Apakah Shalat Pada Jam Kerja Melanggar Kontrak?

Assalamu’alaikum

Pak Ustad yang dirahmati Allah.

Terkait dengan pertanyaan saya antara Solat dan kerja…..

Pada waktu pertama masuk kerja kita menandatangani kontrak kerja, dengan jam kerja jam 8. 00 s/d jam 16. 00,

Saya ingin bisa solat tepat waktu dan berjamaah, kalo waktu Ashar saya solat berjamaah berarti saya harus meninggalkan waktu kerja saya, memang dalam hati saya mantap melaksanakannya,

Tetapi sewaktu ketika ada teman yang berpendapat bahwa itu jam kerja jadi berdasarkan jam kerja kita udah melanggar, yang berpendapat seperti itu justru teman yang saya anggap lebih mumpuni Pengetahuan agamanya dari pada saya. Pemahaman saya Solat tepat waktu jauh lebih baik, Ato mungkin ada alasan yang boleh menunda waktu solat.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Apa yang tertulis di dalam kontrak kerja sebenarnya berguna untuk dijadikan acuan dalam amanah seorang karyawan terhadap perusahaan atau instansi tempat dia bekerja, bahkan nantinya bisa dijadikan acuan saat penilaiankinerja.

Memang ada kelebihan dan kekurangan dalam tiap kontrak kerja. Selalu ada saja sisi-sisi yang lemah atau bisa dibuat bahan untuk dicari titik lemahnya.

Misal yang sederhana, di dalam kontrak kerja itu disebutkan bahwa karyawan harus bekerja 8 jam sehari. Namun logikanya, tidak mungkin karyawan itu kerja terus menerus tanpamakan, minum, ke toilet dan lainnya. Lantas, apakah bila karyawan makan, minum, ke toilet dan seterusnya, dia dianggap melanggar perjanjian kontrak?

Rasanya tidak seperti itu yang terjadi selama ini. Biasanya kedua belah pihak sama-sama tahu dan mafhum, bahkan tidak mungkin manusia bekerja tanpa makan dan minum selama 8 jam berturut-turut. Pasti ada toleransi-toleransi yang disepakati bersama.

Demikian juga halnya dengan shalat, seharusnya ada toleransi yang bisa disepakati antara karyawan dengan perusahaannya. Mengingat kebutuhan untuk shalat sama halnya dengan kebutuhan untuk makan, minum dan sekedar ke toilet.

Bahkan buat seorang muslim, kedudukan shalatadalah bagian utuh dari kebutuhan seorang karyawan. Kalau sekedar melakukan shalat yang memakan waktu 2 atau 3 menit dianggap melanggar kontrak, maka sesungguhnya kontrak itu sendiri sejak awal sudah salah.

Karena kontrak itu menafikan agama seseorang, padahal shalat adalah tiang agama. Dan seorang muslim wajib melakukan shalat 5 kali sehari semalam. Kontrak itu dengan sendirinya batal, karena kontrak itu melanggar syariat Islam.

Kecuali bila untuk sekali shalat butuh waktu 2 jam, maka ceritanya akan lain. Karyawan yang izin shalat Dzhuhur butuh waktu 2 jam, lalu izin shalat Azhar butuh waktu 2 jam lagi, maka dia sudah menghabiskan 4 jam dari 8 jam kerjanya. Tentu ini tidak bisa ditolelir lagi. Kecuali karyawan itu tugasnya memang mengurus masalah shalat jamaah, atau mengurus musholla dan masjid, tentu memang itu tugasnya.

Yang bisa ditolelir bila shalat butuh waktu 2 atau 3 menit, paling lama 10 sampai 15 menit. Bahkan shalat berjamaah di masjid Al-Haram Makkah atau Madinah pun tidak lebih dari 10 menit. Terhitung sejak takbiratul ihram hingga salam.

Apa yang ada di dalam kontrak itu sesungguhnya harus disikapi sebagai bentuk acuan yang bersifat global. Adapun detail-detailnya, biasanya disesuaikan dengan kebijakan atasan langsung atau konvensi bersama.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaiku warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc