Tabiat Ahlul Kitab Terhadap Masyarakat Islam

 

qutb45Sekarang kita akan sedikit memaparkan tabiat sikap ahli Kitab dan masyarakat Islam dari aspek objektifitas yang permanen, atau dari aspek sikap-sikap sejarah yang faktual. Inilah unsur-unsur asasi yang melahirkan hukum-hukum final ini.

Tabiat ahli Kitab terhadap masyarakat Islam, pertama-tama ia harus dicari dari ketetapan-ketetapan Allah tentangnya, lantaran inilah hakikat final yang tidak mengandung sedikitpun kebathilan dari seluruh seginya, dan karena ketetapan-ketetapan ini —karena kedudukannya yang berasal dari Tuhan— tidak mengandung kesalahan-kesalahan yang dikandung oleh konklusi-konklusi dan simpulan-simpulan manusia. Yang kedua, ia harus ditelusuri dari peristiwa-peristiwa sejarah yang menjadi justifikasi ketetapan-ketetapan Allah subhanahu wa ta’ala ini.

Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan tabi’at sikap ahli Kitab terhadap umat Islam dalam banyak tempat di Kitab-Nya yang mulia. Dia kadang kala membicarakan mereka saja, adakalanya membicarakan mereka bersama-sama dengan orang-orang kafir dari kalangan orang-orang musyrik, sebab terdapat kesatuan tujuan terhadap Islam dan umat Islam yang menyatukan orang-orang kafir dari kalangan ahli Kitab dan orang-orang kafir dari kalangan orang-orang musyrik, dan tidak jarang Dia membicarakan sikap-sikap riil mereka yang menyibak kesatuan misi dan kesamaan tujuan pergerakan mereka dalam menghadapi Islam dan umat Islam. Ayat-ayat yang menegaskan fakta-fakta ini demikian jelas dan begitu terang, sehingga tidak memerlukan komentar dari kami. Di bawah ini bebeapa contoh:

وَدَّ كَثِيرٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّن بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. al-Baqarah [2] : 109)

وَلَن تَرْضَىٰ عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. (QS. al-Baqarah [2] : 120)

وَقَالَت طَّائِفَةٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنزِلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ وَلَا تُؤْمِنُوا إِلَّا لِمَن تَبِعَ دِينَكُمْ قُلْ إِنَّ الْهُدَىٰ هُدَى اللَّهِ أَن يُؤْتَىٰ أَحَدٌ مِّثْلَ مَا أُوتِيتُمْ أَوْ يُحَاجُّوكُمْ عِندَ رَبِّكُمْ ۗ قُلْ إِنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): “Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran). Dan janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu”. Katakanlah: “Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Luas karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”; (QS. Ali-Imran [3] : 72-73)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تُطِيعُوا فَرِيقًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (QS. Ali-Imran [3] : 100)

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِّنَ الْكِتَابِ يَشْتَرُونَ الضَّلَالَةَ وَيُرِيدُونَ أَن تَضِلُّوا السَّبِيلَ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِأَعْدَائِكُمْ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ وَلِيًّا وَكَفَىٰ بِاللَّهِ نَصِيرًا

Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang telah diberi bahagian dari Al Kitab (Taurat)? Mereka membeli (memilih) kesesatan (dengan petunjuk) dan mereka bermaksud supaya kamu tersesat (menyimpang) dari jalan (yang benar). Dan Allah lebih mengetahui (dari pada kamu) tentang musuh-musuhmu. Dan cukuplah Allah menjadi Pelindung (bagimu). Dan cukuplah Allah menjadi Penolong (bagimu). (QS. an-Nisa’ [4] : 44-45)

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِّنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. (QS. an-Nisa [4] : 51)

Dalam contoh ayat-ayat diatas saja sudah terdapat sesuatu yang mencukupi untuk menegaskan hakikat sikap ahli Kitab terhadap umat Islam.

Mereka sangat ingin orang-orang Islam kembali menjadi orang-orang kafir, karena dengki yang ada dalam diri mereka setelah kebenaran menjadi jelas bagi mereka dan mereka menegaskan sikap terakhir mereka terhadap umat Islam, yaitu dengan dengan tetap bertahan menjadi orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, tidak akan pernah meridhai mereka dna tidak akan pernah berdamai dengan mereka, hingga terealisasinya tujuan ini, yakni ketika umat Islam meninggalkan aqidah mereka secara total dengan memberi persaksian bahwa orang-orang musyrik yang paganis lebih benar jalannya dari umat Islam!

Apabila kita menelaah kembali tujuan final orang-orang musyrik terhadpa Islam dan lumat Islam seperti ditegaskan Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya:

وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا ۚ

Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. (QS. al-Baqarah [2] : 217)

وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُم مَّيْلَةً وَاحِدَةً ۚ

Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. (QS. an-Nisa [4] : 102)

إِن يَثْقَفُوكُمْ يَكُونُوا لَكُمْ أَعْدَاءً وَيَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُم بِالسُّوءِ وَوَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ

Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti(mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir. (QS. al-Mumtahanah [60] : 2)

كَيْفَ وَإِن يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ لَا يَرْقُبُوا فِيكُمْ إِلًّا وَلَا ذِمَّةً ۚ يُرْضُونَكُم بِأَفْوَاهِهِمْ وَتَأْبَىٰ قُلُوبُهُمْ وَأَكْثَرُهُمْ فَاسِقُونَ

Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (tidak menepati perjanjian). (QS. at-Taubah [9] : 8)

لَا يَرْقُبُونَ فِي مُؤْمِنٍ إِلًّا وَلَا ذِمَّةً ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُعْتَدُونَ

Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. at-Taubah [9] : 10)

Apabila kita menelaah ulang ketetapan-ketetapan rabbani tentang orang-orang musyrik, kita akan mendapati bahwa tujuan-tujuan final mereka terhadap Islam dan umat Islam adalah sama dengan tujuan-tujuan final ahli Kitab terhadap Islam dan umat Islam. Bahkan kedua-duanya hampir sama dalam ejaan huruf-huruf lafaznya, dan kenyataan inilah yang membuat tabiat sikap mereka terhadap Islam dan umat Islam adalah tabiat sikap orang-orang musyrkik itu sendiri.

JIka memperhatikan bahwa ketetapan-ketetapan al-Qur’an yang ada tentang kelompok ini (ahli Kitab) dan kelompok itu (orang-orang musyrik) adalah dalam bentuk-bentuk final, maka dengan bentuknya itu ia menunjukkan penegasan tabiat yang permanen, bukan penyifatan suatu keadaan sementara, seperti firman Allah:

وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا ۚ

Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. (QS. al-Baqarah [2] : 217)

Jika kita benar-benar memerperhatikan hal diatas secara seksama pasti akan menjadi jelas bagi kita, tanpa sedikitpun memerlukan penakwilan ayat, bahwa ia menegaskan tabiat hubungan yang orisinil dn permanen, dan tidak menyifati suatu situasi kondisi temporal dan dadakan!. Tetapi, selama-lamanya, abadi. Wallahu’alam.