Catatan Ramadhan: Parade Kesabaran

“Addduuuhhh naak… kenapa lagi sih kamu? Untung ibu sedang puasa…” seorang ibu di rumah menahan kesabaran mendapati anak lelakinya kembali berulah di sekolahnya. Ia tak jadi marah lantaran sadar dirinya sedang berpuasa, meski rasa ingin marah terus menerus mendesaknya. Hampir saja meledak, jika tak segera ingat bahwa ini bulan Ramadhan, bahwa orang berpuasa pun harus menahan amarahnya.

“Beruntung kau, aku sedang berpuasa. Jika tidak, sudah kosobek-sobek mulutmu itu …” seorang preman di Terminal Pulogadung pun berpuasa. Dan lantaran puasanya itu pula ia urung menghajar rekannya yang sejak siang mengolok-oloknya. “Coba saja kau berani hina aku selepas maghrib nanti, kau kan tahu akibatnya…” belum terlalu sabar memang, karena masih ada ancaman. Namun siang itu ia jauh lebih penyabar dari biasanya, di hari-hari sebelum bulan Ramadhan.

“Sabarlah sedikit kawan, semua orang pun mau lancar. Kalau kau main serobot, bakal lebih rumit jalan di depan itu…” seorang pria menegur pengemudi angkot yang nampaknya tak peduli dengan kemacetan yang sudah terjadi di ujung jalan. Ia terus memaksa dan menerobos celah di sisi jalan, “tak punya otak ya? Sudah tahu jalan macet masih terus masuk…” kali ini pria yang tadi meningkatkan nada bicaranya, lebih keras. “Eh kawan, jika tak sedang puasa kupecahkan ban mobil kau itu…” Lagi-lagi puasa menyelamatkan supir angkot tak tahu diri itu dari amukan pengendara lain yang sebenarnya sudah mulai kesal.

Seorang kawan saya bercerita, satu hari biasanya ia ditelepon sampai sepuluh kali oleh penagih kartu kredit. Tapi sejak awal Ramadhan, terasa lebih jarang. “Biasanya kalau telepon sambil marah-marah, bahasanya pun kasar. Eh, kemarin ada satu telepon bahasanya kalem. Tetap menagih sih, tapi lebih sopan. Apa karena mereka lagi puasa ya?” Mudah-mudahan saja benar karena puasa, mereka tak sedang bersemangat untuk marah-marah. Kawan saya pun berandai-andai, “seandainya semua bulan adalah Ramadhan, saya nggak stress setiap ada telepon dari Debt Collector.”

Marah atau sekadar kesal, selalu saja ada pemicunya setiap hari. Di bulan Ramadhan ataupun bukan bisa setiap hari kita temukan. Mau tidak mau, suka tidak suka kadang ujian kesabaran selalu menghampiri, selalu saja kita dipertemukan dengan orang-orang yang dengan segala motif dan tujuannya membuat kita marah, kesal, jengkel atau sekadar menggerutu sebal lantara tak lagi mampu berbuat apa-apa. Di bulan Ramadhan pun tak berbeda, selalu ada saja orang yang membuat hati bergemuruh. Hanya saja bedanya, di bulan mulia ini amarah lebih bisa terkendali, “sabaaar, sabaaar… orang puasa mesti sabar,” kalimat inilah pengendalinya.

Memang kita tidak bisa memilih hanya mau bertemu orang-orang yang selalu bisa membuat kita tersenyum saja, hanya ingin berhubungan dengan orang yang sedianya selalu membuat kita senang saja. Kita tak selamanya bisa memutuskan hanya ingin berinteraksi dengan orang-orang tertentu, adakalanya justru kita harus dan terpaksa bertemu dengan orang yang jelas-jelas senang bikin perkara, hobinya bikin kesal dan kesenangannya adalah memancing amarah orang lain. Kepuasan tersendiri bagi orang-orang ini kalau sudah berhasil membuat orang lain marah atau emosi.

Bulan Ramadhan atau bukan, boleh jadi Allah memang menskenariokan kita untuk sering bertemu orang-orang dengan hobi dan kesenangan aneh ini, tentu dengan maksud melatih kesabaran bagi orang-orang yang belum terbiasa sabar. Bagi orang yang sudah biasa sabar, tujuannya untuk menguji kesabaran. Yang menarik, banyak orang berpuasa yang kemudian merasa dengan puasanya ia berhasil lebih sabar menghadapi berbagai ujian kesabarannya. Seperti contoh kasus diatas, “untung saya sedang puasa…” atau “kalau sedang tak puasa…” menjadi gambaran betapa puasa mampu membuat orang yang menjalankannya lebih sabar. Kesabaran yang dimaksud, bukan hanya soal amarah, termasuk juga tentang kesabaran untuk tidak berbuat dzalim dan merugikan diri sendiri serta orang lain.

Inilah salah satu rahasia keindahan bulan Ramadhan, ketika bumi berisi parade kesabaran yang membentang dari timur ke barat. Orang-orang mulai dari yang berlatih kesabaran, menguji kesabaran, hingga mereka yang tengah berupaya meningkatkan level kesabarannya dengan berpuasa. Dunia yang di bulan sebelum Ramadhan dipenuhi dengan emosi, amarah, kekesalan, kejengkelan, berubah seketika dengan kalimat sederhana, “maaf, saya sedang berpuasa” untuk orang-orang yang senang memancing amarah. Maka pantaslah jika kita berandai, “seandainya semua bulan adalah Ramadhan.” (Gaw)

Bayu Gawtama
LifeSharer
SOL – School of Life
085219068581 – 087878771961

twitter:
@bayugawtama
@schoolof_life