Pasca Laporan Wikileaks, Sekutu pun Jadi Ikut "Serang" AS

Tekanan agar pemerintah AS melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya "kejahatan kemanusiaan" yang dilakukan militer AS selama perang di Irak, terus mengalir setelah situs Wikileaks membuktikan janjinya memublikasikan 400.000 dokumen rahasia militer AS terkait perang di Irak selama tahun 2004-2009.

Organisasi hak asasi internasional, bahkan negara-negara yang menjadi sekutu AS di Irak pun ikut "menyerang" AS setelah membaca dokumen-dokumen yang dipublikasikan Wikileaks.

Dewan Kerjasama Negara-Negara Teluk mendesak agar pemerintah AS menyelidiki laporan-laporan yang dipublikasikan Wikileaks itu secara serius dan transparan. "AS bertanggung jawab atas kejahatan dan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan tentaranya di Irak," kata Sekretaris Jenderal Dewan Kerjasama, Abdulrahman Al-Attiyah.

Deputi Perdana Menteri Inggris Nick Clegg pun ikut berkomentar bahwa apa yang dirilis oleh Wikileaks "sangat serius" dan publik ingin tahu apa "jawaban" pemerintah AS.

"Kita meratapi bagaimana dokumend-dokumen itu bisa bocor, tapi saya pikir, tuduhan-tuduhan yang dibuat luar biasa serius. Dokumen-dokumen itu sangat menyedihkan saat dibaca. Saya kira pemerintah AS akan memberikan jawabannya," kata Clegg.

Ia menambahkan, apapun yang menunjukkan adanya pelanggaran terhadap aturan perang dan konflik, atau terjadi penyiksaan yang direstui, perlu dilakukan penyelidikan. Inggris menjadi salah satu koalisi AS dalam perang di Irak.

Sampai hari ini, pemerintahan Barack Obama belum memberikan respon atas dokumen-dokumen yang mengungkap "kejahatan perang" AS di Irak. Namun para tokoh dari Partai Republik mulai buka suara. Pete Hoekstra, anggota Komite Intelijen Senat AS, mengatakan dokumen rahasia militer AS yang dirilis Wikileaks hari Jumat pekan kemarin "membuka kembali luka lama".

"Jika ada informasi tentang tindak kriminal dan problem yang sistemik, harus ditindaklanjuti. Tapi, jangan timbulkan kontroversi jika memang hal itu tidak ada. Sudah cukup banyak persoalan di Irak tanpa harus kembali ke belakang," kata Hoekstra dalam siaran di jaringan televisi Fox.

Sekutu AS lainnya di Irak, Australia mengatakan bahwa bocornya dokumen rahasia militer itu akan membahayakan pasukan asing yang masih ada di Irak. Menteri Pertahanan Australia Stephen Smith bahkan menegaskan akan mengkaji dokumen-dokumen yang dibocorkan Wikileaks itu dengan sungguh-sungguh.

Negara Denmark yang juga ikut mengirimkan pasukannya ke Irak menyatakan akan menyelidiki laporan bahwa tentara-tentara Denmark juga melakukan "kejahatan" di Irak, seperti yang disebutkan dari beberapa dokumen yang dibocorkan Wikileaks Jumat kemarin.

"Kami ingin melihat dokumen-dokumennya dengan mata kepala kami sendiri dan membandingkannya dengan informasi yang kami miliki," kata Juru Bicara Komando Pertahanan Denmark Torben Kjedsen.

Menurut laporan media massa di Denmark, pasukan Denmark menyerahkan 62 tahanan pada otoritas pemerintah Irak meski mereka tahu para tahanan itu akan diperlakukan tak manusiawi oleh aparat Irak.

Sementara itu, Human Rights Watch (HRW) dalam pernyataannya mengatakan, pemerintah AS maupun Irak harus melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran yang dilakukan tentara-tentaranya. Sedangkan Amnesty International mendesak Washington untuk juga menyelidiki sejauh mana pejabat pemerintah mengetahui adanya "kejahatan" kemanusiaan itu.

Dalam keterangannya di London, hari Sabtu kemarin, pemilik situs Wikileaks Julian Assange kembali menegaskan bahwa ia ingin mengungkap "kebenaran" tentang apa yang sebenarnya dilakukan pasukan asing dalam perang di Negeri 1001 Malam itu.

"Kebanyakan perang dimulai oleh negara-negara demokratis, dan melibatkan kebohongan. Jika kebenaran itu terungkap lebih awal, mungkin kita tidak menyaksikan perang-perang semacam ini," tukas Assange. (ln/mol)