Menghadapi Bahaya Syiah

syiah syiahOleh Hartono Ahmad Jaiz (Menyongsong Deklarasi Anti Syiah di Bandung, Ahad, 20 Jumadil Akhir 1435H/ 20 April 2014 M)

Para orang tua di kampung tidak tahu, anak-anak gadisnya yang kuliah di kota ternyata jadi pezina tapi atas nama agama syiah yaitu nikah mut’ah. Itu bukan sekadar berita orang lewat, tetapi sudah berupa hasil investigasi yang bahkan telah dituangkan jadi skripsi di sebuah perguruan tinggi di Makassar. Laporan LPPI Makassar itu dapat dibaca artikel berjudulKeluarga di Kampung Tidak Tahu Kalau Anaknya Mut’ah di Kota .

Itu baru satu persoalan, yakni tentang rusaknya para gadis yang menjadi dambaan para orang tua untuk meneruskan generasi, ternyata telah rusak. Nikah mut’ah yang telah diharamkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai hari qiyamat itu bahkan di antara yang meriwayatkannya adalah Ali bin Abi Thalib yang diklaim oleh syiah sebagai imam tertinggi mereka. Namun periwayatan dari Ali tidak digubris oleh syiah, karena dalam hal nikah mut’ah alias zina tapi diklaim sebagai atas nama agama oeh syiah Iran itu sejatinya hanyalah kelanjutan ajaran bejat dari nabi palsu Majusi bernama Mazdak (died c. 524 or 528).

Mazdakiyah/ mazdakisme itu dinisbatkan kepada Mazdak yang lahir tahun 487 M di Niyabur (Parsi). Yaitu aliran yang mempropagandakan ibahiyah (serba boleh, permissive) yang menghancurkan nilai-nilai dan menggiring kekacauan berlandaskan syahwat dan tidak memperdulikan hubungan-hubungan keluarga dan ukuran-ukuran akhlaq, lepas dari semua keyakinan dan agama. Bahkan aliran itu adalah asal mula komunisme dan biang teori Karl Marx (Marxisme) Propaganda Mazdakisme ini telah mengumumkan bahwa manusia itu dilahirkan sama, maka seyogyanya untuk hidup sama-sama, tidak ada bedanya antara mereka. Dan yang terpenting apa yang diharuskan dalam kebersamaan itu adalah harta dan wanita menjadi milik bersama menurut pelaku-pelaku propaganda ini.

As-Syahros-tani (penulis kitab terkenal, al-milal wan nihal/ agama-agama dan aliran-aliran) berkata: Mazdak menghalalkan wanita-wanita dan harta-harta, dan menjadikan manusia bersekutu di dalam memiliki wanita dan harta itu seperti dalam hal air, api, dan rumput (untuk hewan) dalam hal menjadi milik bersama. (As-Syahros-tani, al-milal wan nihal, halaman 86). Walaupun sekitar seratus tahun setelah itu kemudian orang-orang Parsi (kini Iran) masuk Islam, namun apa yang terjadi? Mereka tetap mempertahankan keburukan yang telah terlanjur merajalela tadi, hanya dimodifikasi sedikit.

Kalau zaman Mazdak yang nabi palsu Majusi, maka yang terngiang di hawa nafsu mereka adalah: Untuk meningkatkan keimanan maka perlu menzinai (isteri) orang. Kemudian setelah mereka masuk Islam, maka yang terngiang di hawa nafsu mereka adalah: Untuk meningkatkan keimanan maka perlu menzinai orang dengan nama nikah mut’ah atau kawin kontrak. Padahal nikah mut’ah jelas sudah dilarang oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya dalam hadits-hadits ini:

عَنْ عَلِيِّ : أَنَّ النَّبِيَّ صلّى الله عليه و سلّم نَهَى عَنْ نِكَاحِ الْمُتْعَةِ يَوْمَ خَيْبَرَ وَعَنْ لُحُوْمِ الْحُمُرِ اْلأَهْلِيَّةِ. (رواه البخارى ومسلم ومالك وغيرهم)

Dari Ali (bin Abi Thalib): Sesungguhnya Nabi صلّى الله عليه و سلّم, telah melarang nikah mut’ah pada hari (peperangan) Khaibar dan beliau pun (melarang) memakan daging keledai-keledai kampung/peliharaan. Hadits Shahih Riwayat: Bukhari (5/78 dan 6/129); Fathu al-Bari, 9/166-167; Muslim, 4/134-135; Syarah Muslim juz 9/189-190; Malik dan Tanwiru al-Hawalik Syarah Muwatha’:  2/74; Tirmidzi (2/295); Nasai’i (6/125 dan 126); Ahmad (1/142); Darimi (2/140). Hadits dalam shahih riwayat Muslim:

3496 – وَحَدَّثَنِى سَلَمَةَ بْنُ شَبِيبٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ أَعْيَنَ حَدَّثَنَا مَعْقِلٌ عَنِ ابْنِ أَبِى عَبْلَةَ عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ قَالَ حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سَبْرَةَ الْجُهَنِىُّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ الْمُتْعَةِ وَقَالَ « أَلاَ إِنَّهَا حَرَامٌ مِنْ يَوْمِكُمْ هَذَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ كَانَ أَعْطَى شَيْئًا فَلاَ يَأْخُذْهُ ». صحيح مسلم – (ج 4 / ص 134)

Dari Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani, ia berkata: Kami bersama Nabi Muhammad SAW dalam suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang dipakai oleh saudaraku itu. Kemudian wanita tadi berkata: Ada selimut seperti selimut._ Akhirnya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam. Keesokan harinya aku pergi ke Masjid Al-Haram, dan tiba-tiba aku melihat Nabi SAW sedang berpidato di antara pintu Ka’bah dan Hijir Ismail. Beliau bersabda: “Wahai sekalian manusia, Aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut’ah. Maka sekarang siapa yang mempunyai istri dengan cara nikah mut’ah, haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya janganlah kalian ambil lagi. Karena ALLAH AZZA WA JALLA TELAH MENGHARAMKAN NIKAH MUT’AH SAMPAI HARI KIAMAT.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim (II/ 1024), Imam Abu Dawud dalam kitabnya Sunan Abi Dawud (II/ 226, 2072), Imam Ibnu Majah dalam kitabnya Sunan Ibnu Majah (I/ 631), Imam al-Nasa’i dalam kitabnya _Sunan al-Nasa’i (VI/ 1303), Imam al- Darimi dalam kitabnya _Sunan al-Darimi (II/ 140) dan Imam Ibnu Syahin dalam kitabnya _al- Nasikh wa al- Mansukh min al-Hadits hal 215).

Betapa miripnya. Lakon nenek moyang majusi sudah seribu limaratusan tahun yang lalu, ternyata masih diterus-teruskan. Padahal itu adalah warisan nabi palsu Majusi. Syiah merobohkan Islam secara keseluruhan Islam yang pedomannya Al-Qur’an dan As-Sunnah, Al-Qurannya dianggap palsu, tidak murni lagi. Fakta dari kitab Syi’ah sendiri, bahwa menurut kitab Syi’ah: Al-Qur’an yang ada sekarang telah berubah, dikurangi dan ditambah (Ushulul Kaafi, hal. 670). Salah satu contoh ayat Al-Qur’an yang dikurangi dari aslinya yaitu ayat Al-Qur’an An-Nisa’: 47, menurut versi Syi’ah berbunyi: “Ya ayyuhalladziina uutul kitaaba aaminuu bimaa nazzalnaa fie ‘Aliyyin nuuran mubiinan”. (Fashlul Khitab, hal. 180).( nahimunkar.com/syiah-menuduh-al-quran-telah-diubah ) Para sahabat yang sangat berjasa mengumpulkan Al-Qur’an jadi mushaf (bentuk buku) dituduh murtad, dan mengubah-ubah Al-Qur’an.

LPPI Makassar menulis sebagai berikut: Jalaluddin Rakhmat (JR) dan Emilia Renita Banyak tulisan, editan dan ceramahnya yang sangat menjelek-jelekkan sahabat dan tabiinbahkan melaknat dan mengkafirkan mereka, berdasarkan dalil (kutipan) yang lemah atau berdasarkan dalil yang dipahami secara salah atau data yang dimanipulasi, contoh: Para sahabat merobah-robah agama. (Jalaluddin Rakhmat. Artikel dalam Buletin al Tanwir Yayasan Muthahhari Edisi Khusus No. 298. 10 Muharram 1431 H.  hal. 3). Para sahabat murtad.( Ibid. hal. 4). Dendam Majusi terhadap Islam lah yang diwarisi Syiah, sehingga bukan hanya meneruskan penghalalan zina dari nabi palsu Majusi bernama Mazdak, namun sampai orang majusi yang membunuh Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu justru kuburan majusi pembunuh itu kini dikeramatkan di Iran. Bahkan ada tuntunan doanya untuk dikumpulkan di akherat bersama Abu Lu’lu’ah (si majusi pembunuh Umar bin Khatthab).

Pembunuh Khalifah Umar Yang Diagungkan.

Masih adakah yang mengatakan syi’ah bagian dari Islam?! Makam Pembunuh Khalifah Umar Yang Diagungkan Inilah kuburan Fairuz atau yang dikenal sebagai ”abu lu’luah almajusiy” pembunuh (Khalifah Umar bin Khottob Rodhiallah ‘anhu) yang senantiasa diagung agungkan oleh kaum Syiah.. Na’udzubillah min dzalik,. Ya Allah, Hancurkanlah dan binasakanlah musuh-musuhMU. Aamiin (Ghirah Islam)

Iran resmi melarang didirikannya masjid Ahlussunnah

Itulah dendam majusi terhadap Islam. Lebih dari itu Ketika Umat Islam Ahlussunnah di Iran mau mendirikan masjid saja ternyata ada larangan resmi dari penguasa negeri syiah Iran. Lihat Video Republik Iran Resmi Melarang Pendirian MasjidSunni di Teheran

Dapat disimpulkan, saat ini dendam majusi syiah lebih tampak nyata dibanding kafir-kafir lain. Apalagi di Iran yang mengaku republic Islam tapi melarang didirikannya masjid Islam (ahlussunnah atau sunni) itu ternyata di Iran terdapat banyak gereja dan bahkan ada 36 sinagoge tempat ibadah Yahudi. Lihat Daftar 36 Tempat Ibadah Yahudi di Iran Negeri Syiah

Dendam majusi syiah terhadap Umat Islam yang tidak dapat ditutup-tutupi itu telah berlanjut dengan pembantaian terhadap Umat Islam. Sekarang Umat Islam di Suriah sedang dibantai oleh rezim Bashar Assad. Pembantaian terhaap Umat Islam itu dengan mengerahkan pula musuh-musuh Islam dari luar Suriah yaitu syiah Iran, Syiah Irak, Syiah Libanon, kafir Rusia dan Kafir Cina. Bersekongkol dengan orang-orang kafir memang sudah dilakukan syiah dalam membantai umat Islam di Baghdad masa lalu. Orang yang mengerti sejarah Islam akan berpendapat para pengaku Syiah ternyata adalah musuh yang paling berbahaya yang menyerang negara Islam, karena mereka itu secara lahiriyah adalah muslimin akan tetapi dibathinnya menyimpan kekufuran dan permusuhan yang besar sekali terhadap Islam, sehingga Syaekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Sesungguhnya asal setiap fitnah dan bencana adalah Syiah dan orang yang mengikuti mereka dan kebanyakan pedang yang menumpahkan darah kaum muslimin adalah dari mereka dan pada mereka bersembunyi para zindiq [Minhajus sunnah 3/243) .

Dan karena mereka menganggap kaum muslimin lebih kufur dari Yahudi dan Nashrani sehingga mereka bersama mereka bahu membahu dalam menghancurkan umat Islam, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Sungguh kami dan kaum muslimin telah melihat apabila kaum muslimin diserang musuh kafir maka Syiah bersama mereka menghadapi kaum muslimin” [Ibid 4/110.] Lihatlah kisah masuknya Hulaghu Khan (raja Tartar Mongol) ke negeri Syam tahun 658H dimana kaum Syiah menjadi penolong dan pembantu mereka yang paling besar dalam menghancurkan negara Islam dan menegakkan negara mereka, dan ini telah diketahui dengan jelas dalam buku-buku sejarah khususnya di Iraq dimana menteri khalifah waktu itu yang bernama Ibnul Alqaamiy dan kaum Syiah menjadi pembantu Hulaghu Khan dalam menaklukkan Iraq dan menumpahkan darah kaum muslimin yang tidak terhitung jumlahnya. (Bahaya Syi’ah Sebuah Realita Disarikan Oleh Abu Asma Kholid bin Syamhudi dari kitab Ushul Madzhab Syiah Its-na Asyariyah karya Dr. Nashir bin Abdillah Al Qifaariy dengan penambahan dari kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan yang lainnya/ dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun V/1422H/2001M)

Sangat membahayakan kehidupan masyarakat Ketika dendam majusi syiah telah merusak Islam seakar-akarnya, merusak tatanan kehidupan keluarga yang telah diatur Islam, bahkan membantai umat Islam dari masa ke masa, ditambah pelarangan mendirikan masjid Islam alias berarti melarang ibadah, maka negeri yang sadar bahwa syiah itu sangat mengancam, ternyata melarang syiah. Ambil contoh Malaysia, bukan hanya ulamanya yang aktif mengharamkan syiah, namun pemerintahannya juga melarang praktek syiah-Iran, sedang pihak keamanan pun bergerak untuk menangkapi kegiatan syiah. Di Malaysia praktik Syiah-Iran dilarang, dan di Brunei diharamkan. Ulama di sana secara dini sudah mengantisipasi, tulis islampos. Dari kedubes Malaysia, Raja Nizam menjelaskan mengenai pelarangan ajaran Syiah di Malaysia, Nizam menegaskan bahwa hal itu perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya bentrokan dan terciptanya kehidupan umat beragama yang harmonis. “Saya melihat (pelarangan Syiah, red) itu sebagai suatu pegangan, bagaimana pemerintah bersikap atas masalah ini (Islam dan Syiah).

Dan dalam konteks di Malaysia, kita ingin menghindari terjadinya ketidakharmonisan, sebagaimana disebutkan oleh Duta Besar tadi, dia katakan, kita punya matlamat utama, konsep wasatiyyah ini untuk menjadikan masyarakat yang harmoni,” tegas Nizam. Konflik antara umat Islam dengan Syiah telah menjadi sorotan dunia, sebagaimana terjadi di Suriah, Irak, Bahrain, Yaman dan juga di Indonesia. Paham Syiah yang merupakan sempalan dari Islam, menafikan dan menyesatkan ajaran Islam. Bahkan para penganut Syiah mengkafirkan orang yang berada di luar ajarannya. “Jadi bila dalam konteks yang sudah ada, jika ada keyakinan yang melampaui sehingga menafikan keyakinan orang lain, sehingga meniadakan akidah orang lain, itu adalah suatu hal yang bisa mengganggu keamanan, sehingga harus dilarang,” pungkasnya kepada kiblatnet. Dengan kenyataan ancaman syiah yang sangat membahayakan itu bila syiah dibiarkan, maka tanggung jawab dan dosa terbesar sudah dapat ditudingkan kepada pihak yang membiarkan serta kaum munafik yang tidak mengaku syiah tapi membiarkannya bahkan membelanya dengan aneka cara.

Dengan indikasi banyaknya orang munafik, maka Umat Islam harus siap-siap, dalam menghadapi syiah ini. Telah ada kejadian nyata. Jangan sampai umat Islam nasibnya seperti petani yang tanamannya dihancurkan oleh gajah, petaninya diinjak-injak gajah yang mengamuk, hingga jadi korban bahkan mati. Betapa mengenaskannya nasib petani yang seperti itu. Namun, kalau para petani yang masih hidup sampai membunuh gajah maka dianggap melanggar, karena gajah termasuk binatang yang dilindungi. Seolah Umat Islam dihadapkan pada problem mirip petani korban amukan gajah itu. Bahkan lebih dahsyat lagi, karena bukan hanya tanaman dan nyawa yang diancam, namun aqidah keimanan, satu-satunya milik orang Islam yang paling berharga. Masih ditambah lagi perusakan dahsyat yaitu diporak-porandakannya tata kehidupan rumah tangga diubah menjadi cara binatang. Oleh karena itu, mari kita rujuk, bagaimana sebenarnya petunjuk Allah Ta’ala yang Maha Benar dalam menghadapi masalah seperti ini. Allah memberi petunjuk, umat Islam tidak boleh bersikap lunak terhadap orang kafir dan munafik. Harus bersikap keras terhadap orang munafik

{ يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ} [التحريم: 9]

9. Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka adalah Jahannam dan itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali. (QS At-Tahriim/66: 9). Memerangi orang munafiq adalah dengan lisan/ hujjah argumentasi, dan dengan sikap keras dalam pembicaraan, dengan mengemukakan ancaman siksa (di akherat), tidak boleh bersikap lunak terhadap mereka, menurut Al-Jazairi dalam Aisarut Tafaasiir.