Hukum Mengatakan ‘Kafir’ Kepada Seseorang

sigitAssalamualaikum, ustadz Sigit

Saya mau tanya apakah perbedaan orang yang terkena penyakit was was, orang munafik dan orang fasik?, apakah itu semua gangguan dari syetan?

Ustadz apakah orang yang ga sholat bisa dikatakan kafir seperti sabda Rasulullah bahwa yang meninggalkan shalat berarti ia kafir?

Dan apa benar ustadz kalau kita berkata kafir kepada seseorang itu akan balik kepada kita jika perkataan itu tidak benar? meskipun kita sholat dan berkata kata seperti itu hanya gurauan saja? apakah kita perlu bertaubat jika terlanjur berkata-kata seperti itu?

hal hal apa sajakah ustadz yang membuat riddah? biar bisa menjauhinya? walaupun itu sepele?

Ustadz apakah kalau bertaubat harus sholat taubat atau cukup dilafalkan aja?

trimakasih.

Wassalamualaikum wr.wb

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Tri yang dimuliakan Allah

Waswas, Nifak dan Fasik

Waswas menurut istilah yang digunakan para fuqaha memiliki beberapa makna :

1. Pembicaraan didalam jiwa, berupa keragu-raguan terhadap sesuatu apakah melakukan atau tidak melakukan.

2. Apa yang dibisikan setan didalam hati manusia.

3. Apa yang terjadi didalam jiwa dan muncul dikarenakan terlalu berlebihan didalam kehati-hatian sehingga ia merasa betul-betul akan melakukan sesuatu lalu nafsunya berhasil mengalahkannya kemudian berkeyakinan untuk tidak melakukannya dan keadaan ini terus berulang-ulang dan berkali-kali bahkan terkadang sampai batas bahwa akal seseorang bisa dikalahkan.

4. Sedangkan Muwaswas adalah orang yang terkena gangguan pada akalnya yang menyebabkan bicaranya tidak teratur.

Adapun orang munafik adalah orang ang menampakkan islam kepada orang-orang muslim sementara dia menyembunyikan selain islam kepada orang-orang yang bukan islam.

Ibnu Manzhur mengatakan bahwa nifaq adalah salah satu nama syar’i yang diletakkan oleh syariah, dan istilah ini tidaklah dikenal di masa sebelum islam. Munafik adalah orang yang menyembunyikan kekufuran sementara dirinya memperlihatkan keislamannya.

Sedangkan fasik menurut bahasa berarti keluar dari ketaatan, agama dan keistiqamahan. Fasik pada asalnya adalah keluarnya sesuatu dari sesuatu berupa kerusakan, diantaranya perkataan mereka : Fisq ar Ruthab yaitu apabila kurma itu sudah keluar dari kulitnya.

Sedangkan menurut istilah, Imam asy Syaukani berkata, ”Ia adalah keluar dari ketaatan dan melampaui batas dalam kemaksiatan.”

Terkadang kefasikan bisa menjadi kesyirikan dan terkadang menjadi dosa dan yang paling banyak adalah bahwa orang yang fasik adalah orang yang telah berpegang teguh dengan hukum syariat dan telah meneguhkannya kemudian dia mengurai seluruh hukum-hukum itu atau sebagiannya.

Kemunafikan dan kefasikan terjadi dikarenakan adanya pelanggaran terhadap perintah Allah swt. Pelanggaran tersebut bisa terjadi dikarenakan gangguan dan bujuk rayu setan yang kemudian dituruti oleh si pelakunya.

وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿١٦٨﴾
إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاء وَأَن تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ ﴿١٦٩﴾

Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al Baqarah : 168 – 169)

Kafirkah Orang Yang Meninggalkan Shalat

Seorang yang meninggalkan shalat dikarenakan pengingkarannya terhadap kewajiban shalat maka ia kafir berdasarkan ijma kaum muslimin. Akan tetapi jika dirinya meninggalkan shalat dikarenakan kemalasannya dengan tetap meyakini kewajibannya maka terjadi perselisihan dikalangan para ulama : Malik dan Syafi’i berpendapat bahwa orang itu tidaklah kafir, Abu Hanifah mengatakan bahwa ia termasuk orang yang fasik. Sedang salah satu riwayat dari Ahmad menyebutkan bahwa orang itu kafir.

Perkataan Kafir Kepada Saudaranya Muslim

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa saja yang berkata kepada saudaranya; “Wahai Kafir” maka bisa jadi akan kembali kepada salah satu dari keduanya.”

Ath Thibi mengatakan bahwa perkataan orang yang mengatakan “Wahai kafir” kepada saudaranya itu adalah jika benar maka substansi perkataan yang keluar darinya itu akan mengenainya (orang yang ditujukan perkataan itu kepadanya) dan jika dusta (tidak benar) dan dia (orang yang mengatakan itu) berkeyakinan batilnya agama islam maka perkataan itu akan kembali kepadanya (orang yang mengatakan).”

Tidak sepantasnya kalimat “Hai Kafir” ini menjadi candaan dikarenakan kandungan yang ada didalamnya menyangkut hukum-hukum syar’i. Dan bagi seorang yang telah mengatakan kalimat tersebut kepada saudaranya sementara dirinya tidak mengetahui bahwa orang yang ditujukan kepadanya kalimat itu pernah meyakini, mengatakan atau melakukan suatu perbuatan yang menunjukkan pembatalan syahadatnya maka hendaklah dia bertaubat kepada Allah swt.

Hal-Hal Yang Menyebabkan Kemurtadan

Kemurtadan bisa terjadi pada keyakinan, perkataan, perbuatan atau meninggalkannya meskipun kadang terjadi tumpang tindih diantara keempat jenis tersebut.

Diantara hal-hal yang bisa menyebabkan kemurtadan dalam diri seseorang adalah :
1. Syrik terhadap Allah swt.
2. Mengingkari Allah swt.
3. Menafikan salah satu sifat dari sifat-sifat Allah yang telah ditetapkan oleh-Nya didalam kitab-Nya atau Rasul-Nya didalam sunnahnya.
4. Meneguhkan bahwa Allah memiliki anak.
5. Mengatakan bahwa alam ini qidam atau kekal.
6. Mengingkari al Qur’an baik seluruhnya atau sebagiannya walau hanya satu kata.
7. Meyakini bahwa Rasulullah saw telah berdusta terhadap apa yang dibawanya.
8. Menghalalkan sesuatu yang sudah disepakati keharamannya, seperti : zina, minum khamr atau mengingkari suatu perkara agama yang sudah diketahui kewajibannya.
9. Mencaci Allah swt.
10. Mencaci Rasulullah saw.
11. Mencaci para nabi.
12. Mencaci istri-istri Nabi saw.
13. Membuang mushaf al Qur’an di tempat yang kotor.
14. Sujud kepada berhala, matahari atau bulan.
15. Perbuatan yang jelas-jelas menghina islam.
16. Meninggalkan shalat dikarenakan pengingkaran terhadap kewajibannya, demikian pula terhadap zakat, puasa atau haji.

Syarat-Syarat Taubat

Para ulama berpedapat bahwa ada empat syarat dalam bertaubat yaitu meninggalkan kemaksiatan tersebut saat dirinya bertaubat, menyesali atas apa yang dilakukannya pada masa lalu dan bertekad kuat dan sungguh-sungguh untuk tidak kembali melakukan perbuatan seperti itu selamanya pada masa yang akan datang. Dan jika kemaksiatannya itu terkait dengan hak manusia maka disyaratkan baginya untuk mengembalikannya kepada si pemiliknya. Dan tidaklah disyaratkan baginya untuk melaksanakan shalat taubat.

Sumber : Kitab “al Mausu’ah al Fiqhiyah”

Ustadz Sigit Pranowo

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…