Dr. Lutfi Fathullah, MA: Syeikh Albani Punya Kelebihan dan Kekurangan

Doktor ilmu hadits putera Betawi asli ini merupakan murid langsung dari Syaikh Ramadhan Al-Buthi dan Wahbah Az-Zuhayli. Keturunan dari Guru besar di bilangan Kuningan Jakarta, almarhum Guru Mughni, ini bercita-cita untuk membuat indeks hadits yang belum pernah dibuat di negeri ini.

Eramuslim menemui beliau di kediamannya di jalan Gatot Soebroto, di belakang Masjid megah Baitul Mughni (2/9). Berikut petikan wawancara dengan beliau

Apakah nama proyek ini?

Indeksasi kitab-kitab hadits. Kami mengumpulkan 50 kitab hadits yang top di dunia. Dari jumlah itu dibagi lagi, 25 kitab yang terkenal di dunia Islam dan 25 kitab lagi yang terkenal di Indonesia. Mungkin di Saudi tidak terkenal dan orang di sana malah tidak mengenal kitab itu. Tapi justru di pesantren-pesantren kitab ini menjadi rujukan dan dibaca. Nah, kita membuat indeksnya.

Apa latar belakang pemikiran dan tujuan dari proyek ini?

Kita umat Islam selama ini punya kitab indeks yang paling lengkap namanya Mausu’atul Athraf, karangan Zaghlul. Terbitnya sekitar tahun 1989. Kitab itu sangat menolong orang dalam mencari hadits. Beliau awalnya mengkover sekitar 150 hadits, sekarang ini sudah mencapai 250 hadits. Tapi dengan segala kelebihannya, juga ada kekurangan dan kesalahannya.

Apa keunggulan atau keistemewaan proyek ini?

Pertama, proyek ini akan meminimalisir kesalahan-kesalahan tadi. Terus yang kedua, nanti kitab ini ada ‘warna’ Indonesianya. Kalau karangan Zaghlul itu tidak ada indeks untuk kitab-kitab hadits yang beredar dan digunakan di pesantren negeri kita. Kitab Durratun Nashiihin, Nashaihud-diniyah dan Nashaihul Ibad tidak ada di situ. Kitab itu berwarna arab, sedangkan proyek ini ada warna Indonesianya.

Tujuannya untuk memudahkan, misalnya kita ngaji di pesantren mana, membaca kitab Nashaihud-Diniyah misalnya, haditsnya katakanlah aljannatu tahta aqdamil ummahat, maka kita buka indeks itu, maka hadits itu ada di dalam kitab ini dan ini. Silahkan merujuk ke kitab-kitab yang telah kita buatkan indeksnya.

Seandainya proyek ini telah rampung, siapa yang akan diuntungkan?

Pada dasarnya semua orang Islam, tetapi khususnya adalah para asatidzah (para ustadz-red), termasuk kelas santri dan mahasiswa. Kalau untuk orang awam mungkin memang agak kesulitan. Tetapi santri dan mahasiswa akan sangat diuntungkan.

Adakah pihak-pihak yang sudah mengerjakan proyek sejenis?

Sebenarnya ulama dahulu sudah punya kitab indeks seperti ini. Ibnu Hajar sudah punya kitab seperti ini. Juga dengan Al-Junaidi, beliau punya juga. Cuma untuk yang konvensional, ada yang bersifat mu’jamul mufahras, tapi yang kita bicarakan adalah athraf. Athraf itu indeks ujung atau awal hadits.

Sebenarnya di tiap kitab, sudah ada indeks ujung hadits-haditsnya, jadi kalau secara satu buku sudah banyak sekali. Tetapi yang merangkum sekian banyak kitab sampai 50 buah, memang belum ada. Di sinilah peran kita.

Mengapa selama ini belum dilakukan? Apa alasannya? Padahal di Indonesia kan banyak ulama

Faktor kepekaannya yang membuat sulit dan orang yang peduli serta menguasai ilmu hadits itu jarang di negeri kita.

Seharusnya dikerjakan oleh siapa?

Kalau perorangan pasti tidak mampu, karena waktu yang dibutuhkan panjang. Kalau pun perorangan harus dibantu dengan team. Tiap team harus terdiri dari beberapa orang.

Seharusnya saya dibantu oleh mahasiswa pasca sarjana, jurusan tafsir hadits. Tapi jumlah mereka sedikit. Maka saya memilih mahasiswa S-1, karena masanya agak panjang dan jumlahnya banyak.

Berapa lama perkiraan proyek ini bisa dikerjakan dengan jumlah seperti ini?

Permasalahannya mereka tidak ada yang fulltime, semua partime. Mereka masih harus kuliah, menghafal Quran dan sebagainya. Kalau mereka bisa full time mengerjakannya, dan mereka berjumlah 21 orang mahasiswa, saya perkirakan akan selesai setahun. Setengah tahun untuk awal dan setengah tahun untuk revisi.

Adakah yang mendanai?

Sampai sekarang belum ada. Tetapi ini memang saya kerjakan bersama para mahasiswa saya. Bagi mereka akan menjadi tugas akhir atau skripsi. Proyek ini dibagi kepada 21 orang mahasiswa. Masing-masing dibagi berdasarkan abjad. Misalnya, ada dua atau tiga mahasiswa mengerjakan hadits-hadits yang ujungnya berhuruf alif, yang ujungnya berhuruf ba’ dan ta’ dikerjakan oleh mahasiswa lain lagi. Dan begitu seterusnya. Nanti hasilnya menjadi skripsi. Jadi bebannya adalah beban skripsi.

Nanti kalau mau dicetak, perkiraan saya tebalnya antara 4 sampai 5 jilid, tiap jilid sekitar 500 halaman, total sekitar 2. 500 halaman. Berarti biayanya sekitar 250. 000 rupiah per edisi.

Sebenarnya boleh inden, 6 bulan lagi baru dikasih. Kalau ada 1. 000 orang inden kan sudah jadi.

Sudah diajukan ke mana saja proyek ini?

Sudah pernah diajukan ke Departemen Agama, juga ke Rabithah Alam Islami, juga sudah dikampanyekan. Namun memang kepentingannya tidak berkait langsung dengan masalah. Ini tidak menyelesaikan masalah umat, kesabaran atau problematika umat, hanya membantu di bidang hadits. Kalau merasa keshahihan hadits itu penting, maka ini menjadi penting. Tergantung cara pandang.

Bisakah proyek ini diarahkan sehingga bisa menjadi produkif dari segi keuangan, dijual misalnya?

Kalau mau dibilang komersial ya susah. Pertama karena ini untuk konsumsi ustadz, tapi sayangnya para ustadz kita itu jarang beli buku. Yang mungkin adalah kampus dan pondok pesantren, tetapi daya beli mereka juga kita tahulah, lemah juga. Keinginan kampus untuk beli pun lemah.

Sekarang kan sudah era digital, ada terpikir dibuat dalam bentuk CD misalnya?

Bisa saja, cuma ada nggak orang yang bisa mengerjakannya. Kalau mau, sangat welcome. Kami yang berkecimpung di sini, sudah nawaitu untuk tidak komersil. Ambil untung bolehlah, tapi jangan seperti menjual buku seperti pada umumnya.

Ini bahasa Arab atau bahasa Indonesia

Bahasa arab, tetapi pengantarnya dalam bahasa Indonesia. Semua petunjuknya dan cara penggunaannya dalam bahasa Indonesia. Teksnya yang bahasa arab.

Mengapa ustadz tertarik belajar ilmu hadits?

Pertama, karena ilmu hadits di Indonesia sangat jarang yang menguasainya. Kedua, mungkin karena ketika saya S-1, saya banyak mengaji kitab hadits, sampai kepada beberapa orang guru. Saya berguru hadits pertama kali kepada syeikh Syaukat Al-Jabali, membaca Shahih Muslim, kebetulan saya tinggal dekat rumah beliau saat di masih kuliah S-1 di Damaskus, Syria. Kedua, saya mengaji kepada Syeikh Husein Khattab hingga beliau meninggal dunia.

Untuk shahih Bukhari, saya mengaji 5 tahun dengan Syeikh Musthafa. Dan juga dengan syeikh Kuraim Roji, meski tidak terlalu lama karena waktunya berbarengan dengan pengajian dengan Syeikh Ramadhan Al-Buthi. Saya juga mengaji dengan Syeikh Nurudin ‘Ithr, tokoh besar ilmu hadits.

Itu semua di luar jam-jam kuliah kampus?

Ya, semua di luar jam-jam perkuliahan saya di Syiria.

Apakah tokoh ahli hadis tempat ustadz belajar itu tidak ada di Indonesia?

Tidak ada, yang seperti mereka memang tidak ada. Di Indonesia saya sudah ikut banyak khatam shahih bukhari dalam bulan rajab kemarin, tetapi bacanya ‘lempang’ saja. Kalau kami membacanya satu per satu

Tapi bisa disebut tidak pakar hadits di zaman dulu?

Mungkin di zaman dulu Syeikh Nawawi Banten, boleh dibilang begitu, meski beliau lebih kuat di sisi ilmu fiqih dan tasawuf, tidak terlalu kuat di bidang hadits. Namun beliau banyak tahu. Kalau kelas muhaddits mungkin belum. Yang paling menonjol sekali memang Seikh Yasin Padang, memang beliau alim yang ahli.

Kalau untuk masa sekarang selain Ustadz?

Saya bukan ahlinya, mungkin kalau tidak ada lagi yang lain mungkin teman-teman yang lain mungkin. Dari ulama yang mengkaji hadits benar-benar, sepertinya belum. Karena dari semua ulama yang mengajar hadits bukhari yang saya ikuti, hampir semuanya barakatan bukan dirasatan.

Karya ustadz lainnya?

Saya sudah menulis 26 judul buku, tapi yang dicetak baru 24 kitab. Sedangkan yang khusus terkait dengan hadits adalah rumus-rumus rijal hadits, ada juga tentang hadits keutamaan Al-Quran, hadits pahala dan keutaman hajim umrah, ziarah

Kalau tesis?

Judulnya rusumut tahdits fi ulummil hadits

Kalau disertasinya?

Disertasi saya judulnya adalalah takhrij hadits durratun nasihin, dalam bahasa Indonesia sudah diterjemahkan baru 5 bab dari 55 bab. Harusnya dicetak komplit, banyak ustadz yang minta, tapi banyak juga yang protes dan komplain.

Maksudnya?

Karena ternyata mereka baru tahu bahwa hadits yang mereka selama ini pakai palsu. Di kalangan tradisionalis saya banyak tidak diterima, tapi kalau di kalangan akademisi atau mereka yang paham benar tentang hadits, banyak diterima.

Pandangan ustadz tentang Syeikh Nasiruddin Al-Albani?

Beliau adalah salah satu pengkaji hadits kontemporer, tapi kalau beliau ditempatkan lebih tinggi dari ulama klasik seperti ibnu hajar, rasanya kurang tepat. Apa yang beliau lakukan banyak yang bagus tapi ada juga ada yang masih harus diberikan catatan.

Tapi kalau orang menilai Albani tidak pakar dalam hadits, juga kurang tepat. Tapi ditempatkan sebagai muhadditsu-dunya, atau orang yang paling pakar, lebih pakar dari Ibnu Hajar, As-Sakhawi atau misalnya Abu Ghuddah, itu juga rasanya kurang bijak. Saya menemukan banyak kesalahan dan kekhilafan beliau, tapi dengan kesalahan ini saya tidak mencaci maki beliau.

Ada contoh?

Saya punya data otentik bukan contoh satu tapi 5 jilid, bukan karya orang tapi karya saya sendiri dan anak didik saya sendiri itu pake komputer data, halaman bukan tuduhan tapi hakikat karena dilengkapi dengan data otentik

Belum diterbitkan?

Belum, dari segi komersil mungkin kurang diminati. Tapi mudah-mudahan, Insya Allah, suatu nanti hari bisa diterbitkan. (Swt/rz)