Hukum Menikah dengan Kakak Ipar

Assalamu’alaikum, Ustadz

Singkat saja.. ma’af, ustadz yang dimuliakan Allah SWT. Saya ingin menyampaikan pertanyaan tentang hukum menikahi kakak ipar (wanita) yang belum menikah dalam hukum Islam yang dilakukan oleh suami adiknya. Apakah hal tersebut pernah terjadi di masa Rasulullah saw.?

Atas jawaban ustadz, saya ucapkan banyak terimakasih.

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Firman Allah swt., ”Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisaa : 23)

Ayat ini menjelaskan kepada kita tentang wanita-wanita yang haram dinikahi yang kemudian disebut mahram. Mahram ini bisa dikarenakan hubungan nasab atau dikarenakan menantu / ipar.

Para ulama telah bersepakat akan haramnya menggabungkan dua perempuan yang bersaudara dengan satu akad berdasarkan firman Allah swt di atas : “(diharamkan) dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.”

Ibnu Taimiyah mengatakan, ”Yang dimaksud dengan pengharaman terhadap penggabungan adalah tidak menggabungkan antara dua saudara perempuan sebagaimana disebutkan di dalam nash Al Qur’an, tidak antara seorang wanita dengan bibinya (baik dari jalur ayah atau ibu), tidak juga menikahi kakaknya kemudian adiknya atau adiknya baru kakaknya. Hal ini telah ditetapkan didalam hadits shohih bahwa Nabi saw melarang perbuatan demikian.

Rasulullah saw. bersabda,”Sesungguhnya jika engkau melakukan yang demikian engkau telah memutuskan hubungan di antara kerabatmu.” Walaupun seandainya salah satu dari mereka rela dengan pernikahan suaminya atas saudara perempuannya maka ini pun tidak boleh. Pernah Ummu Habibah menawarkan agar Nabi saw menikahi saudara perempuannya. Maka Nabi saw mengatakan kepadanya, ’Apakah engkau menginginkan hal ini? Ummu Habibah menjawab, ’Bukankah orang yang paling dekat denganku lebih berhak mendapatkan kebaikan dan itu adalah saudara perempuanku.’ Nabi bersabda, ’Sesungguhnya hal ini tidak halal bagiku.”.(Majmu’ Fatawa juz 8 hal 247, Maktabah Syamilah)

Menggabungkan dua saudara perempuan ini adalah perbuatan orang-orang jahiliyah sebelum datangnya islam sebagaimana diceritakan oleh ad Dailamiy, ia berkata ,”Aku menemui Rasulullah saw dan aku telah menikahi dua orang saudara perempuan pada waktu jahiliyah.’ Maka beliau bersabda,”Jika kamu nanti pulang (ke rumah) ceraikan salah satunya.” (HR. Ibnu Majah)

Jadi selama salah satu dari mereka berdua masih sebagai isterinya yang sah maka si suami dilarang menikahi kakak / adik iparnya. Kecuali jika telah terjadi perpisahan antara mereka berdua entah karena kematiannya atau karena telah terjadi talak bain sehingga sudah tidak berstatus sebagai istrinya lagi maka dia (si laki-laki) diperbolehkan menikahi kakak / adik mantan istrinya itu.

Ini pernah terjadi pada diri sahabat Rasulullah saw yaitu Utsman bin Affan setelah kematian istrinya Ruqoyyah kemudian Rasulullah menikahkan adiknya Ruqoyyah yaitu Ummu Kaltsum dengannya, yang kedua-duanya adalah putri beliau saw dari Khodijah.

Wallahu A’lam