Ahli Gizi Tidak Menganjurkan Susu Kental Manis sebagai Pengganti Susu

eramuslim.com – Pada masyarakat Indonesia, masih banyak kesalahan terkait penggunaan kental manis sebagai pengganti susu. Nyatanya, konsumsi kental manis ini tidak bisa menjadi pengganti susu.

Guru Besar di bidang Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, tidak menganjurkan konsumsi kental manis sebagai pengganti susu.

“Saya sangat tidak menganjurkan kental manis untuk diberikan kepada bayi atau anak-anak, bagi orang dewasa pun tidak terlalu baik,” kata Ali beberapa waktu lalu dilansir dari Antara.

Kental manis atau dikenal sebagai susu kental manis (SKM), menurut Ali, mengandung susu yang diuapkan sehingga menjadi lebih kental. Susu yang diuapkan itu mendapat tambahan kandungan gula dan karbohidrat yang sangat tinggi sehingga membuat kental manis tidak baik dijadikan asupan gizi untuk bayi dan anak-anak.

“Ini ibarat kita membohongi anak-anak kita karena memang bentuknya seperti susu dan rasanya enak, namun, bila rutin mengonsumsi risiko obesitas pasti terjadi,” kata Ali.

Ali menyebut kandungan susu pada kental manis sangat minim. Komposisi kental manis 60 persen di antaranya adalah karbohidrat yang terbentuk dari gula dan 30 persen sisanya adalah lemak.

Sementara susu formula, baik yang berbentuk cair maupun bubuk, mengandung kalsium dan protein yang sangat tinggi. Gizi baik pada susu yang sesungguhnya, yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi dan anak-anak, tidak ditemukan pada kental manis.

Ali menyebut kegunaan kental manis hanya sebagai penambah rasa, seperti taburan pada minuman atau makanan, bukan sebagai pengganti susu.

“Ini sebetulnya hanya untuk penambah selera saja,” kata Ali menambahkan.

Obesitas, yang bisa terjadi akibat konsumsi gula yang berlebihan, mempunyai dampak buruk terhadap tumbuh kembang dan kesehatan anak, termasuk aspek perkembangan psikososial.

Anak obesitas berpotensi mengalami berbagai penyakit yang menyebabkan kematian antara lain penyakit kardiovaskular, jantung, hingga diabetes melitus, selain bisa menjadi korban perundungan di sekolah maupun lingkungan sosial lainnya.

 

[Merdeka]