Kesan Kartini Feminis adalah Taktik Belanda

Eramuslim.com – Tanggal 21 April selalu menjadi momentum para feminis untuk mengangkat nama Kartini. Di sebagian daerah, para pelajar dan mahasiswa pun menyemarakkan ekspresi Hari Kartini dengan caranya masing-masing.

Namun terlepas dari hal itu, nama Kartini memang cukup menyita perhatian. Di satu sisi, Kartini memang sangat theosofis, namun pada sisi lain Kartini pun dekat dengan Islam, karena di akhir hidupnya, ia sempat berguru ke Kiai Soleh Darat di Semarang. Lalu bagaimana kita harus meletakkan proporsi Kartini? Tiar Anwar Bachtiar, Kandidat Doktor Sejarah UI, memiliki perspektif yang coba menelisik itu.

“Jadi Kartini harus diletakkan sebagai orang awam. Sebagai orang awam, dia akan ketemu apa saja, siapa saja dan dimana saja. Jadi itu posisi Kartini. Jadi jika sempat suatu data menyatakan Kartini ketemu orang-orang teosofi memang sangat wajar. Karena bupati saat itu memang dekat dengan tokoh-tokoh theosofi Belanda. Apalagi dia kan pelajar di Sekolah Belanda dan gurunya juga pasti kan ada yang terlibat Theosofi. Jadi jika ia terpengaruh theosofi itu mungkin. Tapi tidak hanya terpengaruh theosofi, dia juga terpengaruh liberalism dan feminis ekstrimis-nya Stella Zeehandelaar.” Ujarnya kepada Eramuslim.com, sewaktu ditemui di kampus UI, Depok.