Mereka Sahabatku

Arti sahabat…

“Tidak beriman salah seorang diantara kamu sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang dicintainya untuk dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadist ini sangat dekat dengan kami. Begitulah yang diajarkan sang murrobi dalam masa-masa awal pendidikan tarbiyah. Hanya berempat saja tetapi sama dengan delapan orang. Rame, ekpresif dan suka bercanda itulah kami. Bidadari-bidadari cantik kata sang murrobi. Tujuh tahun sudah tidak juga bertambah teman belajar kami. Sang murrobi sudah cukup repot mendidik kami yang berempat sama dengan delapan.

Dulu putih abu-abu dan sekarang masing-masing dari kami sudah bekerja diperusahan-perusahaan dan sekolah-sekolah yang berbeda.

“Bsok ngaji jam brapa…” ujar thia.

“jangan besok dong.. ane kerja.”

“eh… Hari minggu aja yach… kita hunting ke islamic book fair.. udah lama kan ga jalan-jalan..” ujar Lisa.

“Iya..iyaa… ntar aqu bilang umi dech.. ngajinya diganti rihlah aj ke book fair…. “ Ujar Imah sang ketua.

“Oke.. hari minggu yach… saya setuju..” ujar ku.

Sudah lama rasanya kami tidak jalan-jalan karena selama setahun ini terlalu sibuk mempersiapkan pesta pernikahan ketiga sahabat-sahabatku ini. Ya, mereka semua sudah menikah. Hanya tinggal saya saja yang belum.

Satu tahun ini saya seperti dikejar waktu. Bagi saya yang bekerja disebuah perusahaan advertising adalah suatu keberuntungan untuk kami. Dimulai dari bulan Oktober 2009 pernikahan pertama kakak tertua sang ketua. Mulai dari desain undangan sauvenir dan pernak pernik lainnya mulai saya desain. Setelah selesai masuk bulan November kembali harus buat undangan untuk kakak kedua sang sekretaris dan baru beristirahat satu bulan Januari harus buat undangan lagi untuk kakak ketiga sang bendahara. Selesai sudah tugas saya sebagai sahabat mengantarkan para biadari-bidadari cantik ini menikah dan membangun rumah tangga.

Mulai banyak yang berubah, dulu kami sangat dekat saling bercerita, curhat, sedih dan senang bersama, saling berkunjung, belanja, dan banyak melakukan hal lain selalu bersama-sama. Kondisi ini berubah ketika satu persatu mereka menikah. Wajar memang rasa kehilangan itu begitu besar saya rasakan. Dampaknya sulit membuat gerak saya menjadi sempit dan serba sulit. Sulit untuk sekedar berkumpul atau saling berkunjung atau bahkan pergi bersama-sama bahkan untuk sekedar menelpon atau SMS saja rasanya mereka tidak sempat lagi.

Sebagai manusia biasa rasa kehilangan itu sangat wajar saya rasakan. Tapi disisi lain setiap manusia memang harus melangkah lebih maju dan siap menatap masa depan. Tidak kalah penting adalah menyempurnakan separuh agama dengan menikah.

Candaan, ledekan, sindirian bertubi-tubi datang menyapa keseharian saya dirumah maupun ditempat bekerja. Dan lebih-lebih ketika datang waktu mengaji. Hanya saya yang tinggal pergi maupun pulang sendiri tanpa diantar atau dijemput sang suami.

Kesedihan itu kian menjalar dalam relung hati saya bukan karena saya belum menikah tapi rasa kehilangan yang sangat besar dan harus belajar kembali memahami posisi-posisi mereka saat ini. Marah rasanya jika sedang bepergian menemani saya mereka disuruh pulang oleh suami hanya karena belum masak dirumah sang suami belum makan.

Sedih rasanya tidak bisa menemani saya karena harus ikut kegiatan suami. Kesal rasanya harus pulang sendiri sementara pergi bersama-sama. Puncaknya islamic book fair kemarin pergi berempat dan pulang berdua. Itupun saya hampir saja pulang sendiri dari istora senayan karena semuanya dijemput disana. Setelah melewati perdebatan panjang akhirnya saya pulang berdua.

Setelah banyak menangis akhirnya berjalannya waktu saya mulai memahami mereka. Bukankah kewajiban sebagai seorang istri memang harus lebih diprioritaskan daripada hanya menemani saya jalan-jalan. Memang sudah seharusnya mereka lebih patuh pada suami daripada harus menemani saya untuk suatu keperluan. Keberuntungan mereka sudah punya suami yang siap mengantar dan menjemput mereka darimanapun tempat mereka berakivitas.

Saya mulai lebih mandiri berusaha sendiri dalam banyak hal dan tidak lagi harus bergantung dengan mereka. Mulai mencari sahabat-sahabat baru dalam beraktivitas. Lebih dari semua ini memberikan pelajaran kepada saya arti pentingnya menikah. Untuk pertama kalinya saya merasa iri dengan teman-teman dan sahabat-sahabat saya semua yang sudah menikah. Karena selama ini saya selalu merasa santai dan masih muda.

Menikah berarti menyempurnakan separuh agama. Membuat ibadah menjadi punya nilai sempurna nilai kualitasnya lebih besar daripada yang belum menikah. Mendatangkan banyak rizky. Menguatkan hafalan. Itulah yang saya rasakan ketika sahabat-sahabat ini menikah. Mereka jauh lebih bersemangat dan berkualitas lebih tinggi setelah menikah.

Baraakallah….selamat ya ukhti-ukhti cantik…. Allah ku titipkan tiga bidadari cantik ku pada-MU… terima kasih Engkau memberikan mereka suami terbaik… Lindungi dan jaga rumahtangga mereka agar mereka selalu rukun dan damai sampai tiba masa berkumpul di surga….selalu bersama-sama.. ^_^

Semoga Allah juga menganugrahkan suami terbaik untukku juga untuk para ukhti-ukhti yang belum menikah. Teruslah memperbaiki diri dan menjaga diri dengan banyak kebaikan.