Shalat Tarawih Rasulullah

Assalamualaikum Wr. Wb.

Bagaimanakah shalat tarawih Rasulullah yang sesungguhnya?

terima kasih

Wassalam

Wa’alaikumusalam Wr Wb

Saudara Sutaman yang dimuliakan Allah swt

Tentang shalat tarawih yang dilakukan Rasulullah saw telah diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa dirinya pernah bertanya kepada Aisyah tentang bagaimana shalat Rasulullah saw di bulan Ramadhan? Lalu Aisyah menjawab,”Bahwa beliau tidaklah menambah didalam bulan ramadhan juga tidak di bulan selainnya dari sebelas raka’at. Beliau saw shalat empat rakaat dan janganlah anda bertanya tentang bagus dan panjangnya rakaat itu. Kemudian beliau saw shalat empat rakaat dan janganlah anda bertanya tentang bagus dan panjangnya rakaat itu. Kemudian beliau saw shalat tiga rakaat.” Lalu aku berkata,”Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum melakukan shalat witir?” Beliau saw menjawab,”Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur namun hatiku tidaklah tidur.”

Perkataannya ”beliau saw shalat empat rakaat” tidaklah meniadakan bahwa beliau saw mengucapkan salam setelah dua rakaat, sebagaiamana sabda Rasulullah saw,”Shalat malam dua rakaat dua rakaat” dan perkataannya,”Beliau shalat tiga rakaat” maknanya adalah beliau saw melakukan shalat dua rakaat dan satu rakaat witir, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari Urwah dari Aisyah berkata,”Rasulullah saw melakukan shalat malam sebelas rakaat dengan witir satu rakaat.”

Hadits Aisyah diatas menunjukkan bahwa shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah saw begitu panjang dan bagus dalam pengerjaannya sebagaimana shalat-shalat malamnya pada umumnya di luar bulan ramadhan.

Namun demikian bukan berarti orang yang tidak melaksanakan shalat tarawih sebelas rakaat kemudian dipersalahkan karena tidak mengikuti contoh yang dilakukan oleh Rasulullah saw.

Sudah menjadi ijma’ para sahabat pada masa Umar bin Khottob bahwa manusia melakukan shalat tarawih sebanyak dua puluh rakaat. Meskipun hal ini tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah saw bukan berarti bahwa hal ini tidak dianggap sunnah karena beliau saw telah memerintahkan kita untuk mengikuti apa-apa yang dilakukan oleh para Khulafaur Rasyidin, termasuk Umar bin Khottob, sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmidzi dari al ’Irabdh bin Sariyah bahwa Rasulullah saw bersabda,”Hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasydin al Mahdiyyin setelahku, gigitlah dengan gigi graham.”

Didalam al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 9635 – 9636 disebutkan bahwa jumhur fuqaha dari kalangan madzhab Hanafi, Syafi’i, Hambali dan sebagian Maliki berpendapat bahwa shalat tarawih dilakukan dengan dua puluh rakaat, sebagaimana diriwayatkan oleh Malik dari Yazid bin Ruman dan Baihaqi dari as Saib bin Yazid tentang shalat manusia pada masa Umar adalah dua puluh rakaat.

Al Kasani mengatakan bahwa Umar pernah mengumpulkan para sahabat Rasul saw pada bulan ramadhan dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab untuk melakukan shalat sebanyak dua puluh rakaat dan tak seorang pun mengingkarinya sehingga hal itu menjadi ijma dari mereka dalam hal itu.Ad Dasuqi dan yang lainnya mengatakan bahwa hal itu merupakan perbuatan para sahabat dan tabi’in. Sedangkan Ibnu Abidin mengatakan bahwa hal itu adalah perbuatan manusia di bagian barat maupun timur.

Diriwayatkan oleh Malik dari as Saib bin Yazid berkata,”Umar bin Khottob pernah memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim ad Dariy untuk mengimami manusia dengan sebelas rakaat.” dia mengatakan bahwa imam membacanya dengann dua ratus ayat sehingga kami bersandar dengan tongkat karena lamanya berdiri dan kami tidaklah pulang kecuali mendekati fajar.” diriwayatkan oleh Malik dari Yazid bin Ruman bahwa dia mengatakan,”Manusia melakukan shalat pada masa Umar bin Khottob pada bulan ramadhan sebanyak dua puluh tiga rakaat.” diperkuat lagi oleh Baihaqi dan al Bajiy serta lainnya dari as Saib bin Yazid mengatakan bahwa mereka melakukan shalat dimasa Umar bin Khottob pada bulan ramadhan sebanyak dua puluh rakaat.”

Al Bajiy mengatakan bahwa kemungkinan Umar memerintahkan shalat sebelas rakaat serta memerintahkannya untuk memanjangkan bacaannya, dengan membaca dua ratus ayat setiap rakaatnya karena memanjangkan bacaan menjadi hal yang diutamakan. Dan ketika manusia saat itu mengalami kelemahan untuk itu maka Umar pun memerintakan agar shalat dikerjakan dengan dua puluh rakaat untuk meringankan mereka dari panjangnya berdiri saat shalat dan untuk mendapatkan beberapa keutamanaan dengan penambahan rakaat. Al Adawiy mengatakan bahwa sebelas rakaat adalah perintah awalnya lalu berubah menjadi dua puluh rakaat.”

Wallahu A’lam