Kemuliaan Para Dermawan

Bulan Mei yang lalu, krisis pangan dunia melanda negara-negara berkembang. Hampir setiap negara Islam semua merasakannya. Tak terkecuali dengan Mesir sendiri, kebijakan pemerintah menaikan harga-harga membuat masyarakat gelisah. Semua mengeluh, harga sembako naik, ongkos transportasi naik dan sewa rumah juga naik. Ini yang dirasakan oleh kebanyakan masyarakat setempat, terutama para wafidin (pendatang) yang notabenenya sebagai pelajar.

Berkaitan dengan ini saya teringat peristiwa sepuluh tahun silam di Indonesia. Pada bulan yang sama kita mengalami puncak krisis sehingga mengharuskan mahasiswa turun ke jalan. Demi untuk menstabilkan perekonomian maka akhirnya presiden diturunkan dari tahtanya. Kesadaran inilah yang muncul dari masyarakat kita ketika itu.

Berbeda halnya dengan yang kita alami di sini. Dua hari setelah harga-harga naik, salah satu instansi swasta bernama Jam’iyyah Syar’iyyah membuka pendaftaran bagi wafidin untuk memperoleh musa’adah (bantuan) sembako dan uang setiap bulan. Alhamdulillah, banyak mahasiswa kita indonesia yang mendapatkannya.

Seperti itulah yang terjadi. Saat krisis melanda, kesadaran pertama kali muncul dari masyarakat adalah memberi bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Contohnya muhsinin (dermawan) yang tergabung di Jam’iyah Syar’iyah itu. Krisis muncul, soladiratis juga muncul.

Kapan ya… di indonesia bisa seperti itu juga.

****
Dari Abu Hurairah ra; Rasululullah saw bersabda: orang yang dermawan dekat dengan Allah, manusia dan juga surga, serta jauh dari neraka. Orang yang kikir jauh dari Allah, manusia dan juga surga, serta dekat dengan neraka. Dan orang yang bodoh namun ia dermawan lebih baik di mata Allah daripada orang yang pintar namun kikir. Dan seburuk-seburuk penyakit adalah kikir. (HR at Tirmidzi)

Memberikan sesuatu tanpa harus diminta adalah karateristik seorang yang dermawan. Ia bisa merasakan apa yang dibutuhkan orang lain. Selanjutnya ia berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dengan memberikan apa yang ia miliki. Karena ia yakin bahwa harta yang ada padanya adalah titipan Allah. Dan di setiap harta ada hak orang lain. " orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta) (QS:70:24-25)

Seorang yang mengeluarkan hartanya untuk kepentingan orang lain tidak akan merugi. Meskipun dalam perhitungan manusia, harta yang dipakai adalah berkurang namun dalam perhitungan Allah justru sebaliknya. Ia akan bertambah sebanyak tujuh ratus kali lipat. Dalam hal ini Allah swt berfiman, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui" (QS:2:261)

Dan sudah menjadi sebuah keharusan bagi orang kaya membantu orang miskin sebagaimana orang yang kuat melindungi orang yang lemah. Dengan begitu Allah akan senantiasa melimpahkan ni’mat tersebut padanya. Karena ia dipandang mampu menjalani amanah harta yang dimiliki. Rasulullah saw bersabda, " Siapa yang dilebihkan ni’mat Allah padanya maka dilebihkan pula tanggungan orang lain atasnya" (HR Ibnu Hubban)

Begitulah seorang dermawan. Ia tidak akan resah karena takut kehilangan hartanya. Hartanya akan terjaga oleh kedermawanannya tersebut. Ia laksana kran yang mengalirkan air kepada siapa saja yang membutuhkan. Allah akan memujinya atas amalnya. Manusia akan menghormatinya terhadap usaha yang dilakukannya. Dan kelak surga akan menantinya sebagai salah satu penghuninya. Dengan begitu ia akan terhindar dari siksa api neraka.

Wallahu a’lam bisshawab