Pernyataan HTI : Tolak Gerakan Sepilis


Tim Advokasi Kebebasan Beragama  mewakili  7 LSM, yakni IMPARSIAL (Rachland Nashidik), ELSAM (Asmara Nababan), PBHI (Syamsudin Radjab), DEMOS (Anton Pradjasto), Perkumpulan Masyarakat  Setara (Hendardi), Desantara Foundation (M. Nur Khoiron) dan YLBHI (Patra M Zen) serta beberapa individu yang selama ini dikenal sangat getol menyuarakan paham Sepilis (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) seperti Abdurrahman Wahid (alm.), Prof. DR. Musdah Mulia, Prof. M. Dawam Rahardjo dan Maman Imanul Haq,  melakukan permohonan uji materiil (judicial review) kepada Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU No 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Inti gugatan terkait UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965 antara lain pada pasal 2 dan pasal 156 huruf (a) yang besisi ancaman pidana bagi organisasi dan pribadi yang melanggar ketentuan sesuai pasal 1 yang bunyinya: untuk tidak menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia (Islam) atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

Gugatan yang dilakukan oleh Kelompok Liberal ini mengisyaratkan satu hal utama, yakni pengagungan yang luar biasa terhadap HAM dan paham liberalisme. Bagi mereka, tidak ada nilai tertinggi kecuali HAM dan kebebasan atau liberalisme, karenanya semua perkara, termasuk ketentuan-ketentuan agama harus tunduk pada doktrin HAM dan paham ini, meski nyata-nyata ada tindakan yang merusak kemuliaan dan kemurnian agama.  

Berdasar pada prinsip ini, dengan berbagai cara Kelompok Liberal ini mendukung keberadaan Ahmadiyah, juga aliran-aliran sesat lainnya seperti Salamullah (Lia Eden),  Al-Qiyadah (Mosadeq) dan lainnya. Dukungan terhadap aliran-aliran sesat merupakan bagian dari proyek Liberalisasi Agama, yang tidak lain merupakan proyek untuk merusak dan menghancurkan agama Islam. Ini adalah proyek besar.

Jika Ahmadiyah diakui eksistensinya, maka ini menjadi pintu masuk untuk merusak bagian-bagian Islam lainnya serta melemahkan kekuatan umat Islam dalam usahanya untuk mewujudkan kehidupan yang Islami demi tegaknya kembali izzul Islam wal muslimin.

Berkenaan dengan hal itu, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:

  1. Meminta kepada MK untuk menolak permohonan tersebut. Sebab bila permohonan itu dikabulkan dan UU Nomer 1 PNPS Tahun 1965 dicabut, maka praktis di negara ini tidak ada lagi aturan yang melarang  terjadinya penghinaan atau pelecehan terhadap agama. Orang akan bebas menghujat agama dengan alasan HAM dan kebebasan. Penyimpangan agama akan tumbuh subur dan tidak bisa dihentikan. Pengacak-acakan al-Quran dan hadist akan leluasa dilakukan. Aliran-aliran sesat juga akan bebas berkembang di masyarakat. Bila UU tersebut dihapus, tindakan Imam Tontowi dan kelompoknya yang diantaranya mengajarkan jika wanita mau suci maka ia harus ditiduri dulu oleh imamnya, juga kelompok-kelompok sesat lain, yang menjalankan ajaran agama secara bebas tanpa batas ini tidak bisa disalahkan. Oleh karena itu, semestinya UU Nomer 1 PNPS Tahun 1965 tersebut harus diperkuat, bukan malah dihilangkan.
  2. Melalui Tim Pembela Muslim (TPM) pada hari Selasa 2 Februari 2010, HTI mengajukan dokumen perlawanan kepada MK sebagai bentuk penolakan terhadap gugatan tersebut di atas.
  3. Menyerukan kepada umat untuk bangkit  dan bergerak melawan setiap  usaha yang akan mencabik-cabik kemuliaan dan kemurnian Islam, termasuk usaha untuk mengembangkan paham Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme bahkan Atheis (Sepilis A) di antaranya melalui tuntutan pencabutan UU Nomer 1 PNPS Tahun 1965 yang menginginkan  liberalisme agama tanpa batas. Umat Islam wajib bersatu dan melawan setiap upaya liberalisasi agama yang terang-terangan bertentangan dengan ajaran Islam. Jika berdiam diri, maka umat ini betul-betul akan menjadi sekerumunan manusia yang hilang haybah-nya (kemuliaan dan kewibawaannya) di hadapan musuh yang siang dan malam mengintai untuk menghancurkan diri dan agamanya.
  4. Menyerukan kepada umat untuk sungguh-sungguh berusaha mewujudkan kehidupan Islami  dimana di dalamnya diterapkan syariah Islam. Dalam kehidupan Islam di bawah naungan Khilafah, dipastikan usaha merongrong Islam tidak akan bisa dilakukan karena dalam pandangan Islam, negara wajib melindungi keyakinan warga negaranya, khususnya agama Islam, dari segala bentuk penistaan.

Wassalam,
Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia
Muhammad Ismail Yusanto
Hp: 0811119796 Email: [email protected]

Humas HTI JABAR
Luthfi Afandi
081320752553 Email: [email protected]