Kakek Di Bis Kota

Sudah menjadi kebiasaan saya kalau pulang dari kampus selalu menggunakan bis kota. Dan kebiasaan saya pula ketika di bis, duduk menempati bangku paling belakang dekat pintu, makanya saya sering mengetahui orang yang keluar dan masuk bis.

Suatu hari tatkala pulang dari kampus, tatkala bis melaju tak jauh dari kampus, naiklah beberapa siswi SMP sekitar lima atau enam siswi, merekapun duduk menempati bangku-bangku yang kosong. Bispun berjalan lagi.

Hanya selang beberapa menit, naiklah tiga orang pria, yang satu sudah berumur lanjut, rambutnya beruban dan dari wajahnya pun terlihat keriput yang banyak, mungkin umurnya sekitar enam puluh tahunan, dan sepertinya ia lebih layak disebut seorang kakek. Adapun dua orang yang bersamanya masih terlihat muda dan gagah, mungkin umur mereka berdua sekitar empat puluh tahunan.

Bispun berjalan lagi. Kebetulan ketika itu bangku di sebelah saya kosong, mungkin cukup untuk dua orang, sayapun mempersilahkan si kakek ini untuk duduk. Tapi herannya, ia hanya tersenyum dan tidak menjawab apa-apa, senyum yang aneh dan susah saya tafsirkan. Iapun memilih berdiri bersama kedua temannya.

Dengan usianya yang sudah lanjut, apakah ia masih kuat berdiri lama? Atau mungkinkah tempat yang mereka tuju tidak terlalu jauh? Atau itu sebagai sikap solidaritas terhadap kedua temannya? Bukankah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing? Entahlah apa alasannya, yang jelas pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar di kepala saya dan membuat saya sedikit penasaran.

Tak selang berapa lama, turunlah para siswi SMP yang tadi naik itu. Merekapun satu-persatu turun. Tatkala siswi paling terakhir hendak turun, ia seperti terhambat, padahal ketika teman-temannya hendak turun tak ada hambatan berarti. Sepertinya ia terhalang tiga orang tadi terutama si kakek tadi, bahkan si kakek ini seperti iseng menghalang-halanginya, karena ia tertawa, seolah-olah itu kejadian lucu, padahal apa lucunya?

Siswi inipun panik setengah berteriak, karena ia terhalang untuk turun, sedangkan teman-temannya sudah turun dan memangil-manggilnya agar cepat turun, akhirnya setelah beberapa saat siswi ini bisa juga turun dan bergabung dengan teman-temannya. Kenapa sih si kakek seperti iseng menghalangi siswi tadi? Bahkan tertawa pula! Entahlah, saya tidak mau pusing memikirkan itu karena pikiran saya sudah capek dihabiskan di kampus pagi sampai siang.

Setelah beberapa lama si kakek dan kedua temannya turun dan bispun berjalan lagi. Ketika bis telah berjalan, si kenek yang kebetulan di pintu bis dekat saya berbicara seperti marah-marah, “Dasar, udah tua bangka masih aja nyopet!” Saya kaget dan berpikir kepada siapa dia marah-marah. Saya bertanya kepadanya, “Ada apa bang?” Ia menjawab, “Orang pengen turun malah dihalang-halangi, dasar copet!” Saya kaget lagi, “Lho memang mereka nyopet bang? Kok saya nggak lihat.” Si kenek ini menjawab, ”Kita (maksudnya kami) ini orang jalanan, jadi udah biasa nemuin orang-orang kayak gitu di jalan, terminal, kita nggak bisa ngapa-ngapain, kalau kita negur, bisa jadi masalah.“

Saya masih kaget. Dan ketika belum habis kekagetan saya, tiba-tiba si kenek ini malah ‘menyerang’ saya, “Abang kan ada dibelakang orang itu, harusnya ditegur tuh!.” Lho kok jadi saya yang dikambinghitamkan? Saya jawab, ”Habis saya nggak lihat orang-orang itu nyopet bang“ Cuma itu yang bisa saya katakan dan saya hanya bisa membalas ‘serangannya’ dalam hati saja “Kalau saya tegur, bisa bikin masalah juga buat saya bang, bisa-bisa saya dikeroyok.” Memang serba salah!

Ada pelajaran penting dari kejadian di atas, yaitu hendaklah kita waspada terhadap para pencopet di bus karena biasanya mereka memakai berbagai modus untuk ‘memakan’ korban mereka, diantaranya modus seperti kasus di atas yaitu dengan cara mendempeti si korban, membuatnya tidak leluasa untuk bergerak kemudian menghalanginya ketika akan turun sehingga si korbanpun tersibukkan dengan itu, akibatnya ia lalai menjaga barangnya dan akhirnya? Raiblah barangnya.

Pencopetan seperti itu mungkin sudah ‘biasa’ kita dengar, akan tetapi yang tidak biasa, pencopetnya itu lho, seorang kakek-kakek! Bukankah seorang yang sudah lanjut usia seharusnya lebih mendekatkan diri kepada agama, karena ajalnya kan makin dekat dan masa hidupnya makin pendek? Saya hanya bisa mengelus dada, kasihan. Semoga kamu cepat bertaubat kek…

Jakarta, 3 Ramadhan 1431/13 Agustus 2010
anungumar.wordpress.com