Hukum Islam Mungkinkan Vonis Mati Koruptor

ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų³Ł‘ŁŽŲ§Ų±ŁŁ‚Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų³Ł‘ŁŽŲ§Ų±ŁŁ‚ŁŽŲ©Ł ŁŁŽŲ§Ł‚Ł’Ų·ŁŽŲ¹ŁŁˆŲ§ Ų£ŁŽŁŠŁ’ŲÆŁŁŠŁŽŁ‡ŁŁ…ŁŽŲ§ Ų¬ŁŽŲ²ŁŽŲ§Ų”Ł‹ ŲØŁŁ…ŁŽŲ§ ŁƒŁŽŲ³ŁŽŲØŁŽŲ§ Ł†ŁŽŁƒŁŽŲ§Ł„Ł‹Ų§ Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ū— ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų¹ŁŽŲ²ŁŁŠŲ²ŁŒ Ų­ŁŽŁƒŁŁŠŁ…ŁŒ

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Maka barangsiapa bertaubat sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS Al-Maidah: 38)

Dalam konteks itu, apakah hukuman bagi koruptor sama dengan hukuman pencurian? Ustadz Ahmad menjelaskan, delik hukum untuk pejabat yang korupsi sedikit berbeda dengan pencurian karena korupsi dilakukan oleh ‘orang dalam’. “Namun bahwa dosanya besar, tentu saja tidak ada yang menentangnya,” jelasnya.

Dalam hukum Islam, meski tidak ada nash Alquran dan Hadits tentang bentuk hukuman bagi pejabat yang melakukan tindakan korupsi, masih ada hukum ta’zir. “Sehingga asalkan sistem dan aparat hukumnya baik, pelaku korupsi tetap bisa menerima ‘hadiah’ hukuman setimpal. Bahkan bisa dihukum mati juga,” terang Ustadz Ahmad. ROL