahkan apabila dia telah dipindahkan darinya maka disunnahkan agar dikembalikan ke tempatnya semula karena pemakamannya di tempat terbunuhnya adalah sunnah sebagaimana perintah Nabi saw terhadap para syuhada Perang Uhud agar mengembalikannya ke tempat dimana mereka meninggal saat mereka ingin memindahkannya ke Madinah.

3. Para ulama madzhab Syafi’i berpendapat penggalian orang yang sudah meninggal setelah dimakamkan untuk dipindahkan atau untuk keperluan yang lain adalah haram kecuali terpaksa (darurat), seperti karena dia dimakamkan sebelumnya tanpa dimandikan atau ditayammumkan sebelumnya, di tanah rampasan, didalamnya terdapat harta karun, tidak menghadap kiblat atau untuk dikafankan kembali dengan benar karena tujuan pengkafanan adalah menutup aurat karena penggalian kuburan itu menyebabkan merusak kehormatannya.

4. Para ulama madzhab Hanafi berpendapat tidak boleh memindahkan jenazah setelah dimakamkan secara mutlak. Adapun pemindahan Ya’qub dan Yusuf as dari Mesir ke Syam agar dekat dengan ayah mereka berdua dan ini juga adalah syariat umat sebelum kita yang didalamnya tidak ada persyaratan sebagaimana didalam syariat kita. Dalam hal ini juga tidak diperbolehkan mematahkan tulang-tulangnya atau memindahkannya walaupun mayat itu adalah seorang kafir dzimmi. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz III hal 1558 – 1559)

Kesimpulan dari Beberapa Pendapat Diatas

Para ulama bersepakat disunnahkan bagi orang yang terbunuh dalam suatu peperangan (syahid) agar dikuburkan di tempat dimana dia dibunuh dan tidak dipindahkan ke negeri lainnya, sebagaimana riwayat dari Jabir bin Abdullah berkata,”Kami pernah membawa jenazah orang-orang yang terbunuh (syuhada) pada hari peperangan Uhud untuk kami kuburkan. Maka terdengar seruan Nabi saw yang mengatakan,”Sesungguhnya Rasulullah saw memerintahkan kalian untuk memakamkan orang-orang yang terbunuh (syuhada) di tempat dia meninggal maka kami pun kembali.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, an Nasai dengan sanad-sanad yang shohih. Tirmidzi mengatakan ini adalah hadits Hasan Shohih)

Al ‘Alamah al Azhim Abadi mengatakan,” Kata-kata ‘di tempat dia meninggal” artinya janganlah engkau pindahkan para syuhada dari tempat terbunuhnya akan tetapi makamkanlah oleh kalian di tempat mereka terbunuh itu.” (Aunul Ma’bud juz VIII hal 320 – 321)

Adapun diantara hikmah disunnahkannya mayat orang-orang yang terbunuh dalam peperangan dijalan Allah itu dimakamkan di tempat dimana mereka terbunuh dan tidak dibawa ke tempat-tempat asal mereka adalah agar mereka semua dikumpulkan bersama-sama di tempat itu dalam keadaan meninggalnya sebagaimana mereka semua telah dikumpulkan Allah swt saat hidup dan semoga mereka semua bersama-sama dibangkitkan dari kuburnya dan dikumpulkan dipadang mahsyar nanti juga dengan bersama-sama.

Hikmah lainnya adalah agar tempat itu bisa menjadi pelajaran berharga bagi para para penziarahnya dengan tetap menghindari hal-hal yang dilarang dalam berziarah kubur. Para penziarah bisa mengambil pelajaran dari perjuangan mereka dan nilai-nilainya disisi Allah swt.

Adapun pemindahan jenazah orang yang bukan karena mati syahid dijalan Allah dari negeri tempat dia meninggal ke negeri lainnya terlebih lagi tempat dia meninggal adalah negeri orang-orang non muslim, seperti dari Kanada ke Indonesia, maka diperbolehkan dengan beberapa persyaratan :

1. Jenazah orang tersebut tidak dimakamkan sebelumnya di negeri tempat dia meninggal untuk kemudian dipindahkan ke negeri lainnya kecuali ada kesalahan urus dalam proses pemakamannya, seperti : tidak dimandikan, tidak dikafani dengan betul atau lainnya.

2. Pemindahan tersebut didasari oleh tujuan yang benar, misalnya :

a. Dikhawatirkan pengurusan jenazah di negeri tempat dia meninggal tidak sesuai dengan syariat islam atau akan dimakamkan di tempat pemakaman orang-orang non muslim.

b. Agar dekat dengan sanak kerabatnya sehingga memudahkan mereka untuk menziarahinya.

c. Adanya kekhawatiran seandainya dikuburkan di negeri tempat dia meninggal maka jasadnya yang dikubur didalamnya tidak akan terpelihara secara baik.

d. Agar bisa berdampingan dengan kuburan orang-orang shaleh di negeri tempat asalnya.

e. Mempermudah urusan-urusan yang terkait dengan si mayit maupun yang masih hidup, seperti pengurusan asuransi kematiannya.

3. Kehormatan si mayat tetap harus dijaga saat pemindahannya. Pemindahan jenazah dilakukan senyaman mungkin agar tidak merusak jasad atau anggota tubuhnya. Namun dengan kemudahan dan kenyamanan sarana transportasi saat ini kekhawatiran ini agaknya bisa dihindari.

4. Proses pemindahan jangan terlalu lama memakan waktu sehingga menimbulkan kerusakan atau memunculkan bau yang tidak sedap dari tubuh si mayat sehingga menjadi bahan gunjingan orang-orang yang menyaksikan atau menciumnya.

Dalil yang digunakan sama dengan dalil yang digunakan untuk orang yang syahid, yaitu hadits Jabir bin Abdullah berkata,”Kami pernah membawa jenazah orang-orang yang terbuhu (syuhada) pada hari peperangan Uhud untuk kami kuburkan. Maka terdengar seruan Nabi saw yang mengatakan,”Sesungguhnya Rasulullah saw memerintahkan kalian untuk memakamkan orang-orang yang terbunuh (syuhada) di tempat dia meninggal maka kami pun kembali.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, an Nasai dengan sanad-sanad yang shohih. Tirmidzi mengatakan ini adalah hadits Hasan Shohih)

Al Ainiy mengatakan,”Adapun pemindahan mayat dari satu tempat ke tempat lain maka telah dimakruhkan oleh sekelompok ulama dan dibolehkan oleh yang lainnya. Imam Mawardi mengatakan,”Yang jelas dari madzhab kami adalah diperbolehkan memindahkan mayat dari satu negeri ke negeri lain. Saad bin Abi Waqosh dan Said bin Zaid telah meninggal di aqiq—sebuah lembah di Hijaz—namun mereka berdua dimakamkan di Madinah, sebagaimana disebutkan Imam Malik di kitabnya “al Muwattho”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Said bin Abdul Aziz berkata,”Tatkala Ali bin Abi Tholib terbunuh, mereka membawanya ke daerah lain untuk dimakamkan di sana.” Jadi pada asalnya boleh dan tidak ada larangan dalam hal itu kecuali apabila ada dalil. Adapun hadits yang menyebutkan bahwa mereka telah dikuburkan di Madinah kemudian dikeluarkan dan dipindahkan maka larangan ini hanyalah khusus terhadap para syuhada’. Inilah yang benar. (Aunul Ma’bud juz VIII hal 320 – 321)

Dalam hal hukum pemindahan jenazah dari negeri kafir (non muslim) ke negeri muslim maka para ulama madzhab Syafi’i telah bersepakat bahwa itu boleh dilakukan sebagaimana disebutkan Imam Nawawi,” Kesepakatan para ulama kami (madzhab Syafi’i) adalah dilarang seorang muslimin dikuburkan di pemakaman orang-orang kafir begitu juga dilarang bagi orang kafir dikubur di pamakaman orang-orang muslim.” (Al Majmu’ juz V hal 285)

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo, Lc