Berkaca Pada Politik Islam di Turki (3)

Secara perlahan namun pasti, “lembaga-lembaga pengkajian” yang dipimpin para orientalis Barat ini meracuni pemikiran umat Islam Turki. Para orientalis menjelek-jelekkan sistem Islam dan membangga-banggakan sistem nasionalisme. Jumlah orang-orang kafir pun meningkat. Lewat penguasaan jaringan media dunia, Yahudi Internasional menghembuskan stigma jahat kepada Turki Utsmani jika Turki merupakan “The Sickman From Asia”, Orang Sakit Dari Asia. Sejumlah kebijakan ekonomi Turki disabotase. Dan perekonomian Turki pun terpuruk.

Dari luar, strategi Yahudi adalah dengan memisahkan Turki Utsmani dengan Arab. Dari sinilah lahir gerakan nasionalisme Arab. Jenderal Allenby mengirim seorang perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence ke Hijaz untuk menemui para pemimpin di sana. TE. Lawrence ini diterima dengan sangat baik dan seluruh hasutannya di makan mentah-mentah oleh tokoh-tokoh Hijaz. Maka orang-orang dari Hijaz ini kemudian membangkitkan nasionalisme Arab dan mengajak tokoh-tokoh pesisir Barat Saudi untuk berontak terhadap kekuasaan kekhalifahan Turki Utsmaniyah, dan setelah itu mendirikan Kerajaan Islam Saudi Arabia. Adalah hal yang aneh, gerakan Wahabi yang mengakui sebagai pengikut sunnah Rasulullah SAW ternyata mendukung pendirian kerajaan, monarkhi absolut, yang tidak dikenal dalam khasanah keislaman. Sistem Monarkhi Absolut merupakan bid’ah kubro.

Para pemuda Arab diracuni pemikirannya untuk meninggalkan Islam dan menuhankan Nasionalisme Arab. Maka pada 8 Juni 1913, para pemuda Arab berkongres di Paris dan mengumumkan nasionalisme Arab sebagai jalan baru untuk berjuang. Dokumen yang ditemukan di Konsulat Prancis Damsyik telah membongkar rencana pengkhianatan kepada khilafah yang didukung Inggris dan Prancis.

Dari dalam kekhalifahan sendiri, Konspirasi Yahudi menanamkan banyak orang untuk bisa bekerja demi kepentingannya. Salah satunya adalah Rasyid Pasha, menteri luar negeri di era Sultan Abdul Majid II (1839) ini memperkenalkan Naskah Terhormat (Kholkhonah), yang sesungguhnya merupakan copy-paste dari UU sekuler Eropa.

Pada 1 September 1876, pihak Konspirasi berhasil mengangkat Midhat Pasha, seorang Mason, jadi perdana menteri. Dia membentuk panitia Ad Hoc menyusun UUD sekuler Belgia (dikenal sebagai Konstitusi 1876). Namun Sultan Abdul Hamid II dengan tegas menolak Konstitusi ini karena isinya bertentangan dengan syari’at Islam. Midhat Pasha pun dipecat. Hal ini menyebabkan Konspirasi menjalankan agenda B, yakni melakukan pemberontakan yang dijalankan oleh Gerakan Turki Muda yang berpusat di Salonika, sebuah pusat komunitas Yahudi Dumamah, tempat Mustafa Kemal berasal (1908). Kemudian, atas bantuan Barat, Sultan Abdul Hamid II dipecat dan dibuang ke Salonika.

Dalam Perang Dunia I (1914), Inggris menyerang Istambul dan menduduki Gallipoli. Inggris kemudian sengaja mendongkrak popularitas Mustafa Kemal dengan memunculkannya sebagai pahlawan Perang Ana Forta (1915). Mustafa Kemal menjadi populer dan kemudian menggerakan revolusi nasionalisme. Dia menghasilkan Deklarasi Sivas (1919 M), yang mencetuskan Turki merdeka dan melucuti semua wilayah kekhalifahan Utsmaniyah. Akhirnya Irak, Suriah, Palestina, Mesir, dan sebagainya mendeklaraskan diri sebagai negara nasionalis sendiri yang lepas dari Utsmaniyah. Ideologi Islam dibuang dan digantikan dengan ideologi Nasionalisme.

Saat itu, banyak tokoh Islam yang tertipu dan termakan propaganda Barat mengatakan jika politik Islam atau “politik aliran” sudah bukan masanya lagi, alias sudah ketinggalan zaman.

 Sejak saat itu, Mustaf Kemal secara cepat dan gradual berhasil menguasai Turki. Pada 29 November 1923, ia dipilih parlemen sebagai presiden pertama Turki. Namun trakyat masih banyak yang mendukung kekhalifahan yang kekuasaannya sebenarnya sudah banyak yang lumpuh. Oleh rakyat, Mustafa Kemal dinyatakan murtad. Namun Mustaf Kemal melakukan aksi tandingan dengan mengorbankan darah Muslim Turki. Akhirnya pada 3 Maret 1924, Mustafa Kemal memecat Khalifah dan menghapuskan sistem Islam dari negara. Turki dijadikan negara sekuler. Semua simbol-simbol keagamaan, terutama Islam, dihapuskan dan terlarang.

 Reaksi Dunia Islam, Saudi Memboikot

Dunia Islam menyatakan belasungkawa dan sangat prihatin atas apa yang terjadi di Turki. Dari Indonesia, Syarikat Islam membentuk sebuah komite pada 4 Oktober 1924, diketuai oleh Wondosoedirdjo dan wakilnya, KH. Abdul Wahab Hasbullah. Tujuan didirikan komite ini adalah untuk membahas undangan kongres khilafah di Kairo, Mesir. Lalu ditindaklanjuti dengan Kongres Al-Islam Hindia III di Surabaya (24-27 Desember 1924). Kongres ini dihadiri ulama dari seluruh penjuru Hindia Belanda dan menyepakati untuk mengirimkan utusan, wakil umat Islam Indonesia, ke kongres dunia Islam. Utusan ini terdiri dari Suryopranoto (SI), Haji Fakhruddin (Muhammadiyah) dan KHA. Wahab dari kalangan tradisional.

Disebabkan ada perbedaan pendapat dengan kalangan Muhammadiyah, KH. Abdul Wahab dan kawan-kawannya menggelar rapat dengan kalangan ulama tradisionil dari Surabaya, Semarang, Pasuruan, Lasem, dan Pati. Berdirilah Komite Merembuk Hijaz sebagai pegimbang Komite Khilafah yang “jatuh” ke tangan Muhammadiyah dan menyerukan kepada Ibnu Sa’ud, Raja Saudi, agar tradisi keagamaan yang sudah berjalan selama ini jangan dihentikan. Komite Merembut Hijaz ini kemudian dikenal dengan sebutan Nahdlatul Ulama, diresmikan di Surabaya, 31 Januari 1926.

Di tahun 1927 berlangsung Kongres Khilafah II di Mekkah. Agus Salim (Syarikat Islam) hadir dalam kapasitas sebagai utusan Hindia-Belanda. Awalnya para peserta kongres menginginkan agar masalah hancurnya Kekhalifahan Islam di Turki dibahas. Namun agenda ini menemui kegagalan karena Raja ‘Abdul ‘Aziz bin Sa’ud sebagai tuan rumah kongres menolak membicarakan hal ini.(bersambung/rd)