Sejarah oh Sejarah

Eramuslim.com – Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah OPAS diartikan sebagai “Penjaga Kantor” atau “Agen Polisi”.

Dalam sejarah pergerakan, sebutan ini lebih mengacu kepada para petugas polisi bentukan penjajah Belanda, yang berfungsi sebagai tukang pukulnya penjajah. Anggota Opas terdiri dari kaum pribumi, yang demi mendapatkan pekerjaan dan uang, rela memusuhi bangsanya sendiri dan melayani kepentingan penjajah. Mereka inilah bagian dari para pengkhianat bangsanya sendiri. Mereka ini dipimpin para komandan Opas yang biasanya dipegang orang Belanda sendiri. Schout Van Hinne merupakan salah satu Komandan Opas di Batavia pada akhir abad-19 dan awal abad ke-20, yang namanya begitu akrab di telinga karena menjadi musuh utama gerakan Pituan Pitulung alias Pitung.

Schout Van Hinne sering bekerjasama dengan tuan tanah-tuan tanah Cina, dalam filmnya bernama Babah Longseng, dalam mengambil tanah milik pribumi beserta segala harta bendanya. Bahkan sering sekali, tuan tanah Cina ini memberikan bagian hasil rampokannya kepada Komandan Opas, apakah itu berupa harta benda, uang, tanah, atau bahkan menyodorkan perempuan molek. Dengan segala pemberian ini, para tuan tanah Cina bisa dengan licin dan lancar melakukan apa pun demi kepentingannya sendiri.

Sudah menjadi kelaziman para Tuan Tanah Cina pada zaman penjajahan mempunyai pasukan tukang pukulnya sendiri yang disebut Centeng atau Jawara peliharaan. Dengan imbalan uang, candu, atau perempuan, para tukang pukul ini akan mau melakukan apa saja untuk memeusuhi saudaranya sendiri, sesama pribumi, bahkan sampai menghilangkan nyawa sekali pun. Dan para Jawara peliharaan Tuan Tanah Cina atau Centeng ini keberadaannya dilindungi oleh Opas, yang juga mendapatkan banyak keuntungan material dari para tuan tanah.

Disebabkan banyaknya pribumi yang mau-maunya bekerja demi kepentingan penjajah Belanda dan tuan tanah Cina inilah, maka upaya perjuangan para pejuang kemetdekaan bertambah sulit. Adalah mudah menghadapi dan membedakan para penjajah yang berkulit putih dan berambut pirang, namun sungguh sulit membedakan jika penjajah itu adalah orang-orang pribumi sendiri yang berambut hitam dan berkulit sawo matang seperti Bumiputera. Ini pernah dikatakan Soekarno.

L’Histoire se Repete. Sejarah itu berulang. Demikian kata orang bijak. Sejarah masa lalu akan berulang di hari ini, dalam wajah, bentuk, dan nama-nama yang berbeda, namun lakonnya sama.