Air Mata Ibu Dihari Tuanya

Usia bumi ini sepertinya tidak hanya tua, tapi malah benar-benar telah renta. Dan zaman ini tidak hanya edan, tapi emang telah benar-benar endan.

Di pagi hari. Seperti biasanya, saya jalan-jalan pagi seusai sholat subuh. Kemudian, saya pergi ke rumah seorang teman untuk membeli pulsa. "Oh…sepertinya ada orang baru dikedainya?", di benak saya. Karena, selain jual pulsa elektrik, ibu teman saya juga menjual makanan sarapan pagi.

Ketika, saya berada di kedai itu, ternyata ada seorang ibu yang sudah tua, dan ia sedang berkeluh kesah tentang nasib yang menimpanya. Usianya skitar 70 tahunan. Seharusnya, sebuah karunia yang lebih terasa indah, bila dilalui dengan ibadah, dan bersama-sama dengan anak-anak dan cucu-cucunya. Nasib ibu tua ini, sebaliknya. Ia harus menghadapi penderitaan, dan perasaannya hancur berkeping-keping. Ia harus rela terlunta-lunta, karena semua hartanya telah diambil secara licik dan paksa oleh anak-anaknya sendiri.

Sebenarnya, ibu tua ini adalah seorang janda yang cukup kaya. Ia mempunyai tiga anak. Dan, semuanya telah berkeluarga serta telah menghadiahkan cucu-cucu kepadanya. Namun, harapan hidup bahagia sirna sudah. Anak-anak yang ia harapkan akan merawatnya kala ia telah lanjut usia, ternyata malah mengambil semua hartanya dan telah mengusirnya.

Ibu tua itu menuturkan. Ia memiliki tiga buah rumah di Medan yang disewakan. Alih-alih ingin melihat keadaan rumah miliknya, yang ia dapati ketiga rumah tersebut telah menjadi milik orang lain. Rumah itu dibeli dari anaknya yang tinggal diMedan dengan harga yang mahal. Harapanya pudar. Meskipun, ibu tua tetap memaafkan. Betapapun, ia melihat mereka ini adalah anak-anaknya sendiri. Lagi pula ia masih memiliki tiga buah rumah di sebuah kota di propinsi Aceh. Kenyataannya, apa yang ia dapati, rumah baru atas bantuan asing, yang ia terima sebagai ganti rumah yang habis ditelan tsunami tahun 2004 lalu, sambil mengelus dada, dan ternyata kunci kedua rumahnya yang baru telah diambil oleh anak perempuanya yang tinggal satu daerah dengannya. Memang, ketika ia melakukan konfirmasi, ternyata ketika penyerahan kunci, sang anak yang mengaku hanya mewakilinya, dikarenakan waktu itu, sang anak mengatakan bahwa ibunya yang telah renta itu sedang sakit berat.

Mendapati kenyataan yang demikian, masih terbersit harapannya untuk hidup serumah dengan anak perempuan dan cucu-cucunya. Namun kenyataan pahit kembali menyapanya.

Hari mulai malam dan kantuk mulai menyapa. Perlahan ibu tua itu rebahkan tubuhnya didipan belakang, belum sempat matanya terpejam penuh. Ia terperanjat dengan lengkingan suara anak perempuanya "Abang!" sebutan untuk anak laki-lakinya. "Abang! Cepat seret keluar nenek tua ini. Jangan biarkan malam ini tidur dirumah kita!", teriak anak perempuannya. Entah berapa ribu syetan yang bersarang dikepalanya. Sehingga sang abang dengan sigap dan cepat menyeret paksa nenek tua itu yang tidak lain adalah nenek kandungya sendiri dan mencampakkannya keluar rumah. Na’udzubillahi min dzalik, semoga kita terhindar dari semua ini.

Dalam keterpurukannya ia masih memiliki harapan tempat tinggal yang beberapa bulan lalu ia sewakan. Namun kali ini ia harus kelihangan semuanya (harapan terakhirnya). Karena sebelum ia utarakan maksudnya, sang penyewa telah menuturkan; bahwa mereka telah diminta membayar uang sewanya oleh anak perempuanya yang saat itu berdalih untuk pengobatan dirinya. Sungguh harapanya nyaris hilang. Apalagi saat ini tidak ada lagi tempat untuk bernaung dan berbagi. Saat itulah airmata seorang ibu tua menetes.

Di antara rentetan nasib buruk, ingin ia mengadukan kepolisi, tapi ia sadar ini adalah aib dan orang yang jahat-jahat itu tidak lain adalah darah dagingnya sendiri. Kemudian, ia teringat surat rumah yang masih ia miliki, surat itu ia tunjukkan pada orang yang terpandang di desa tersebut. Namun, pernyataan orang tersebut sangat mengejutkan, surat-surat itu hanyalah hasil foto copy. Lengkap sudah penderitaanya.

Ibu tua menuturkan kisahnya dengan berurai air mata, sambil menunjukkan bagian badanya yang lebam akibat pukulan cucunya.

Saat ini ia tinggal atas belas kasih orang lain yang lebih memiliki hati nurani.

[email protected]

Ridhakemuning.blgspot.com