Tiba Waktunya untuk Kembali

Menapaki sebagian jalan-jalan di masa kecil kali ini, ada perasaan lain yang berbeda. Rasa itu tidak dapat dilukiskan. Kali ini perjalanan yang dlakukan bukan hanya sekedar mengenang potongan-potongan kejadian masa kecil, lebih dari itu adalah menghadiri peristiwa yang setiap orang akan menghadapinya.

Saat melewati daerah tempat tinggalku dulu, di sekitar wilayah semeru, selintas kulihat gedung yang dulunya RSJP(rumah Sakit Jiwa Pusat) Bogor, kini menjadi RS Dr. Marzuki Mahdi, dulu aku sering bermain ke daerah sana, apalagi kalau ada acara tujuh belas agustusan, ramai sekali.

Sewaktu kecil, untuk bisa menonton acara tujuh belas agustusan, yang pesertanya orang-orang gila (lebih tepatnya orang-orang yang mengalami sakit jiwa), harus memanjat tembok yang membatas wilayah rumah sakit dan perkampungan. Cukup nakal juga untuk ukuran seorang anak perempuan, maklumlah banyaknya berteman dengan anak laki-laki, jadi tak ada sedikit pun kesan feminim anak perempuan.

Melihat orang-orang sakit jiwa itu mengikuti acara perlombaan tujuh belas agustusan rasanya cukup geli dan lucu, kadang terpikir juga, kok teganya para dokter, suster dan mantri mengerjai para pasien sakit jiwa ini. Tapi mungkin itu salah satu upaya untuk sedikit demi sedikit memulihkan ingatan dan kesehatan pasien.
Kepulanganku kali ini adalah untuk melayat. Layatanku kali ini banyak membawa hikmah di dalam episode kehidupanku

Ketika tiba di rumah duka, ada kesedihan yang melanda, tapi itu masih dibatas kewajaran manakala kita ditinggalkan oleh orang yang dekat dengan kita. Kulihat sesosok jenazah yang terbujur ditutupi oleh kain ka. Kucoba untuk sedikit menyingkap wajah yang tertutup kain, tapi tangan ini gemetar dan tak sanggup untuk meneruskannya. Akhirnya kucoba menenangkan diri dengan membacakan surat yasiin. Dengan membacakan surat yasiin, alhamdulillah lebih terasa tenang. Tak lama kemudian jenazah pun akan dimandikan, karena wanita maka aku bisa ikut memandikannya.

Kulihat sesosok tubuh yang sudah tak berdaya, kuusap untuk kubersihkan, terasa kaku dan dingin. Ya Allah, nanti pun aku akan mengalaminya. Dalam keadaan seperti ini setiap manusia sudah tidak bisa menyombongkan diri lagi, harta yang diibanggakan, kedudukan, paras yang rupawan dan kepandaian sudah tak ada artinya lagi.

Terpekur aku, sesaat setelah memandikan jenazah, duhai bekal apa yang telah kupersiapkan.

Terlalu banyak sebenarnya pengingat diri, untuk menyiapkan bekal di kehidupan nanti yang tak akan fana. Namun terkadang kita tak pernah siap-siap dan mempersiapkan diri, banyak sekali permakluman diri, bahkan kadang berusaha untuk lari dari kenyataan bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara. Begitu rakusnya kita akan harta, sehingga berbagai cara dilakukan untuk mendapatkannya, yang berujung pada ujub, takabur dan kemulian diri.

Sesaat kemudian jenazah pun dikafani, kulihat hanya kain putih yang dipakainya, tak ada pernak-pernik perhiasan atau pun baju bagus untuk menghadap Allah yang Maha Kuasa.
Sementara ini terkadang aku berusaha untuk berpenampilan bagus saat bertemu dengan orang yang kita anggap penting.

Setelah dikafani jenazah pun disholatkan, begitu penting arti sholat, sehingga jika sudah tak dapat lagi sholat maka orang lainlah yang akan mensholatkannya. Sementara untuk sholat pun kadang aku suka mengulur-ulur waktu.

Tibalah kini waktunya untuk mengantarkan jenazah kekuburan, tiba-tiba perasaan sedih itu muncul kembali, sepanjang perjalan mengantar jenazah, hanya kebaikan-kebaikan almarhumah saja yang bisa kukenang. Orang baru merasakan kehilangan setelah tidak berada lagi disisnya, apapun itu, baik barang maupun orang yang dekat dengan kita.

Di pemakaman, para pelayat diam terpekur menyaksikan tahap demi tahap prosesi pemakaman. Begitu hening dan menyentuh. Akan seperti ini juga aku nanti pikirku, hanya akan diantar sampai dikuburkan, hanya perlu luas lahan yang sempit, tidak seperti sekarang yang senantiasa berlomba-lomba memperbagus rumah dan luas lahannya, padahal setelah ituaku akan menjalan sendiri kejadian-kejadian berikutnya sesuai dengan bekal amalan apa yang telah kulakukan.

Kini yang bisa kulakukan adalah mendo`akan almarhumah yang tak lain adalah ibuku, yang tak sempat berjumpa sewaktu proses sakit, koma dan meninggalnya, karena prosesnya hanya kurang lebiih 16 jam, dan aku tak menduga akan secepat itu kembali menghadapNYa. " Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya, menghapuskan kesalahannya, memaafkan segala kekeliruaanya, melapangkan dan menerangi Kuburannya, melimpahkan rahmat kepadanya. "

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidsupan dunia itu tak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya. " (QS: 3:185)

Mengenang 40 hari wafatnya ibunda, 23 Desember 2007