Taubat dari zina, cukup dengan taubatan nasuha?

Diasuh Oleh Ust. Taufik Hamim Effendi, Lc., MA

Pertanyaan:

Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh . . . .

Pak Uztad, Saya Ismail.

Mengenai Penjelasan Uztad tentang Taubat Zina, saya ingin Bertanya :

Taubatnya orang zina hanya ada 2:

  1. Hukuman cambuk bagi yang belum menikah
  2. Hukuman ranjam bagi yang sudah menikah.

Apakah, Dalam bertaubat Tanpa kita melakukan 2 ponit di atas Dosa Zina kita telah di ampuni ( dengan catatan Taubatannasuha )

terima kasih atas jawabnnya semoga kita di beri Rahmat oleh Allah SWT. amin.

 

Jawaban:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Saudara penanya dan netters eramuslim yang disayang Allah SWT. Melaksanakan hukuman terhadap perbuatan dosa yang hukuman tersebut telah disyariatkan untuk ditegakkan maka akan dapat menghapus dosa pelakunya.  Diantaranya adalah dosa perbuatan zina, apakah itu hukuman cambuk bagi pelaku zina yang masih gadis atau bujangan atau hukum rajam bagi orang yang sudah menikah atau pernah menikah secara sah sesuai syariah Islam.

Allah SWT berfirman:

“الزانية والزاني فاجلدوا كل واحد منهما مائة جلدة ولا تأخذكم بهما رأفة في دين الله إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الأخر وليشهد عذابهما طآئفة من المؤمنين”.

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka cambuklah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali cambuk, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”. (QS. An-Nur: 2)

Umar bin Khattab RA berkata: “Sungguh aku khawatir akan terjadi pada manusia di suatu masa yang lama hingga ada orang yang berkata kami tidak mendapati rajam di kitabullah sehingga dia menjadi sesat karena meninggalkan sebuah kewajiban yang telah Allah turunkan. Ketahuilah bahwa rajam itu hak bagi orang yang telah berzina, dan dia temasuk muhshan (pelaku zina yang sudah menikah) jika ada bukti atau kehamilan atau pengakuan”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Selanjutnya hukum cambuk atau rajam bisa dilakukan minimal bila ada 3 hal:

Pertama: Adanya pengakuan dari pelaku zina.

Rasulullah SAW bersabda:

واغد يا أنيس على امرأة هذا فإن اعترفت فارجمها، فغدا عليها فاعترفت فرجمها”.

“Dan pergilah wahai Unais ke wanita ini, jika dia mengaku maka rajamlah dia”. Unais pun pergi menuju wanita tersebut dan dia (wanita tersebut) mengaku maka dia (Unais) pun merajamnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Kedua: Ada 4 orang saksi yang melihat terjadinya perzinaan.

Allah SWT berfirman:

“والذين يرمون المحصنات ثم لم يأتوا بأربعة شهدآء فاجلدوهم ثمانين جلدة ولا تقبلوا لهم شهادة أبدا وأولئك هم الفاسقون”.

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka cambuklah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali cambuk, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. An-Nur: 4)

Dan syarat saksi itu adalah Aqil baligh, Muslim dan adil juga mereka melihat langsung perbuatan zina, kemaluan laki-laki masuk ke kemaluan wanita.

Ketiga: Kehamilan, jika siwanita belum belum menikah.

Namun demikian bila syarat ini sudah terpenuhi, maka yang berhak melakukan hukuman ini adalah sang Imam atau pemimpin atau orang diberi wewang oleh pemimpin tersebut seperti pada kisah Unais di atas. Selanjutnya kita tidak bisa serta merta melakukan eksekusi ini tanpa ada perangkat hukum dan qanun yang berlaku di negara kita. Walaupun sebagian syariat Islam sudah diterapkan di negara kita seperti pernikahan, hukum waris dan lain sebagainya. Karenanya untuk bisa menerapkannya kita butuh waktu dan perjuangan yang panjang dan ini tugas kita sebagai Muslim.

Taubatan Nasuha.

Selanjutnya jika orang yang telah terjerumus ke dalam perbuatan tercela ini jika dia bertaubat dengan taubatan nasuha, taubat yang benar yang diiringi dengan perbaikan diri dengan beramal shalih dengan berbagai macamnya, menyesalinya dan tidak kembali melakukannya maka taubatnya ini akan dapat menghapuskan dosa atas idzin Allah. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:

“التائب من الذنب كمن لا ذنب له”.

“Orang yang bertaubat dari perbuatan dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa”. (HR. Ibnu Majah)

Dan dia juga tidak harus mengumumkan atau melaporkan perbuatan bejadnya itu untuk diberi hukuman cambuk (bagi yang belum menikah) atau rajam (bagi yang sudah menikah atau pernah menikah) di negera yang sudah berlaku hukuman tersebut. Cukup baginya bertaubat dengan taubatan nasuha seperti yang kami jelaskan di atas.

Allah SWT berfirman:

“إلا من تاب وءامن وعمل عملا صالحا فأولئك يبدل الله سيئاتهم حسنات وكان الله غفورا رحيما. ومن تاب وعمل صالحا فإنه يتوب إلى الله متابا”.

“Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan amal shalih; maka mereka itulah yang kejahatannya diganti Allah dengan kabaikan, dan Allah maha Pengampun lagi maha Penyayang. Dan barang siapa bertaubat dan beramal shalih maka seseungguhnya dia telah bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya “. (QS. Al-Furqan: 70-71)

Dan juga dia harus menutupi dan jangan mengumbar berbangga diri berbangga diri dengar perbuatan bejad ini. Cukuplah dia tutupi aibnya ini dan Allah akan menutupi aibnya tersebut.

Kami ingin menegaskan kembali, syarat diterima taubat seorang hamba adalah dengan meninggalkan perbuatan dosa yang lalu, menyesali perbuatan tersebut dan berazam untuk tidak kembali melakukannya dan memohon ampun kepada Allah serta beramal shali dengan berbagai macamnya. Dan bukan menjadi syarat orang yang bertaubat itu ditegakkan Al-Hadd (hukum cambuk atau rajam) kepada orang yang melakukan perbuata dosa tersebut. Jika memang masalahnya belum sampai dibawa kepada Imam atau Hakim maka hendaknya dia segera bertaubat dan menutupi aibnya itu.

Rasulullah SAW bersabda:

“اجتنبوا هذه القاذورات التي نهى الله عنها فمن ألَمَّ بشيء منها فليستتر بستر الله وليتب إلى الله فإنه من يُبد لنا صفحته نُقم عليه كتاب الله تعالى عز وجل “.

“Jauhilah kotoran (maksiat zina) yang Allah larang ini. Barang siapa mengalaminya hendaknya dia menutupinya dengan tutupan Allah dan bertaubatlah kepada Allah; karena sesungguhnya orang yang mengumbar perbuatannya kepada kami pasti kami tegakkan Kitabullah Azza wajalla (dengan hukum cambuk atau rajam). (HR. Hakim dan Baihaqi)

Dalam hadits Ubadah bin Shamit disebutkan: “…Maka barang siapa diantara kalian menunaikannya maka pahalanya atas Allah, dan barang siapa yang menimpanya lalu dihukum (di dunia) maka hukuman itu menjadi kafarat baginya. Dan barang siapa menimpanya lalu Allah menutupi (aib) nya maka hal itu kembali kepada Allah, jika Dia berkehendak maka Dia akan mengadzabnya dan jika Dia berkehendak maka Dia akan mengapuninya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam shahih Muslim disebutkan:

عندما جاء “ماعز” إلى النبي صلى الله عليه وسلم وأقر بالزنى وقال : “طهّرني” (يعني بإقامة الحد) ، قال له : ويحك ارجع فاستغفر الله وتب إليه”.

Ketika Ma’iz datang kepada Nabi SAW dan dia mengaku telah berzina dan berkata: : “Bersihkanlah aku” (yaitu dengan ditegakan hukum rajam) Nabi SAW menjawab: “cukup, pulanglah dan mohon ampunlah kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya”. (HR. Muslim)

Hukum cambuk dan rajam bisa saja gugur bagi orang yang telah bertaubat dengan benar, berdasakan hadits Wa’il Al-Kindiy RA dia berkata : “Seorang wanita keluar untuk melakukan shalat, lalu ada seorang laki-laki menjumpainya, maka ia menguasainya dan menunaikan hajatnya darinya (wanita itu) lalu laki-laki tadi pergi. Lewatlah seorang laki laki lain maka wanita itu berkata : “Seorang laki-laki telah berbuat terhadapku demikian dan demikian”. Maka laki-laki tersebut pergi untuk mencari laki-laki tadi. Lalu datanglah sekumpulan orang-orang Anshar dan mereka berkerumun di sekitarnya. Dan wanita tadi berkata: “Seorang laki-laki telah berbuat terhadapku demikian dan demikian”.  Mereka pun pergi mencari laki-laki (sipelaku) itu. Lalu datanglah laki-laki itu membawa pelakunya” Mereka lalu membawanya menghadap Rasulullah SAW. Wanita tersebut berkata: ”Betul dialah orangnya”. Dan ketika Nabi SAW memerintahkan untuk dihukum rajam laki laki itu berkata: ”Wahai Rasulullah, sayalah pelakunya”. Lalu Nabi SAW bersabda kepada wanita itu: ”Pulanglah, sesungguhnya Allah telah mengampuni dosamu”. Dan kepada laki-laki yang bersalah Nabi SAW mengatakan dengan perkatan yang baik. Ada yang bertanya kepada beliau: “Wahai Nabi Allah, tidakkah engkau merajamnya?”. Beliau menjawab: “Sesungguhnya dia telah bertaubat yang seandainya (taubat tersebut) dilakukan oleh penduduk Madinah pastilah taubat mereka akan diterima”. (HR. HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi).

Dari hadits ini bisa difahami bahwa hukum hadduzzina (hukuman bagi orang yang berzina) bisa gugur bagi mereka yang telah bertaubat dengan benar. Dan Ibnul Qayyim berpendapat demikian.

Imam Nawawi rahimahullah juga menegaskan:

 “وفي هذا الحديث دليل على سقوط إثم المعاصي الكبائر بالتّوبة، وهو بإجماع المسلمين”.

“Dan di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa dosa besar dapat gugur dengan taubat, dan ini adalah ijma’ ulama Muslim”.

Ulama lain seperti Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:

“Dan disimpulkan dari kasusnya (kasus Ma’iz ketika dia mengaku telah berzina) bahwa dianjurkan bagi orang yang jatuh dalam kasus seperti ini agar bertaubat kepada Allah ta’ala dan menutupi dirinya dan jangan menyebutkan aibnya itu kepada orang lain….dan dengan ini Imam Syafi’I memastikan dan berkata: “Saya lebih suka (cenderung) kepada orang yang melakukan dosa (zina) dan Allah menutupinya agar dia juga menutupi dirinya dan bertaubat”.

Namun apakah dia benar-benar telah bertaubat sehingga salagi dia hidup bisa terbebas dari hukum rajam atau cambuk, atau taubatnya belum benar dan hanya berpura-pura, maka adzab di akhirat kelak akan sangat besar. karenanya segeralah bertaubat sebelum kematian yang tidak pernah diketahuinya datangnya akan segara tiba.

Demikian, semoga penjelas singkat ini dapat memberikan pencerahan dan semoga Allah SWT membimbing kita agar terhindar dari perbuatan hina dan sangat tercela ini. Amin. Allahu a’lam bishshawab

 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Taufik Hamim Effendi, Lc. MA (http://taufik-hamim.com/new)

Bila ingin bertanya silahkan kirimkan email ke [email protected]

_________________________________________

Lembaga Pelayanan Dakwah (LPD) Eramuslim

VISI

Menjadi Lembaga Perekat Umat

Misi

1. Membentuk masyarakat yang berakhlaqul kalimah

2. Menyebarkan nilai-nilai islam rahmatan lil alamin

3. Melayani kebutuhan dakwah di tengah masyarakat.

Motto
Suara Da’i Perekat Umat

Struktur LPD Eramuslim

Ketua:                         H. Taufik Hamim Effendi, Lc., MA

Sekretaris:                 H. Maftuh Asmuni, Lc

Wakil sekretaris:      Andan Nadriasta, ST

Bendahara:               Fachrurrozi, S. Ag

Anggota Korps Da’i LPD Eramuslim: 

  1. Dr. H. Saiful Bahri, MA
  2. Dr. H. Abdul Qahar Zainal, Lc., MA
  3. H. Taufik Hamim Effendi, Lc., MA
  4. H. Umar Sholehudin, Lc., MA
  5. H. Muhamad Soleh, LL. M
  6. H. Arafi Mughni, MA
  7. H. Rahmad Adi, MA
  8. H. Biqodarin, Lc., MA
  9. Syamsul Bahri, M. Si
  10. Ahmad Adnan, Lc., MA
  11. H. Maftuh Asmuni, Lc.
  12. H. Kusworo Nursidik, Lc
  13. Fachrurozi, S.Ag.
  14. M. Sofiyyul kamal, S.pdi
  15. Muhammad Latif, S. Thi
  16. H. Armi Yunadi, Lc
  17. Agus Salim, Lc
  18. Haris Salamah, Lc
  19. Wahibul Minan, Lc
  20. H. Sagono Budi Aji, Lc
  21. Dan lain-lain

Pelayanan 

  1. Khutbah Jumat
  2. Khutbah Idul fitri dan Idul adha
  3. Khutbah Nikah
  4. Kajian Ulum Syar’iyah
  5. Seminar Keislaman
  6. Kegiatan Ramadhan
  7. Penerjemahan bahasa arab
  8. Bimbingan dan pelayanan haji dan umrah
  9. Workshop janaiz, mawarits
  10. Buletin dll

Untuk mengundang Da’i LPD Eramuslim ke Masjid, Kantor, kampus dll  di Jakarta dan daerah serta LN silahkan mengajukan permohonan tertulis kemudian kirim ke email:  [email protected]