Setiap Hari Mereka Melihat Presiden

foto: M. Zakir Salmun

foto: M. Zakir Salmun

foto: M. Zakir Salmun

foto: M. Zakir Salmun

foto: M. Zakir Salmun

foto: M. Zakir Salmun

foto: M. Zakir Salmun

foto: M. Zakir Salmun

foto: M. Zakir Salmun

foto: M. Zakir Salmun

Kalau kita dari Cibubur atau pengendara mobil pengguna tol Jagorawi yang ingin ke Cibubur Junction pasti melewati jembatan Cibubur yang berada di atas jalan tol Jagorawi. Di sana anda akan melihat pemandangan yang selalu ada setiap hari, yaitu sekelompok laki-laki mulai dari remaja sampai kakek-kakek yang selalu membawa sekop di tangannya.

Ya, mereka adalah para pekerja bongkar muat pasir yang selalu menunggu truk pasir dari arah Bogor yang keluar di pintu tol Cibubur. Awalnya mereka cuma sedikit lama kelamaan menjadi banyak, karena sulitnya mencari pekerjaan di kampung halaman.

Mereka rata-rata berasal dari Cikarang, Purwakarta dan Subang. Walaupun berisiko, karena harus mengejar truk yang sedang melaju, tapi ada yang sudah puluhan tahun melakoni pekerjaan ini.

Seperti Ajon(64)asal Cikarang yang sudah malang melintang menjadi pekerja kasar, mulai dari kuli di pasar Jatinegara dan pasar Kramatjati. Menurut temannya sesama pekerja bongkar muat pasir, laki-laki beranak lima dan empat cucu ini cukup lincah ketika mengejar dan menaiki truk yang sedang melaju.

"Rakyat kecil semakin susah, negara gak karuan. Makanya jangan jadi kuli deh pak, gak bakalan bisa kaya", begitu komentar Ajon ketika diwawancarai Eramuslim yang diamini oleh Tasim(36) sesama pekerja yang berasal dari daerah yang sama dengan Ajon.

Mereka biasanya menerima upah sebesar 25 ribu rupiah setelah menurunkan pasir dari truk. Pendapatan mereka tidak menentu, kadang seharian menunggu truk, tapi tidak ada yang lewat. Kadang mereka juga terpaksa bermalam di sisi-sisi jembatan karena tidak mendapatkan rupiah yang dicarinya.

Yang ironis lagi mereka harus ‘disingkirkan’ oleh pasukan pengawal Presiden ketika SBY mau lewat. Sekarang tempat mereka ‘mangkal’ juga dimanfaatkan oleh para ‘gepeng’ untuk mencuri perhatian para pengendara yang lalu-lalang di daerah tersebut, karena seringkali para pengendara memberikan sesuatu sebagai rasa empati mereka kepada para ‘Penunggu Jembatan Cibubur’. (M. Zakir Salmun)