Ahmad Thomson: Islam tak Sekadar Bersyahadat

Main film dokumenter 

Thomson pertama kali memperoleh perhatian publik pada 2001, saat tampil dalam sebuah film dokumenter berjudul My Name is Ahmedyang menyabet sebuah penghargaan. Ia pun tampil di film dokumenter lainnya, Prince Naseem’s Guide to Islam. Kedua film itu ditayangkan di BBC2 pada Agustus 2001. Setelah itu, wajahnya kerap mewarnai layar kaca dalam berbagai program, terutama program-program Islam.
Kini, hari-harinya diisi dengan aneka kegiatan keislaman, mulai dari memberikan ceramah rutin tentang Islam di berbagai wilayah di Inggris, menulis untuk Jurnal al-Kala, sampai menjadi kontributor tetap dalam konferensi lintas agama yang digelar setiap tahun di Masjid Regents Park dan Pusat Ke bu dayaan Islam Inggris.

Syahadat

Empat tahun pertama keislamannya, Thomson mengaku tak memahami apa pun tentang Islam. “Yang kutahu, komunitas Muslim di mana aku bergabung lebih berpengetahuan, menonjol, dan memiliki perangai yang lebih baik dari umat lain yang pernah kutemui.”

Pria yang kini menjabat sekretaris Pengacara Muslim Eropa ini memegang suatu konsep tegas tentang Islam yang sesungguhnya. “Islam bukan semata persoalan kata-kata,” ujarnya seperti dikutip gatewaytodivinemercy.com.

Mengutip sabda Rasulullah SAW, ia mengatakan, syahadat adalah satu ikrar yang mudah diucapkan, namun banyak yang berlalu begitu saja. “Sejak aku mengucapkan syahadat, aku menjalani setiap momen hidupku untuk menemukan berbagai kewajiban dan konsekuensi yang mengikuti kesaksian itu. Pencarian ini adalah proses yang tidak memiliki akhir.”

Selain itu, Thomson adalah satu dari miliaran Muslim yang tidak membenarkan terorisme. Ia berpendapat, “Islam radikal” adalah istilah yang mengandung kontradiksi. “Tidak mungkin seseorang menjadi Muslim seutuhnya dan dalam waktu yang sama menjadi teroris yang bengis.”

Sejak berislam, Thomson telah menulis sejumlah buku, di antaranya, The Difficult Journey and The Way Back (1994); The Next World Order(1994); dan edisi revisi Jesus, Prophet of Islam and Blood on the Cross (disusun dalam dua jilid yakni For Christ’s Sake dan Islam in Andalus, ditulis bersama Muhammad Ata’ur Rahim pada 1996).

Beberapa judul lainnya adalah Dajjal: the AntiChrist(1997); Making History(1997); The Last Prophet(2000), dan Golden Days on the Open Road(2005). Kemudian, bersama Abdalhaqq dan Aisha Bewley, ia menulis buku The Islamic Will(1995). (ROL)