Mungkinkah Nabi Salah Berijtihad?

Assalammu’alaikum

Menurut penjelasan pak Ustadz jelas sekali surat ‘Abasa diturunkan Allah sebagai teguran kepada Nabi. Dan ini berarti surat ‘Abasa sangat kontradiksi dengan surat-surat al-Quran lainnya yang menerangkan ketinggian akhlak Nabi. Dan lebih jelas bertentangan dengan riwayat yang menyatakan Nabi terbebas dari sifat salah dan dosa (maksum) atau hadist dari Aisyah tentang ahlak Nabi adalah al-Quran. Bukankah semua tindakan dan perkataan Nabi bukanlah bersumber dari hawa nafsunya namun berdasarkan wahyu Allah? Bukankah Nabi pernah bersabda berakhlaklah kalian seperti akhlak Allah?

Memang Nabi adalah manusia namun ia manusia ilahiah, manusia yang memancarkan pesona Ilahi. Bahkan para ahlul baitnya (Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain) maksum (manusia suci). Allah pun murka bila Fatimah murka kepada seseorang. Seandainya surat ‘Abasa tidak diturunkan, takkan ada akal sehat manapun yang menerima bahwa al-Quran adalah ciptaan manusia, termasuk Muhammad. Bukankah beliau ummi (tidak bisa membaca dan menulis)?

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Siapa bilang nabi Muhammad SAW 100% terbebas dari kesalahan dalam suatu pendapat dan perhitungan yang bersifat manusiawi? Beberapa fakta dari sirah nabawiyah telah dengan tegas menampilkan beberapa kekurangtepatan beliau dalam memandang suatu masalah.

1. Contoh Pertama

Rasulullah SAW seringkali menggelar rapat (syura) dengan para shahabat. Dan seringkali beliau punya pendapat yang tidak tepat dan dipatahkan oleh para shahabatnya.

Kalau sendainya beliau selalu benar dalam semua masalah, maka tidak akan pernah ada syura dengan para shahabat. Padahal berkali-kali kita dapat riwayat yang menyebutkan bahwa beliau SAW melakukan syura. Syura ini tentu bukan sandiwara, melainkan Rasulullah SAW sebagai pemimpin memang nyata membutuhkan informasi dan masukan pendapat dari bawahannya.

Bahkan bukan hanya sekali saja beliau tidak tepat ketika menghitung strategi. Bukankah pendapat beliau dalam memilih posisi pasukan dalam perang Badar kurang tepat? Sehingga ide beliau langsung dikritik oleh seorang shahabat.

Dan kenyataan di lapangan menunjukkkan bahwa bahwa masukan dari shahabatnya itu sangat ampuh dan efektif dalam strategi perang. Sebab pasukan kafir jadi tidak punya persediaan air, mereka mati kehausan akibat ide untuk menguasai sumur-sumur Badar. Padahal sebelumnya Rasulullah SAW sudah menetapkan tempat lain.

2. Contoh Kedua

Bukankah pendapat beliau ketika menolak talqih (penyerbukan pohon kurma) di Madinah malah mengakibatkan gagal panen? Sehingga akhirnya beliau bersabda, "Kalian lebih mengerti urusan dunia kalian."

Ternyata sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di Makkah yang memang tidak ada tumbuhan, pengetahuan dan wawasan Rasulullah SAW kalah dengan pengetahuan orang Madinah yang memang sangat ahli dalam bercocok tanam. Ketika Rasulullah SAW berpendapat tidak perlu melakukan talqih, ternyata para shahabat mengira itu datang dari wahyu.

3. Contoh Ketiga

Bukankah Rasulullah SAW mengira bahwa penduduk Thaif akan menyambut mesra kedatangannya, padahal kenyataanny beliau bukan disambut tapi malah disambit?

Padahal pilihan Thaif sebagai tujuan hijrah beliau diperkirakan akan mulus serta akan mendapakatkan daerah dakwah yang baru. Tapi nyatanya, malah beliau berdarah-darah dan lari tunggang-langgang meninggalkan kota itu.

Ini menunjukkan bahwa sekali lagi perhitungan strategis beliau meleset jauh dari perkiraan sebelumnya. Dan ini fakta yang tidak bisa dipungkiri. Kalau beliau 100% tidak pernah salah, seharusnya tidak perlu ada kejadian seperti ini. Sampai-sampai beliau bermunajat kepada Allah SWT dengan lafadz doa yang panjang, sambil bermohon pertolongan.

4. Contoh Keempat

Bukankah Rasulullah SAW juga pernah salah dalam berijtihad? Yaitu ketika beliau tidak melakukan tabayyun (pengecekan) terhadap alasan orang-orang munafiqin yang tidak ikut dalam perang Tabuk. Beliau secara gampang begitu saja memberi izin kepada mereka.

Sehingga Allah SWT akhirnya menegurnya atas kemudahan yang beliau berikan, meski pun juga sambil memberi maaf kepadanya dengan firman-Nya:

عفا الله عنك، لم أذنت لهم حتى يتبين لك الذين صدقوا وتعلم الكاذبين.لا يستأذنك الذين يؤمنون بالله واليوم الآخر أن يجاهدوا بأموالهم وأنفسهم والله عليم بالمتقين.إنما يستأذنك الذين لا يؤمنون بالله واليوم الآخر وارتابت قلوبهم فهم في ريبهم يترددون

Semoga Allah mema’afkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka, sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta? (QS At-Taubah: 43)

5. Contoh Kelima

Bukankah beliau pun salah ketika berijthad masalah tawanan perang Badar?

Dalam syura beliau lebih cenderung kepada pendapat Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. yang ingin membebaskan para tawanan, lantaran mereka masih kerabat dan keluarga. Sementara Umar bin Al-Khattab ra cenderung untuk tidak memberi kasihan kepada para pemuka Qurais ini, yangselama ini memang nyata-nyata menunjukkan permusuhan. Bagi Umar ra., mereka semua harus dibunuh saja.

Rasulullah SAW cenderung tidak menerima pendapat Umar bin Al-Khattab ra. bahwa tawanan itu harus dibunuh. Lalu Allah SWT menegur beliau dalam surat Al-Anfal.

ما كان لنبي أن يكون له أسرى حتى يثخن في الأرض

Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki akhirat. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Anfal: 67)

Akhirnya beliau sadar bahwa ijtihadnya salah dan membenarkan pendapat shahabatnya, Umar bin Al-Khattab ra. Sehingga beliau sampai berkata bahwa seandainya dari langit turun azab, pastilah tidak ada yang selamat kecuali hanya satu orang, yaitu Umar bin Al-Khattab ra. Sebab pendapat beliau saja yang dibenarkan Allah SWT.

***

Dengan semua realita itu, bahkan juga zahir yang ada dalam ayat-ayat Al-Quran, maka kita tidak dapat mengelak bahwa sebagai manusia, Rasulullah SAW mungkin saja berijdtihad dan salah dalam ijithadnya. Bedanya dengan kita, begitu beliau sedikit saja melakukan kesalahan, langsung diluruskan dengan wahyu. Sedangkan kita sebagai manusia biasa, bila melakukan kesalahan tidak ada wahyu yang turun menegur.

Walhasil, meski beliau sempat nyaris salah, tapi tidak akan fatal karena ada pengawalan langsung dari langit. Sedangkan kesalahan yang tidak ada kaitannya dengan hukum syariah, sebagaimana kami nyatakan sebelumnya, sama sekali tidak menurunkan kemuliaan beliau sebagai nabi.

Silahkan bandingkan dengan sisi lain dari syariah Islam, yaitu masalah nasakh dan mansukh. Betapa ketika Allah SWTsudah menurunkn syariah, bisa saja dihapuskan atau diganti dengan yang lain. Apakah lantaran adanya nasakh seperti ini, berarti Allah SWT berkurang kekuasaan-Nya? Tentu tidak, bukan?

Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (QS. Al-Baqrah: 106)

Semua itu kehendak Allah SWT, baik mencabut ketetapan yang pernah ditetapkan, atau pun menegur nabi-Nya ketika keluar dari kehendak-Nya. Dan menegur atau meluruskan seorang nabi, sama sekali tidak ada kaitannya dengan kewibawaan, kemuliaan atau keagungan sang Nabi tersebut. Sebaliknya, justru menunjukkan bahwa beliau memang benar-benar seorang nabi yang dikawal oleh wahyu dari langit.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.