Yakub Chisir: 11 Tahun Hafidz Quran dari Negara Yang Terjajah Russia

 

yakubAsia Tengah adalah benteng Islam selama berabad-abad. Tidak seorang pun membaca sejarah Islam dapat mengabaikan pengaruh kota-kota seperti Bukhara atau Samarkand, yang menghasilkan para ulama besar Islam.

Tetapi kondisi keimanan rakyat jatuh pada masa-masa sulit, terutama selama masa invasi Soviet dimana agama tak dianggap oleh Negara komunis itu dan ateisme disebarkan oleh Soviet. Namun api Islam itu, bagaimanapun, tetap menyala bahkan di masa yang paling sulit oleh beberapa penganut yang konsisten.

Di antara mereka adalah keluarga Yakub yang diwakili Chishir Kazakhstan di yang baru saja menyelesaikan Alquran Internasional Dubai Award (DIHQA). Chishir adalah peserta termuda dalam perhelatan yang ke- 13 ini. Bocah berusia 11 tahun ini mempunyai suara yang merdu suara, dan memukau pada setiap tilawah Al-Qur’annya. Ia adalah sedikit bukti sejarah keluarganya berjuang untuk tetap hidup Islam di Asia Tengah.

Chishir berasal dari sebuah desa kecil 40 km dari Astana, ibukota Kazakhstan. Ia belajar Al-Quran dari ayahnya, yang bekerja sebagai petani,selain menjadi guru Islam desa. “Ayah saya hanya mengingat beberapa bagian dari Al Quran karena ketika ia masih kecil, sangat berbahaya jika seseorang menghafal Al Quran. Akibatnya ia bersikeras bahwa saya menghafal seluruh Al Quran karena dia ingin salah satu dari anak-anaknya untuk menjadi seorang hafiz, “kata Chishir.

Chisir sendiri, fasih berbicara Rusia , mulai menghafal kitab suci dari usia enam tahun. Ia butuh waktu dua tahun untuk menyelesaikan menghafal seluruh Al Qur’an, kata Omar Mousa, yang merupakan wali Chishir dan penerjemah di acara itu.

Mousa mengungkapkan bahwa keluarganya juga menderita penganiayaan karena keyakinan agama mereka selama era Soviet. Mousa yang bekerja untuk Al-Ihsan Association, sebuah badan amal yang menjalankan sekolah-sekolah Islam dan masjid-masjid di empat negara Asia Tengah, diasingkan secara paksa dari tanah kelahirannya Daghestan ke Kazakhstan karena dia berasal dari keluarga Muslim. Meskipun bahaya bagi kehidupan mereka, keluarga Mousa bersikeras menerapkan Islam, meskipun secara rahasia.

“Aku ingat ketika aku masih kecil ayahku akan bangun larut malam sekitar jam 2 pagi, pergi ke rumah seorang sarjana untuk belajar tentang Islam. Mereka akan belajar sampai Shubuh, dan setelah itu mereka kemudian pergi bekerja.

“Bahaya yang mereka hadapi itu sangat besar karena jika mereka telah ditangkap mereka akan dikirim ke penjara di Siberia, yang berarti kematian,” ia mengenang.

Namun, setelah jatuhnya Uni Soviet, situasi di Kazakhstan membaik secara dramatis. Larangan tentang praktik agama dicabut dan masjid berkembang.

“Dewasa ini kita melihat lebih banyak dan lebih banyak orang akan kembali ke Islam. Masjid pada hari Jumat dipenuhi dengan orang-orang untuk shalat. Meskipun beberapa dari mereka tidak tahu bagaimana harus shalat, karena mereka masih belajar, “katanya.

Mousa menunjukkan bahwa ketika mereka membuka sekolah Islam pertama mereka pada tahun 1998 mereka harus pergi keluar untuk merekrut siswa dan nyaris kelas tidak pernah diisi. Tapi sekarang jumlah siswa sekolah luar biasa dan seirng kali tidak dapat mengatasi meningkatnya jumlah siswa.

Mousa mendesak negara-negara Arab untuk membantu organisasi-organisasi Islam di Asia Tengah. “Kita perlu membangun lebih banyak seminari Islam, mesjid dan panti-panti asuhan. Bangsa kita perlu dididik mengenai warisan Islam mereka yang kaya, “katanya. (sa.arabnews)