Catatan Asyari Usman: Ketika Takbir Dianggap Teriakan Teroris

Semoga saja para imam dan jemaah tidak berhenti memperdengarkan takbir di masjid-masjid lantaran kesimpulan ceroboh AKBP Roedy Yoelianto.

Menjadikan “takbir” sebagai indikasi teroris atau terorisme, tidak hanya menyesatkan opini tetapi bisa “membelah” perasaan umat Islam. Saya berharap, kecerobohan Kapolres Roedy Yoelianto tidak merefleksikan “doktrin umum” di tubuh Polri. Namun, sebagai seorang perwira menengah yang mungkin telah menempuh jenjang pendidikan yang memadai, kita menjadi prihatin sekali melihat “spontanitas” kesimpulan beliau.

Terasa sekali bahwa kata “Allahu Akbar” bagaikan kata kunci (key word) di Polri untuk urusan terorisme.

Meskipun hasil penyelidikan dan penyidikan Polisi menyimpulkan bahwa pelaku pembakaran Mapolres adalah teroris atau terkait dengan jaringan teroris, tetap saja menjadikan “takbir” sebagai indikasi standar untuk memastikan seorang pelaku itu teroris atau bukan, sangat mencemaskan.

Bagaimana kalau di satu peristiwa kekerasan yang diyakini sebagai tindak terorisme tetapi pelakunya tidak meneriakkan takbir, atau pelakunya bukan seorang muslim? Apakah kemudian polisi tidak menempuh penyelidikan terorisme?

Kita ingin bertanya lagi kepada Polisi, apakah mereka selama ini mendfinisikan bahwa “teroris” pasti orang Islam? Apakah “takbir” dijadikan sebagai kata yang “default” (otomatis) untuk menandai terorisme?

https://m.eramuslim.com/resensi-buku/pahlawan-akankah-hanya-menjadi-kenangan-untold-history-eramuslim-digest-edisi-9.htm