Dompet Dhuafa Berhasil Menembus Blokade Gaza

foto: Dompet Dhuafa

Tragedi penembakan yang dilakukan Israel terhadap Kapal Kemanusiaan Marvi Marmara Senin 31 Mei 2010 lalu memancing kemarahan para aktivis kemanusiaan seluruh dunia. Dompet Dhuafa mengecam keras tindakan brutal dan tak berperikemanusiaan itu. Merespons peristiwa itu, Dompet Dhuafa mengirimkan 4 orang relawan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Mereka adalah Bambang Suherman, Herman Budianto, Muhammad Fani Rahman, dan EH Ismail. Tim diberangkatkan dengan misi membangun lima hingga sepuluh sumur bor serta instalasinya di Gaza City, Palestina. Kebutuhan air masyarakat Gaza selama ini dipasok dari Israel. Satu titik sumur bor menelan biaya sekitar Rp 100 juta – Rp 200 juta, tergantung lokasi dan kondisinya.

Tim kecil ini tiba di Kairo, Mesir, pada Sabtu, 10 Juli 2010. Namun tidak mudah untuk memasuki Gaza pada saat itu. Izin masuk dari State Security Mesir selaku pemegang otoritas di Rafah tidak mudah didapatkan.

Setelah peristiwa agresi tentara Israel terhadap kapal Mavi Marmara, Mesir memang menyatakan membuka secara permanen pintu masuk ke Jalur Gaza di Rafah. Namun prosedur untuk bisa masuk ke Jalur Gaza ternyata bukanlah perkara mudah. Para relawan ataupun pegiat sosial-kemanusiaan yang ingin ke sana harus memegang izin dari State Security Mesir.

Menunggu tanpa kepastian tentu bukan pekerjaan yang menyenangkan. Tak ingin terus menunggu, Tim Dompet Dhuafa memutuskan bertolak ke Rafah tanpa mengantongi izin resmi dari State Security Mesir. Alhamdulillah, Kamis (15/7) Tim Dompet Dhuafa berhasil memasuki wilayah Gaza. Tim langsung berkoordinasi dengan JHI (Jam’iyyah Al-Khairiyyah Al-Ijtima’iyyah), sebuah organisasi sosial di Gaza. Tim kemanusiaan Dompet Dhuafa Republika diterima oleh Pimpinan JHI Dr. Fouad Al Nahhal, Kamis (14/7) di Gaza. Kepada Pimpinan JHI, Ketua Tim Dompet Dhuafa Bambang Suherman mengatakan ingin melanjutkan kembali program DD setahun lalu di Gaza yaitu membantu produksi keperluan pokok masyarakat Gaza. “Tahun 2009 lalu DD merevitalisasi sebuah pabrik roti dan saat ini kami ingin membuatkan sumber air untuk keperluan harian masyarakat Gaza,” kata Bambang. Dalam waktu singkat tiga buah sumur bor berhasil dibangun oleh DD. Masing-masingnya mampu memproduksi 80 ribu liter air per jam, dan mampu mengairi kawasan pertanian baru seluas 300 ekar.

Tim DD juga melakukan assesmen awal untuk menjajaki pengembangan program pembangunan pasar dan program pembiayaan bagi unit usaha yang potensial di pasar-pasar Gaza, semacam BMT di Indonesia. Tim DD juga melakukan seleksi terhadap pemuda Gaza sebagai calon penerima beasiswa yang akan diberangkatkan ke Indonesia untuk menyelesaikan pendidikannya di bidang ekonomi.

Tim relawan dan media dari Dompet Dhuafa Republika meninggalkan Gaza City, Palestina pada Rabu (21/7) malam. Kepulangan tim dari Gaza City dilepas oleh sejumlah tokoh masyarakat, tokoh agama, dan mahasiswa di Rafah. Pimpinan Jam’iyyah Al-Khairiyyah Al-Ijtima’iyyah, Fouad Al Nahhal, mengucapkan terima kasih kepada tim atas kedatangan mereka ke Jalur Gaza.

“Kalian telah melihat langsung bagaimana kehidupan masyarakat sini setelah perang. Silakan kabarkan kepada umat muslim Indonesia betapa kami ingin hidup merdeka, berdaulat layaknya negara-negara lain di dunia,” papar Fouad di Rafah, Palestina.

Ketua Tim Dompet Dhuafa Republika, Bambang Suherman, tak henti-hentinya menegaskan jika kunjungan masyarakat Muslim Indonesia tidak akan berhenti sampai di sini. “Kami akan terus berdoa, mengirimkan bantuan, dan mengutus perwakilan ke sini. Bukan saja dari Dompet Dhuafa, tapi dari seluruh masyarakat Indonesia,” papar Bambang.

Dikatakan, masyarakat Indonesia akan senantiasa berada dalam satu barisan rakyat Gaza dalam mewujudkan kemerdekaan negara yang diimpi-impikan. Masyarakat Indonesia akan terus memberikan sumbangsih bagi perjuangan rakyat Palestina agar mampu menyandang status negara merdeka di benderanya. “Insya Allah, dengan izin-Nya pulalah Palestina akan segera merdeka dan kita, Indonesia dan Palestina, akan terus bersaudara sampai akhir zaman,” ucap Bambang.

Setelah berdialog dan makan bersama para tokoh Jalur Gaza di Rafah, tim pun meninggalkan ‘tanah suci’ Palestina menuju perbatasan di Rafah.

Di gerbang batas antara Palestina dan Mesir, rasa haru menggelayuti semua orang yang ada. Abu Musaf, pria yang menyediakan tempat tinggal selama tim Dompet Dhuafa berada di Gaza, tampak tak kuasa menahan tetesan airmatanya. Sungguh sangat kontras dengan badannya yang gagah nan tinggi tegap. Abu Musaf satu persatu memeluk anggota tim Dompet Dhuafa.

“Sungguh kalau bisa, saya senang jika kalian bisa berada di sini selamanya. Jika negara ini sudah merdeka, datanglah kalian kesini, rumah saya terbuka lebar untuk kalian semua muslim Indonesia,” tutur Abu Musaf.

Abu Musaf pun menambahkan, bila saja bisa, dirinya ingin berkunjung ke Indonesia dan menyapa semua muslim tanah air serta merangkulnya satu per satu. “Kalian muslim Indonesia sungguh telah membuat kami makin kuat, kuat, dan kuat untuk memperjuangkan Palestina Merdeka,” kata Abu Mushaf melepas tim.

Dompet Dhuafa telah berada di Gaza selama sepekan dalam rangka menjalankan misi bantuan kemanusiaan berupa pembangunan instalasi air untuk perkebunan di Rafah dan Jabaliya. Nilai bantuan yang disalurkan mencapai Rp 1 miliar rupiah.

Selain Dompet Dhuafa, M Fani Rahman yang merupakan perwakilan dari Sahabat Al-Aqsha (Suara Hidayatullah) juga menyalurkan bantuan untuk pembangunan satu unit instalasi air di Jabaliya. Selain itu, Sahabat Al-Aqsha juga menyalurkan bantuan langsung untuk para korban perang Gaza, anak-anak yatim, dan para penghuni camp pengungsian di Rafah, Beit Hanon, Beit Lehiya, dan Jabaliya. Bantuan yang disalurkan Sahabat Al-Aqsha mencapai Rp 500 juta. (dd/my)