Status Pernikahan Karena Telepon

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh,

Ustadz yang saya hormati, saya sekarang bingung dan ragu-ragu dengan status pernikahan saya saat ini. Usia pernikahan saya masih muda (kurang dari 5 tahun). ketika itu saya dan suami sedang berselisih (ada masalah), mungkin waktu itu emosi suami memuncak trus menelpon orang tua saya dan mengatakan "ibu, anak ibu minta cerai, ok saya urus surat-suratnya besok", belom sempat ibu saya menjawab, telepon sudah dimatikan. Dia tidak langsung berbicara kepada saya. Bagaimanakah status pernikahan saya ustadz? Apakah otomatis sudah jatuh talak pada saya?

Wassalamu’alaykum wr wb

Wa’alaikum salam wr. wb.

Saudaraku yang dirahmati Allah SWT, Islam adalah ajaran yang mempermudah pernikahan dan mempersulit perceraian. Walau cerai menjadi sah hanya dengan kata-kata “cerai (talaq)” dari suami dengan berbagai kalimat yang berbeda-beda, tetapi para ulama sepakat bahwa hal itu harus dilakukan suami dalam kondisi sadar dan tanpa paksaan dari siapa pun. Jika dilakukan dalam kondisi marah atau dengan paksaan, maka tidak sah perceraian tersebut.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berpendapat bahwa talak tidak berlaku kecuali dia menghendakinya (ada niat). [Majmu Fatawa 30/161]. Beliau beragumen bahwa amal perbuatan dalam Islam tidak dinilai kecuali dengan adanya niat. Misalkan seseorang mengerjakan aktivitas shalat dari takbir sampai salam tetapi tidak meniatkan untuk shalat, maka shalatnya tidak sah. Contoh yang lain, seseorang melakukan sahur dan makan ketika maghrib, tetapi dia tidak niat untuk syiam (puasa), maka amal dia ini tidak dianggap sebagai amalan syiam. Orang duduk di masjid tanpa niat i’tikaf maka dia tidak bisa disebut melakukan ibadah i’tikaf.Jadi amal perbuatan dinilai dari niat, Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung niatnya." [Mutafaq alaih]

Dalam kasus talak ini, Ibnu Taimiyah berpendapat, niat adalah syarat jatuhnya talak. Dalil lain yang dijadikan hujah oleh beliau adalah firman Allah (QS. 2 : 227) : "Dan jika mereka berazam mentalak". Dalam ayat ini, Allah menggunakan kata azzam yang maknanya yaitu: niat yang sudah menjadi tekad bulat dan efeknya bisa dilihat dari perbuatan.

Perlu diketahui wahai saudaraku bahwa niat itu memiliki beberapa tingkatan:

  1. Khotir (niat semu atau bohong), merupakan tingkatan niat yang paling rendah.
  2. Taradud (niat yang penuh keraguan antara melaksanakan atau tidak).
  3. Hamun (niat yang mengandung cita-cita yang cita-cita itu musti harus tercapai
  4. Azzam (niat dengan tekad bulat dan usaha-usaha untuk melaksanakan niat tersebut bisa dilihat dari perbuatan dan kesungguhan orang itu), ini merupakan tingkatan niat yang paling tinggi dan yang dimaksud oleh nash.

    Azzam inilah yang diistilahkan oleh Abdullah bin Mubarak dengan Al-Ishror, diistilahkan oleh Imam Ahmad dengan Hamun Isror dan diistilahlan oleh Ibnu Taimiyah dengan Irodah Jazimah.

Dalam persoalan talak dalam situasi marah ini, maka Ibnu Taimiyah dengan hujah-hujahnya berpendapat talak tersebut batal dan tidak dianggap. Pendapat beliau dikuatkan oleh ulama kholaf (kontemporer) Syeikh Utsaimin dengan beberapa tambahan perincian. [Durus wa Fatawa Haramul Makkiy, Syeikh Utsaimin 3/258-260].

Beliau menganalisir barometer kemarahan dengan tiga tingkatan:

  1. Marah biasa, yaitu seseorang masih dapat mengendalikan diri, akal dan ucapannya. Ia masih dapat mengontrol dirinya dan sadar.
  2. Marah sedang, yaitu marah yang tidak sampai pada puncak kemarahan tetapi dia sudah tidak dapat mengontrol diri dan ucapannya.
  3. Puncak kemarahan, yaitu marah yang dia sudah tidak sadar akan diri dan ucapanya. Ulama sepakat, orang yang mengalami tingkatan ini hukumnya sama dengan hukum orang gila.

Talak yang diucapkan pada tingkatan marah pertama, maka dianggap sebagai orang marah pada umumnya dan terkena beban hukum, jika di mentalak maka talak tersebut sah. Talak yang diucapkan pada tingkatan marah kedua dan ketiga, maka pendapat yang terkuat adalah talak tersebut tidak sah, berdasarkan hadits: "Talak tidak dianggap jatuh karena ighlaq (dipaksa atau marah)".

Lagi pula perkataan “cerai” tersebut harus ditujukan langsung kepada isteri, baik secara langsung (tatap muka) maupun tidak langsung (melalui telpon, sms, chating, dan lain-lain). Jika disampaikan kepada pihak ketiga (dalam hal ini kepada ibu Anda), maka tidak sah perceraian tersebut.

Oleh sebab itu, tolong ibu renungkan kembali apakah persyaratan yang sebutkan di atas terpenuhi atau tidak. Jika tidak, maka tidak sah talaq yang dilakukan suami. Wallahu’alam bis showab.

Salam Berkah !

(Satria Hadi Lubis)