Siang itu suasana ruang kerja nampak setiap karyawan sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sangat dimaklumi hari itu adalah hari Senin. Namun tiba-tiba “ngeek..”, suara pintu terbuka, seorang Office Boy membawa plastik putih berisi sesuatu yang terlihat berembun.
Ia langsung mendatangi satu meja demi satu meja karyawan, seraya bilang “dari pak Rahmat pak, bu…”. Pas sampai di mejaku, aku baru tahu bahwa yang dibagikan adalah es krim yang dikirim oleh pak Rahmat, seorang manager dari divisi lain.
Seraya menerima pemberian tersebut, aku menyeletuk..”wah produk mana nih..?”, jangan-jangan Israel…!!, maklum saat itu memang baru gencar-gencarnya penyiaran berita tentang kebrutalan Israel menghadang para relawan yang ingin menyalurkan bantuan ke warga Palestina di Gaza.
Tak lama aku menyeletuk, ternyata ada yang menyahut, “lho memang haram dengan produk Israel? dalilnya apa yang menyatakan itu?”.
Dari kisah di atas, ada satu hal yang sangat penting untuk kita bahas. Namun, kita tidak akan membahas tentang kejamnya pasukan Israel alias Yahudi, karena tentang ini Allah telah jelas menyatakan :
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Ibnu Syihab dari Sa’in bin Al Musattab dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Allah melaknat Yahudi dan Nashara karena mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid." (BUKHARI – 418)
Jadi, Allah sebagai Sang Pencipta telah menyatakan terlaknatnya kaum Yahudi, dan tentu kita sebagai hamba yang taat seharusnya tidak ada keraguan lagi mengenai status yang telah diberikan tersebut.
Satu hal lain yang menarik dari sepotong kisah di atas, adalah bagaimana adanya dialog mengenai pemboikotan produk-produk Yahudi, namun ternyata ada yang menyangkal atau kurang menyetujui karena produk-produk Yahudi bukan merupakan produk yang diharamkan oleh Allah.
Sebelum panjang lebar membahas ini, ada sebuah cerita yang sejenak kita renungkan….
“Konon ada di sebuah daerah ada dua orang pedagang beras yang tempat berdagangnya berdampingan. Satu pedagang diantaranya adalah Muslim dan satunya adalah seorang Yahudi. Terlihat toko milik Yahudi sangat ramai dikunjungi pembeli walaupun orang Yahudi itu sangat terkenal sombong dan sangat gemar membuat ribut dengan tetangganya.
Sedangkan toko beras milik Muslim tadi terlihat sangat sepi, terlihat beberapa anaknya diajak berdagang dengan alasan tidak mampu membiayai sekolah, jangankan untuk sekolah, untuk sekedar makan saja terkadang Muslim tersebut harus mencari pinjaman ke sana kemari, namun walaupun ia dalam keadaan seperti itu ia sangat dikenal sebagai orang yang sangat rajin beribadah, mendidik anaknya dan sangat santun terhadap tetangganya.
Setelah diselidiki, mengapa Toko milik Yahudi jauh lebih ramai dibanding toko milik Muslim, ternyata beras milik Yahudi jauh lebih murah dibanding dengan beras yang dijual oleh orang Muslim. Hal ini dikarenakan si Yahudi berbelanja beras langsung ke Petani di daerah Pedesaan dengan menggunakan mobilnya. Sedangkan si Muslim, karena tidak mempunyai mobil, ia berbelanja menggunakan angkot ke agen beras di daerah tersebut”.
Pertanyaan untuk kita sebagai seorang Muslim, seandainya kita bertempat tinggal di daerah tersebut dan ingin membeli beras, toko milik siapakah yang akan kita jadikan tempat berbelanja?
Mungkin, jika kita ingin menghemat pengeluaran lalu ditambah dalil bahwa membeli beras di tempat Yahudi tidaklah haram, maka pastilah kita akan membelanjakan uang kita di tempat Yahudi tersebut dan kita mencoba menutup mata untuk melihat anak-anak pemilik Toko Muslim yang terlantar tidak sekolah.
Lalu menutup mata hati kita untuk melihat “kesengsaraan” yang dialami oleh saudara Muslim kita. Kemudian dengan bangganya kita membawa belanjaan kita melewati depan toko milik Muslim tersebut. Jika seperti itu, mampukah kita bayangkan, bagaimana perasaan saudara satu aqidah itu?
Saudaraku, mungkin kita lupa atau mungkin melupakan pesan dari Rasulullah tercinta :
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim telah menceritakan kepada kami Zakariya` dari ‘Amir dia berkata; saya mendengar An Nu’man bin Basyir berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya)." (BUKHARI – 5552).
Berdasarkan hadist di atas sangatlah jelas bahwa ikatan aqidah seharusnya menghadirkan sikap saling menyayangi, saling mencintai dan sikap care terhadap keadaan muslim lainnya, bukan malah “tak peduli”.
Dan saat ini, jika kita melihat kekejaman Israel alias kaum Yahudi yang berujung kesengsaraan yang dirasakan saudara-saudara kita di Palestine, konstribusi nyata apakah yang dapat kita lakukan? Akankah kita hanya mengatakan kasihan kepada saudara-saudara kita, atau hanya mengatakan bahwa Yahudi itu kejam dan sebagainya?
Padahal kalaupun tak mengatakan itu, semua mata dan hati dunia telah tahu bahwa Yahudi itu kejam dan menyatakan belas kasihan kepada warga Palestina.
Saudaraku, kita tahu bahwa para kaum yang memusuhi Islam atau bisa kita sebut Israel dan Amerika juga sangat kuat dalam sendi perekonomiannya, sehingga satu sendi itu menguatkan sendi yang lainnya.
Dan bukan tidak mungkin jika senjata yang mereka gunakan untuk membantai saudara kita di Palestina adalah hasil dari kekuatan mereka dalam sendi perekonomian mereka.
Maka adakah kesalahan jika kita berusaha melemahkan satu sendi yang real mampu lakukan? Bukan Rasulullah menganjurkan jika ada sebuah kedzoliman atau kejahatan kita dianjurkan untuk melakukan semampu kita?
"Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman." Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib Muhammad bin al-Ala’ telah menceritakan kepada kami Abu Mua’wiyah telah menceritakan kepada kami al-A’masy dari Ismail bin Raja’ dari bapaknya dari Abu Sa’id al-Khudri dari Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab dari Abu Sa’id al-Khudri dalam kisah Marwan, dan hadits Abu Sa’id dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti hadits Syu’bah dan Sufyan." (MUSLIM – 70).
Jadi, ihwal pemboikotan terhadap produk Yahudi Cs bukanlah wilayah mengenai penentuan kandungan dalam produk itu halal atau haram, melainkan hal ini menyangkut sebuah upaya nyata kita sebagai saudara semuslim untuk mencintai saudara-saudara kita di Palestina dan sebuah penegasan yang nyata juga untuk memusuhi kaum Yahudi yang memang harus kita musuhi karena dengan jelas pula Allah telah melaknatnya.
Namun, entah mengapa dalam setiap kampanye pemboikotan, pernyataan yang menyangkal dengan dalih itu selalu muncul. Padahal jelas, dalih itu bukanlah dalih yang tepat dan seakan membutakan diri dari kenyataan yang ada.
Tapi mudah-mudahan tulisan sederhana ini diberkahi oleh Allah sebagai Pemberi Hidayah, sehingga tulisan ini mampu sebagai wasilah hidayah bagi pelontar nada-nada kesumbangan itu, agar juga mau dan mampu melihat dalil yang lain, kemudian menumbuhkan perasaan kecintaannya kepada saudara seaqidah dan mengobarkan api kebencian kepada yang patut dimusuhi.
Seraya merenungkan juga, jika mereka masih tetap mengatakan bahwa produk Yahudi Cs tidaklah haram sebagai dalih, maka apakah menolong saudara semuslim dengan jalan berjuang melemahkan sendi perekonomian musuh juga merupakan langkah yang diharamkan oleh Allah?
Wallahu ‘alam.
Panggih Waluyo (Abu Marwa)