Tentang Sebuah Kematian

Ada sebuah kisah dalam film bertutur tentang perjalanan hidup seorang pemuda menghabiskan hari-hari akhir kehidupannya. Sang pemuda adalah seorang yang menjadi keras hati bersamaan dengan berhasilnya dia menjadi pebisnis sukses. Suatu kesempatan, sang pemuda dihadapkan pada sebuah masalah yang kemudian mengantarkannya pada perenungan tentang ‘kekerdilan’ hidupnya selama ini. Dalam pencarian akan hakikat kehidupan dan cinta yang hakiki, sang pemuda menemukan dirinya terserang sakit dengan vonis dokter sisa usianya berkisar hanya beberapa bulan saja.

Awalnya, dia sangat shock. Kenapa justeru pada saat-saat seperti ini Tuhan ingin memanggilnya? Nasehat seorang temanlah yang kemudian meneguhkannya. Bahwa Tuhan menyediakan hikmah besar untuknya. Mungkin dengan ini Tuhan ingin memberinya nikmat terbesar; mempersiapkan diri menuju kematian. Sebuah kesempatan yang tidak dimiliki semua orang.

Ia pun menyusun hari-harinya kembali. Sederet tanggung jawab kehidupan yang harus diselesaikannya disusun sedemikian rupa. Membayar kesalahan pada bawahan, menemani orang tua, berbuat baik pada banyak orang hingga menyiapkan bingkisan buat orang-orang dekatnya. Sebuah tekad terpatri dalam dirinya; “Aku tak ingin meninggalkan dunia ini dengan sebuah penyesalan”. Hingga pada saat Tuhan memanggilnya, orang-orang di sekelilingnya melepas dengan derai air mata.

Ini adalah salah satu kisah episode kematian. Kematian adalah sebuah kepastian yang akan menyapa setiap makhluk bernyawa. Dalam QS. Ali Imran: 185 Allah SWT berfirman: “Setiap tubuh yang berjiwa pasti merasakan mati, bahwasanya pahalamu akan disempurnakan (dibayar) di hari kiamat. Barang siapa dihindarkan dari neraka dan diangkat ke sorga, sungguh menanglah dia. Tiadalah kehidupan di dunia ini, kecuali hanya kesenangan palsu yang memperdaya”. Setiap oarng menyadari bahwa hidup ini ada akhirnya. Hanya saja kapan dan bagaimana kita akan menghadapi kematian, tak seorang pun yang tahu. Firman Allah SWT: “Seseorang tidak tahu pasti apa yang akan diperbuatnya besok pagi, dan tidak pula mengetahui secara pasti di bumi/daerah mana ia akan mati” (QS. Luqman: 34).

Vonis-vonis dokter pun sangat terbatas, hanya pada sedikit kasus dan itupun bukan harga mutlak. Dokter hanya bisa memberi perkiraan -sekitar- berdasarkan keilmuan. Bisa jadi benar, bisa jadi salah. Sebab, sekali lagi hidup dan mati benar-benar menjadi rahasia Allah SWT. Berapa banyak orang yang sehat sentosa tiba-tiba meninggal mendadak. Berapa banyak orang yang selamat dalam kecelakaan-kecelakaan maut. Atau berapa banyak orang yang sembuh dari penyakit kritis yang divonis tak terobati.

Ajal akan datang pada saat yang Allah tetapkan, tanpa ada yang bisa menunda atau mempercepatnya. “… ketika ajal mereka tiba, mereka tiada daya menangguhkannya ataupun menyegerakannya sesaatpun” (QS. Al-A’raf: 34).

Ketentuan ini memberi isyarat bagi kita untuk senantiasa bersiap-siaga menuju kematian. Jangan pernah berpikir, andai saja Allah memberikan isyarat pada tiap manusia beberapa bulan atau pekan menjelang kematiannya, pasti setiap manusia akan bersiap. Andai saja itu yang Allah berikan, bisakah kita membayangkan bagaimana harmoni hidup ini berjalan?

Setiap hari sekian banyak orang yang mendapat isyarat kematian akan menunjukkan berbagai ekspresi. Ada yang frustasi karena tengah mereguk berbagai kenikmatan, atau karena terlalu banyak dosa yang harus ‘ditebus’. Ada yang kemudian secara tiba-tiba ‘meninggalkan’ kehidupan duniawi: menjual perusahaannya untuk diinfakkan; memborong makanan untuk memberi makan anak yatim; shalat sepanjang siang dan malam hingga melalaikan hak keluarga dan lain sebagainya. Ada pula yang meminta “Tuhan jangan Kau ambil nyawaku”, seperti syair yang dinyanyikan Ungu.

Orang-orang sibuk membuat rekaman video kehidupan sebagai kenangan. Penjaga pekuburan pun sudah menyiapkan daftar penggalian kuburan. Sementara orang-orang yang belum mendapat isyarat, berjaga-jaga menanti hari yang ditentukan untuk orang-orang terkasihnya dengan perasaan yang bercampur aduk.

Naudzubillah… Betapa mengerikannya kehidupan yang seperti itu. Maha Suci Allah, yang senantiasa memberikan yang terbaik untuk makhlukNya. Lebih dari itu, rahasia kematian juga mengajarkan produktivitas tinggi pada manusia. Karena tidak tahu kapan akan dipanggilNya, maka manusia diajarkan senantiasa mencetak karya-karya terbaik sepanjang masa. Manusia juga diajarkan untuk senantiasa membina hubungan silaturahim yang baik dengan semua orang di setiap kesempatan.

Alangkah indahnya dunia ini tatkala setiap orang menyadari hakikat kabar kematian yang tersembunyi. Hal terpenting bukanlah tentang kapan dan dengan cara apa kita menutup lembaran kehidupan kita di dunia ini. Tapi bagaimana akhir kisah yang kita ukir dalam lembaran-lembaran itu. Hal terpenting adalah tak ada penyesalan ketika kita meninggalkan dunia ini. Kematian kita menjadi sebuah kabar duka bagi setiap oarng yang sempat maupun yang tidak sempat mengenal kita, sehingga rangkaian do’a pun mengalir laksana mata air. Dan pada saatnya di yaumil akhir nanti, kita bisa bertemu Allah SWT dalam sumringah wajah ketaqwaan. Akhirnya, tuntunan kekasih Allah -Rasulullah SAW- benar-benar menjadi rumus pamungkas bagi kita dalam menjalani hidup ini: “Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kau hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kau akan mati esok hari”.