Oleh: Tarmidzi Yusuf
Pegiat Dakwah dan Sosial
Deklarasi Majelis Sang Presiden Kami yang mendukung Anies Rasyid Baswedan sebagai Calon Presiden 2024 di Hotel Bidakara Jakarta, Rabu (8/6) lalu menyisakan tanda tanya besar. Ada apa dibalik deklarasi Majelis Sang Presiden Kami di hotel mewah yang konon pesertanya juga dibayar dikait-kaitkan dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)?
Sebelum acara dimulai, bendera tauhid yang sering diasosiasikan sebagai bendera HTI sudah terpasang di podium, disandingkan dengan bendera Merah Putih. Setelah terjadi keributan, akhirnya panitia kemudian meminta bendera tersebut diturunkan.
Kehadiran bendera tauhid yang dikait-kaitkan dengan bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di arena deklarasi Majelis Sang Presiden Kami menuai kecurigaan. Ada upaya dari pihak tertentu menghubung-hubungkan Anies Rasyid Baswedan dengan HTI melalui deklarasi Majelis Sang Presiden Kami.
Kita prihatin. Bendera tauhid yang bertuliskan _Laa Ilaaha Ilallah_ dituding sebagai bendera HTI. Padahal, kalimat tauhid itu gerbang awal keislaman seseorang. Garis furqon, pembeda hak dan batil. Pembeda antara Islam dan kafir. Surga dan neraka. Dzikir paling utama. Tiba-tiba bendera tauhid diasosiasikan dengan HTI. Bendera tauhid itu bukan bendera HTI tapi bendera Rasulullah _shalallahu alaihi wassalam_ yang dikenal dengan _liwa_ dan _rayah._ Sedih sekali kita bila kalimat tauhid yang tertera dibendera itu dituding sebagai bendera HTI.
Seharusnya aparat penegak hukum bergerak cepat. Mengusut dari mana asal usul bendera tauhid yang dituding sebagai bendera HTI di arena deklarasi? Tidak mungkin kehadiran bendera tauhid yang dituding sebagai bendera HTI tersebut tanpa sepengetahuan panitia.
Termasuk aparat penegak hukum harus mengusut adanya rumor yang berkembang di kalangan peserta. Rumor tentang bagi-bagi uang. Ada kabar yang menyebutkan tiap peserta deklarasi dapat amplop Rp 2.000.000 (dua juta rupiah).