Hukum Bercampur di Siang Ramadhan, Zina, dan Kaffarat

Assalamu’alikum Wr. Wb.

Semoga keberkatan atas rahmat dan hidayahnya tercurah untuk kita semua. Amin..

Ustad saya mau bertanya tentang hukum kaffarat. Saya masih kurang jelas di sini. Yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah membayar kaffarat dengan membayar 60 orang miskin atau hanya dengan berpuasa 2 bulan berturut-turut? Boleh kita memilih salah satu atau ada ketentuan lain?

Artinya ketika kita mampu untuk berpuasa 2 bulan berturut-turut namun di samping itu ada cara efektif yang lebih simpel yaitu memberi makan 60 anak yatim dan kita lebih memilih hanya memberi makan 60 anak yatim karena dipandang lebih efektif apah hal ini sah-sah saja, ustadz?

Atau memang harus diperioritaskan yang lebih berat dulu yakni berpuasa 2 bulan berturut-turut? Mohon penjelasannya, ustadz.

Pertanyaan kedua adalah ketika ada orang yang berzina di siang hari Ramadhan, bagaimanakah dosanya dan cara ia bertobat karena yang saya tahu ini merupakan dosa besar. Dan apakah dosanya dapat diampuni oleh Allah SWT? Terkait dengan kaffarat, apakah orang tersebut juga harus membayar kaffarat? Apa bentuk kafaratnya?

Pertanyaan yang ketiga, apakah jika seseorang berhubungan di siang hari Ramadhan dapat membatalkan puasa? Bagaimana jika orang tersebut meneruskan puasanya, akankah dia mendapat pahala puasa?

Jazakallah Ustadz, jawaban ustad sangat saya tunggu secepatnya.

Wassalamu’alikum Wr. Wb.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ketiga jenis kaffarat itu bukan pilihan, melainkan alternatif keringanan yang Allah berikan khusus buat mereka yang nyata-nyata tidak mampu.

Maka yang sebenarnya harus dilakukan adalah membebaskan budak, bukan puasa 2 bulan atau memberi makan 60 fakir miskin. Kaffarat baru bisa diganti dengan berpuasa 2 bulan berturut-turut, manakala secara akal sehat dinyatakan orang tersebut tidak mampu mengerjakannya. Misalnya, karena harga budak yang tinggi sekali, atau malah karena di masa sekarang ini memang tidak ada lagi budak.

Maka barulah kaffarat itu boleh diganti dengan puasa 2 bulan berturut-turut. Dan tidak boleh diganti begitu saja dengan memberi makan fakir miskin sebanyak 60 orang, kecuali bila seseorang dinyatakan oleh dokter tidak mampu berpuasa, lantaran kesehatannya tidak mengizinkan. Atau orang itu adalah seorang tua bangka yang ringkih, kurus kering, kurang gizi dan tidak sanggup berpuasa.

Adapun bila seseorang sehat wal afiat dan segar bugar bahkan kaya, haram hukumnya mengganti kaffarat begitu saja menjadi memberi makan 60 orang fakir miskin.

Apalah arti memberi makan 60 fakir miskin? Betapa murahnya harga nominal kaffarat itu. Coba kita hitung, anggaplah sekali makan sampai kenyang hanya Rp 10.000 x 60 orang, kan baru Rp 600.000. Sangat tidak ada artinya buat orang yang bergaji besar pegawai kelas menengah. Kalau memang demikian, sekalian saja tidak usah puasa selama 30 hari, kan baru 600.000 x 30= 18 juta. Buat seorang pejabat, pengusaha, wakil rakyat dan orang-orang sekelasnya, murah sekali bukan?

Karena itu kalau bukan karena vonis original dokter yang menyatakan pasiennya tidak mungkin berpuasa, maka tidak ada kebolehan mengganti kaffarat puasa 2 bulan berturut-turut menjadi memberi makan 60 fakir miskin.

Berzina di Bulan Ramadhan

Orang yang berzina di bulan Ramadhan, berdosa berkali lipat.

  • Pertama, dosanya adalah dosa membatalkan puasa, untuk itu dia harus mengqadha’nya di hari lain.
  • Dosa yang kedua, dia berdosa telah melakukan hubungan seksual di bulan Ramadhan dan merusak kesuciannya, maka dia wajib membayar kaffarat dalam bentuk membebaskan budak. Bila tidak dimungkinkan secara teknis, maka harus berpuasa 2 bulan berturut-turut.
  • Dan dosa yang ketiga, dia berdosa karena berzina, hukumannya adalah cambuk 100 kali dan dibuang (diasingkan) selama 1 tahun. Tapi kalau dia sudah beristri, hukumannya beda. Yaitu dihukum rajam (dilempari dengan batu di hadapan umum) hingga nyawanya lepas.

Tetapi Allah SWT adalah Tuhan Maha Pengampun, sebesar apapun dosa seorang hamba, maka ampunan Allah lebih besar lagi. Asalkan di hamba itu serius mau bertobat dan minta ampun.

Tapi ada 3 syarat dasar yang secara mutlaktidak boleh luput:

  • Berhenti total dulu dari perbuatan maksiatnya itu
  • Menyesali dengan sungguh hati atas apa yang terlanjur dilakukannya
  • Bertekat bulan tidak akan pernah lagi terbersit untuk melakukannya kembali

Setelah dasar syarat ini terpenuhi, maka syarat intinya adalah dia wajib menunaikan hukuman atau kaffarah, yaitu mengqadha` hari yang dirusaknya, ditambah puasa 2 bulan berturut-turut, lalu menjalani hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan setahun, atau bila sudah pernah beristri maka harus siap untuk dirajam.

Khusus masalah cambuk dan rajam ini, yang bertanggung-jawab atas pelaksanaannya bukan dirinya, melainkan penguasa yang sedang memerintah. Sedangkan peran dirinya adalah merelakan dirinya dan menyerahkan diri untuk dirajam atau dicambuk.

Kalau ternyata penguasa yang sedang memerintah tidak mau menjalanan hukum syariat pencambukan atau perajaman, bukanlah dosa di pelaku zina. Selama dia sudah siap dan menyerahkan diri, maka di sisi Allah dia sudah dianggap menjalankan hukumannya.

Dosa tidak terlaksananya hukum cambuk dan rajam sepenuhnya ada di pundak para penguasa, yang tidak mau menjalankan syariat Islam. Kemudian ditambah menjadi dosa rakyat yang tidak mau menerapkan syariah karena memilih penguasa yang sekuler dan anti syariah.

Biarlah nanti para penguasa dan rakyat dari kalangan anti syariah itu yang akan berhadapan dengan Allah SWT langsung dan memikul azab pedih di jahannam, nauzu billahi min zalik.

Membatalkan Puasa dengan Sengaja Wajib Imsak

Menurut sebagian ulama, seorang yang membatalkan puasa secara sengaja tanpa udzur syar’i, maka wajib untuk tetap imsak. Maksudnya dia tidak boleh makan dan minum hingga maghrib. Namun tidak dianggap sebagai puasa yang mendatangkan pahala. Imsak itu hanya hukuman dari Allah, lantaran merusak kesucian bulan puasa.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.