Kebangkitan Gerakan Islam di Tunisia Pasca Ben Ali


Setelah bertahun-tahun pelarangan jilbab dan salat berjamaah di masjid, jatuhnya Presiden Zine al-Abidine Ben Ali menghidupkan kembali harapan untuk kebangkitan baru gerakan Islam di Tunisia.

"Tunisia muncul dari zaman kegelapan yang melanda seluruh alam politik dan sosial serta kebebasan beragama," kata Profesor Noureddine Mokhtar el-Khademi kepada OnIslam.net dalam sebuah wawancara telepon pada Jumat, 21 Januari. "Gerakan Islam selama ini diragukan di Tunisia yang lemah selama beberapa tahun terakhir."

Ben Ali sendiri dilaporkan telah melarikan diri ke Arab Saudi pekan lalu setelah protes jalanan atas kemiskinan dan pengangguran selama berminggu-minggu.

Di bawah pemerintahannya selama 23 tahun, Tunisia telah melarang jilbab, sesuatu yang wajib dalam Islam untuk wanita Muslimah, di tempat umum. Masjid hanya dibuka sesaat sebelum waktu salat dan ditutup segera setelah salat ditunaikan. Jamaah Muslim juga dilarang menunaikan salat di masjid-masjid. Kelompok politik dan Islam dilarang di bawah Ben Ali, termasuk gerakan Ennahddha (Kebangkitan) dan pemimpin gerakan ini Rached Ghannouchi, diasingkan.

Pemerintah sementara Mohamed Ghannounci pada hari Kamis pekan lalu menyetujui rancangan undang-undang amnesti yang akan membebaskan tahanan politik. Otomatis, hal itu juga akan melegalkan semua kelompok politik yang dilarang.

Era Baru Kebangkitan Gerakan Islam

Para pengamat percaya bahwa pemecatan Ali Ben akan mengantar era baru kebangkitan Islam di negara Afrika Utara itu.

"(Setelah jatuhnya Ben Ali), kita akan lihat sekarang gerakan Islam berkembang di masa mendatang," kata Khademi, seorang profesor di University of Ez-Zitouna’s High Institute of Religious Rules.

Saat ini, tanda-tanda kebangkitan Islam dengan cepat segera terlihat di Tunisia. Sekarang, televisi nasional menyiarkan Adzan, diikuti oleh beberapa Hadis Nabi Muhammad.

Rakyat Tunisia juga dilaporkan berbondong-bondong menuju masjid di setiap saat tanpa adanya batasan.

"Kenapa masjid tidak pernah terbuka untuk salat serta untuk pelajaran agama?" tanya Khademi penuh retorika. "Masjid harus terbuka untuk jamaah sepanjang waktu.".

Para pengamat juga percaya bahwa perempuan berpakaian jilbab, akan mampu menjaga jilbab mereka di tempat umum.

Pada tahun 1981, presiden Habib Bourguiba meratifikasi hukum yang melarang wanita mengenakan jilbab di kantor-kantor negara.

Lebih buruk lagi, pemerintah Ben Ali pada 1980-an dan 1990-an mengeluarkan peraturan-peraturan yang lebih ketat termasuk hukum 102 yang terkenal, yang menganggap jilbab adalah "tanda ekstremisme" dan dilarang.

"Tahap selanjutnya di Tunisia akan memperkenalkan sebuah era baru; kita akan melihat lebih banyak kebebasan beragama, berbicara, dan berpakaian," kata Khademi. Maka jika sudah begini, selamat datang di Tunisia, para gerakan dakwah. (sa/onislam)