Balas Aksi Mujahidin Rohinga, Militer Myanmar Bantai 800 Warga Sipil Rakhine

Eramuslim – Tindakan sadis tentara Myanmar di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, terus berlanjut. Diduga sekitar 800 warga etnis muslim minoritas Rohingya tewas dibunuh pasukan pemerintah Myanmar yang kalap mendapat perlawanan dari Pasukan Penyelamat Rohingya Arakan.

Dilansir dari laman Al Jazeera, Senin (28/8) melaporkan bahwa militer Myanmar semakin ganas menyerang warga Rohingya di daerah Maungdaw, Buthidaung, dan Rathedaung di Negara Bagian Rakhine.

Tidak pandang bulu melepaskan tembakan, pasukan militer yang kesetanan ini melepaskan tembakan ke arah lelaki, perempuan, lansia, hingga anak-anak, serta membakar perkampungan Muslim.

Salah satu penduduk Maungdaw, Aziz Khan, mengaku pasukan Myanmar menyerbu kampungnya pada Jumat (25/08) dini hari pekan lalu dan melepaskan tembakan serampangan. Akibatnya, sebelas warga Rohingya tewas dalam serangan.

“Mereka menembak ke arah semua yang bergerak. Ada perempuan dan anak-anak yang tewas. Bahkan mereka tega membunuh bayi,” jelas Aziz.

Menurut pegiat Rohingya dan blogger di Eropa, Ro Nay San Lwin, melaporkan bahwa pasukan pemerintah Myanmar juga membakar sejumlah masjid dan madrasah. Warga Rohingya terpaksa mengungsi tanpa perbekalan dan tempat berlindung.

“Paman saya juga dipaksa pergi oleh pemerintah dan tentara. Tidak ada bantuan dari pemerintah. Malah rumah warga Rohingya dihancurkan dan harta mereka dijarah. Mereka seolah menunggu giliran mati,” kata San Lwin.

Keputusan pemerintah Myanmar di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi mengirim ribuan pasukan ke Negara Bagian Rakhine justru membikin situasi semakin memburuk akibat ulah tentara Myanmar yang melakukan kejahatan kemanusiaan, mencuri harta benda, hingga memperkosa wanita Rohingya.

Negara Bagian Rakhine adalah tempat bermukim sekitar 1,1 juta etnis Rohingya. Mereka hidup dalam kondisi miskin dan selalu dipinggirkan oleh penduduk mayoritas Buddha. Pemerintah Myanmar enggan mengakui kelompok ini sebagai warga negara, sedangkan negara tetangga seperti Bangladesh menganggap mereka pendatang ilegal. (Ar/Ram)