Agenda Selamatkan Indonesia (Bag.1)

Hanya dalam hitungan bulan, bangsa besar ini akan menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di parlemen dan akan disusul dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden.

Jauh sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengetuk palu membolehkan setiap partai politik berkampanye, sejumlah parpol telah menebar janji manis kepada rakyat lewat media massa dan juga pertemuan langsung. Bukan itu saja, sejumlah tokoh nasional tanpa malu-malu juga telah mempromosikan dirinya sendiri di layar kaca dan mengaku sebagai pemimpin masa depan.

Salah satu bola panas menjelang ritual lima tahunan ini adalah wacana terkait usia calon presiden. Ada yang menyatakan agar kaum tua, di atas lima puluh tahun, sebaiknya tidak usah lagi mencalonkan diri jadi calon presiden di tahun 2009. Alasannya, Indonesia dengan segala kompleksitas permasalahannya memerlukan calon pemimpin yang berani, energik, dan bisa cepat serta tepat mengambil tindakan. Kelompok ini melihat orang-orang tua di negeri ini, apalagi muka-muka lama yang pernah memegang kekuasaan, tidak bisa lagi bisa diandalkan untuk membenahi Indonesia.

Sedangkan kelompok yang melihat usia calon presiden tidak perlu dibatasi memandang bahwa wacana pembatasan usia calon presiden tidak tepat dan salah paradigma. Kelompok ini memandang bahwa berani atau tidak dalam memperjuangkan kebenaran, punya nyali atau pengecut, cepat atau lamban dalam mengambil tindakan, semua itu sama sekali tidak terkait dengan usia biologis seseorang. Orang tua maupun muda, ada yang pengecut, ada yang pemberani, ada yang bernyali atau ada yang tidak, ada yang amanah dan ada pula yang khianat. Jadi wacana tersebut sesungguhnya telah salah paradigma sejak awal.

Mencermati janji-janji para tokoh parpol yang akan berlaga, juga agenda mereka (bila menang), ternyata tidak berbeda dengan janji-janji tiga parpol di masa Suharto berkuasa. Semuanya menjanjikan akan membenahi negeri ini agar bisa membawa kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Puluhan tahun rakyat ini telah dicekoki dengan janji-janji politik tersebut yang ternyata selalu saja diingkari dan dikhianati. Sama persis dengan janji yang selalu keluar dari mulut Zionis-Yahudi kepada rakyat Palestina.

Puluhan tahun rakyat Indonesia digiring oleh penguasa untuk mau datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan memilih, namun setiap penguasa baru bersinggasana, setiap kali pula rakyat lagi-lagi (dan lagi-lagi) dibohongi. Kehidupan rakyat kian hari kian susah, kian melarat, dan kian menderita. Di sana-sini anak bangsa putus asa. Sudah banyak yang gantung diri, meracuni anak-anaknya sendiri, yang menjadi gila, karena tidak tahan dengan tekanan hidup yang kian berat.

Di sisi lain, muka-muka baru yang duduk di parlemen, muka-muka baru yang kini tiap hari bersafari, muka-muka baru yang kini bermukim di Istana dan lain-lainnya, dalam tempo singkat kekayaan pribadinya berlipat-lipat. Uang rakyat dijadikan bancakan, dibagi-bagi dalam pos-pos belanja dan pengeluaran yang sama sekali tidak masuk akal dan tidak ada urgensinya.

Ada wakil rakyat yang sebelum 2004 seorang pengangguran atau kerja serabutan, rumah masih ngontrak, namun begitu duduk di lembaga negara, walau di tingkat kabupaten sekali pun, tak sampai dua tahun sudah punya rumah bagus, kendaraan pribadi, dan sederet gadget mahal yang dia sendiri tidak tahu cara menggunakannya. Kisah seperti ini ada di mana-mana.

Laporan Khusus Eramuslim kali ini akan mengangkat tema “Agenda Selamatkan Indonesia”, dengan tujuan agar umat ini tercerahkan dan sadar sesadar-sadarnya tentang kompleksitas permasalahan bangsa ini dan juga cara keluar dari krisis multi dimensi yang sekarang ini kian menggila. Pertanyaan tunggal yang hendak dijawab adalah: Mengapa negeri kaya raya ini sekarang telah berubah menjadi negeri para pengemis, negeri para koruptor, dan negeri para bandit dan bromocorah, baik yang berdasi maupun yang tidak.

Semoga kita semua bisa dengan hati yang jernih, wawasan dan pemahaman yang benar, dapat bersungguh-sungguh menentukan pilihan dalam pesta demokrasi negeri ini di tahun 2009. Memilih adalah hak setiap warga negara yang telah memenuhi segala persyaratan yang ada. Dan hak sekali-kali bukanlah kewajiban. Jadi merupakan hak kita untuk mau datang atau tidak ke TPS. Adalah hak kita untuk mencoblos di dalam kotak atau di luar kotak. Bahkan hak kita pula untuk mencoblos satu kotak atau lebih dari satu kotak. Tidak ada satu pun pihak yang bisa memaksa kita dalam hal ini.

Karena bagi seorang Muslim, yang patut ditaati tanpa reserve dan di-tsiqohi tanpa syarat hanyalah Allah SWT dan Rasul-Nya, Muhammad SAW. Selain itu, kepada alim ulama atau mereka yang mengaku sebagai pemimpin umat, maka kita hendaknya memberikan ketaatan dan ketsiqohan kita sepanjang mereka selaras dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Jika mereka sudah tidak lagi di atas rel yang lurus, maka tidak ada lagi ketaatan dan ketsiqohan kepadanya. Ini semua karena Islam sebagai agama tauhid sama sekali tidak mengenal kerahiban. Setiap manusia bertanggungjawab terhadap Sang Khaliq semata, bukan kepada sesama manusia. Inilah Tauhid yang benar.

Dan apa pun pilihan kita, hendaklah dilakukan dengan kesadaran penuh dan pemahaman yang benar. Karena setiap pilihan kita nantinya akan dipertanggungjawabkan di mahkamah yaumil akhir, apakah pilihan kita benar atau salah, apakah yang kita pilih bisa sungguh-sungguh amanah atau hanya memanfaatkannya untuk memperkaya dirinya sendiri. (rd/bersambung)