Honor Novel Komedi

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ustad, saya mencari penghasilan tambahan dengan menulis cerita novel komedi. Cerita komedi tersebut adalah cerita fiktif. Apakah menulis cerita komedi yang dapat membuat orang tertawa dibolehkan dalam agama Islam?

Saya pernah membaca sebuah hadits yang kurang lebih berbunyi "Banyak tertawa itu mematikan hati" dan "Seorang lelaki yang berkata dengan suatu perkataan supaya rakannya tertawa maka dia dijatuhkan ke dalam neraka selama 70 tahun." Imam Ghazali menasihatkan supaya manusia menjaga lidahnya daripada berkata-kata untuk menimbulkan gelak ketawa.

Apakah ini berarti saya tidak boleh menulis cerita novel komedi, karena pada hakekatnya tulisan itu pengganti lisan? Lalu bagaimana dengan cerita-cerita komedi Nasrudin Hoja? Halalkah penghasilan yang saya dapatkan dari menulis novel komedi?

Jawaban ustad sangat saya nantikan. Terima kasih sebelumnya

Waalaikumussalam Wr Wb

Islam selain agama yang senantiasa memerintahkan pemeluknya untuk bersungguh-sungguh didalam menyelesaikan berbagai kewajibannya (mujahadatun nafsi) namun ia juga agama fitrah yang memberikan perhatian kepada hal-hal yang menyegarkan jiwa seseorang.

Kehidupan adalah perjalanan yang panjang, melelahkan dan penuh rintangan. Sungguh berat jika perjalanan yang sedemikian panjang hanya dilalui dengan keseriusan dan ketegangan yang bukan tidak mungkin akan memunculkan kejenuhan didalam hidup hingga menghilangkan semangatnya.

Kehidupan ini adakalanya perlu dihiasi dengan senyum, tertawa, bergurau serta hal-hal yang bisa menyegarkan jiwa. Hal-hal seperti ini dibutuhkan seseorang dalam meregangkan ketegangan, mencairkan suasana serta mengembalikan semangat yang mulai kendur dikarenakan kejenuhan terhadap suatu tugas dan pekerjaan.

Untuk itu, banyak orang membuat berbagai sarana komedi yang bisa menyegarkan jiwa baik melalui tulisan, gambar maupun audio visual. Telah banyak cerita-cerita komedi ditulis ditayangkan baik yang dinisbahkan kepada tokoh-tokoh lucu yang sudah dikenal di masyarakat seperti; abu nawas, kabayan, doyok ataupun tokoh-tokoh baru yang dimunculkan.

Dalam bentuk gambar, dibuatlah karikatur yang merupakan sindiran terhadap seorang tokoh atau kondisi sosial tertentu dengan berbagai pesan yang ingin disampaikan didalamnya baik full gambar tanpa adanya sedikit pun tulisan ataupun dengan sedikit tulisan yang membumbuinya.

Dalam bentuk audio visual, dibentuklah kelompok-kelompok komedi (lawak) untuk menyampaikan berbagai pesan kepada para penontonnya dengan berbagai ungkapan dan tingkah laku mereka yang lucu dan konyol.

Banyak dalil yang berasal dari perkataan maupun perbuatan Rasulullah saw dan para sabahatnya yang membolehkan hal-hal yang bersifat fun atau komedi, diantaranya :

  1. Suatu ketika Ummu Aiman mendatangi Rasulullah saw dan berkata,”Sesungguhnya suamiku mengundang anda.’ Beliau saw menjawab,’Siapa dia? Apakah yang dimatanya ada putihnya! Ummu Aiman berkata,’Demi Allah dimatanya tidak ada putihnya! Beliau saw bersabda,’Ya, sesungguhnya dimatanya ada putihnya.’ Ummu Aiman berkata,’Tidak, demi Allah.’ Maka Beliau saw bersabda,’Tidak ada seorang pun kecuali dimatanya ada putihnya.” (HR. Ibnu Abi ad Dunya)
  2. Ada seorang sahabat yang dikenal lucu bahkan terkadang agak keterlaluan yang bernama Nuaiman bin ‘Amr al Anshori ra, ia ikut serta dalam baiat aqobah terakhir, juga didalam perang Badar, khondak serta beberapa peperangan lainnya. Diantara kisah-kisah tentangnya adalah :
  • Disebutkan bahwa setiap kali Nuaiman memasuki Madinah ia pasti membeli sesuatu hingga pada suatu ketika ia datang ke rumah Rasulullah saw dengan membawa suatu barang dan mengatakan kepada beliau saw,”Ini aku hadiahkan untukmu.’ Setelah Nuaiman meninggalkan rumah Rasulullah saw, datang si penjualnya menemui Nuaiman dan mememinta agar dia membayar barang tersebut. Kemudian Nuaiman membawanya menemui Rasulullah saw dan mengatakan,’Bayarlah harga barang itu.’ Maka Rasulullah saw mengatakan,’Bukankah engkau telah menghadiahkannya kepadaku?’ Dia menjawab,’Demi Allah sesungguhnya aku tidak memiliki sesuatu untuk membayarnya dan aku ingin agar engkau memakannya (bersamaku) ! Nabi saw pun tertawa dan memerintahkan sahabatnya untuk membayarnya.
  • Zubeir menyebutkan bahwa telah bercerita pamanku kepadaku dari kakekku yang berkata : Ada seorang tua yang bernama Makhromah bin Naufal—buta, pen— (115 th), suatu ketika ia bediri di masjid hendak buang air kecil. Orang-orang yang melihatnya berteriak,”masjid, masjid.’ Maka Nuaiman bin Amr memegang tangannya dan memapahnya kemudian Makhromah didudukkan di sisi lain masjid kemudian dikatakan kepadanya, ’Kencinglah di sini.’ Spontan orang-orang berteriak, ’Celaka engkau, siapa yang membawamu ke tempat ini?’ Mereka menjawab, ’Nuaiman.’ Orang tua itu mengatakan,’Celaka aku, jika aku bertemu dengannya pasti aku akan memukulnya dengan tongkatku ini sekuat-kuatnya! Sampailah informasi itu ke Nuaiman. Selang beberapa waktu kemudian Nuaiman mendatanginya lagi dan pada saat itu Utsman sedang berdiri shalat disalah satu sisi masjid. Nuaiman berkata kepada Makhromah,”Apakah kamu masih mencari Nuaiman.’ Dia menjawab,’Ya.’ Kemudian Nuaiman memegang tangannya dan mendirikannya dihadapan Utsman—beliau jika sedang shalat tidak sedikitpun menoleh—lalu Orang tua itu berkata, ’Sekarang ya Nuaiman.’ Ia pun memegang tongkatnya dengan kedua tangannya kemudian memukulkannya ke kepala Utsman yang menjadikannya berdarah. Orang-orang yang disitu berteriak, ’Hai… engkau pukul Amirul Mukminin!”
  • Namun demikian Nuaiman bin Amr sendiri tidak luput dari perlakuan lucu kawannya. Ada seorang sahabat lainnya yang juga lucu dan konyol yang bernama Suwaibit. Suatu ketika Abu Bakar pergi berdagang ke Basrah setahun sebelum wafatnya Rasulullah saw. Abu Bakar membawa Nuaiman dan Suwaibit bin Harmalah, keduanya pernah ikut perang Badar. Nuaiman yang diminta memegang perbekalan.
    Suatu ketika Suwaibit berkata kepadanya,”Berilah aku makanan.’ Nuaiman berkata,’Tidak tunggu sampai datang Abu Bakar.’ Dia berkata,”Demi Allah pasti aku balas kamu.’ Pada saat mereka berdua melewati suatu kaum. Suwaibit—yang berjalan lebih dahulu—mengatakan kepada mereka,’Maukah kalian membeli seorang budak dariku? Mereka menjawab,’Ya.’ Dia berkata,’Budak ini banyak bicara, dia akan mengatakan kepada kalian,’Sesungguhnya aku orang meredeka (bukan budak). Jika dia mengatakan seperti itu kepada kalian maka acuhkan saja. Dan terhadap budakku itu maka janganlah engkau salahkan aku.’
    Mereka mengatakan,’Ya, aku beli budakmu.’ Maka mereka pun membelinya dengan sepuluh onta muda. Ketika Nuaiman melintasi mereka, maka mereka pun meletakkan seutas tali dilehernya dan Nuaiman berkata,’Hei sesungguhnya dia (Suwaibit) memperdaya kalian. Aku ini orang merdeka, bukan seorang budak.’ Mereka mengatakan,’Kami sudah diberitahu tentang dirimu.’ Mereka pun membawa Nuaiman.
    Ketika datang Abu Bakar dan menanyakan perihal Nuaiman maka Suwaibit pun menceritakan apa yang terjadi kepadanya. Kemudian Abu Bakar mendatangi mereka dan mengembalikan sepuluh onta mudanya dan mengambil kembali Nuaiman. Ketika mereka menemui Nabi saw dan menceritakan kejadian itu maka Nabi saw tertawa.

    Adapun dalil-dalil yang melarang hal-hal yang lucu dan humor, diantaranya :

  1. Sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya orang yang berkata dengan suatu perkataan yang tidak ada isinya (bergurau, pen) maka akan dijatuhkan kedalam neraka selama 70 tahun.” (HR. Bukhori Muslim)
  2. Sabda Rasulullah saw,”Celaka orang yang berbicara yang mengandung dusta agar ditertawakan orang. Celaka dia, celaka dia.” (HR. Abu Daud)
  3. Umar bin Khottob pernah mengatakan,”Siapa yang banyak tertawa sedikit wibawanya dan siapa yang bergurau maka ia akan diremehkan.”

Dari berbagai dalil diatas baik yang membolehkan maupun melarangnya maka hal-hal yang lucu, konyol, humor, komedi dan gurauan baik melalui media maupun langsung hendaklah tetap dalam batas-batas yang dibolehkan syariat baik cara penyampaiannya maupun kadar yang dibutuhkannya.

Didalam melihat hukum pertunjukan atau cerita komedi maka dikembalikan kepada tujuan dan cara-cara yang digunakannya. Jika tujuannya menghina atau merendahkan orang lain sementara orang yang dihina ini tidak ridho maka ini tidak diperbolehkan. Namun jika tujuannya adalah untuk kebaikan dan perbaikan maka ia diperbolehkan.

Jika cara-cara yang digunakannya adalah hal-hal yang dilarang oleh syariat, seperti; menggunakan bahasa-bahasa yang kotor, menampilkan aurat pemainnya, mengenakan pakaian yang tidak lazim dimana seorang laki-laki mengenakan busana khusus perempuan, menghinakan orang tertentu atau berkata-kata dusta maka ia tidak diperbolehkan.

Adapun cerita-cerita komedi yang fiktif atau mengandung khayalan tidaklah termasuk kedalam kategori kadzib (dusta) karena dusta adalah menceritakan sesuatu yang berbeda dengan kenyataannya atau menceritakan suatu kejadian yang sebetulnya tidak terjadi.

Jadi selama cerita-cerita komedi yang fiktif itu ditujukan untuk kebaikan, kemaslahatan seperti sebagai sarana pembelajaran yang cocok untuk anak-anak dan disajikan dengan cara-cara yang tidak dilarang syariat maka hukumnya boleh. Dengan demikian penghasilan darinya pun boleh diambil dan dinikmatinya.

Wallahu A’lam