Batalkan Insentif Dmo Holiday Tambang Migas Blok Cepu! (2)

Berikut ini merupakan laporan khusus yang ditulis oleh Ketua KPK-N (Komite Penyelamat Kekayaan Negara), Marwan Batubara *). Laporan khusus ini tersaji dalam sebuah buku beliau yang berjudul ‘Menggugat Pengelolaan Sumber Daya Alam, Menuju Negara Berdaulat’.

Insya Allah, Eramuslim akan memuat tulisan ini dalam rubrik laporan khusus yang disajikan secara berseri.

***

Dampak Penundaan DMO Holiday

Seperti diuraikan di atas Kontraktor telah diberi insentif berupa penundaan pemberlakuan DMO holiday selama 60 bulan (sama dengan 5 tahun), yang semula “diberlakukan sejak awal produksi”, berubah menjadi “diberlakukan sejak dicapainya produksi puncak”. Disamping melanggar kontrak dan membuat negara harus membeli migas yang dimiliki dengan harga pasar internasional, penundaan pemberlakuan DMO holiday menjadikan insentif keuntungan bagi Exxon semakin besar dan penerimaan Negara semakin mengecil. Perhitungan untung/rugi akibat penundaan DMO holiday akan dijelaskan dibawah ini.

Grafik berikut merupakan gambaran umum profil produksi tambang migas dan periode DMO holiday dan periode saat dikenakan DMO. Sebagai pengingat, periode tahun 0-5 negara membayar minyak DMO kepada kontraktor sesuai harga pasar dan periode tahun 6-20 membayar minyak DMO sesuai harga KKS (sekitar 10%-15% harga pasar). Asumsi profil produksi yang digunakan adalah profil produksi normal yang terdapat di dalam beberapa textbook. Puncak produksi sebesar 165.000 barel berdasarkan puncak produksi Blok Cepu yang diharapkan oleh kontraktor (ExxonMobil dan Pertamina).

Dari grafik profil produksi di atas terlihat bahwa produksi akan mencapai “peak production” kira-kira setelah dua tahun dan akan mengalami kondisi plateau dalam beberapa tahun. Kemudian profil produksi akan memasuki tahap declining sampai berakhirnya kontrak selama 20 tahun. Jika diasumsikan grafik di atas adalah kondisi normal maka periode 60 bulan pertama itu menjadi sangat penting mengingat 38,5% – 56% cadangan yang terambil itu terjadi pada periode tersebut (tentu saja angka tersebut tergantung profil produksi, periode, dan lain lain). Profil produksi riil suatu blok migas memang berbeda dibanding profil di atas, seperti kasus dimana setelah mencapai peak production, produksi langsung mengalami penurunan yang drastis. Namun, ada juga lapangan migas yang mempunyai profil produksi yang naik-turun.

Selanjutnya, akan diulas dampak penerapan DMO jika profil produksi yang terjadi adalah seperti tiga grafik dibawah ini, dimana peak production terjadi lebih lambat karena berbagai macam kendala. Dalam hal ini, perbedaan ketiga profil produksi terletak pada declaining rate yang besarnya masing-masing 10%, 15% dan 20%.

Dari grafik terlihat bahwa persentase cadangan yang terambil dalam 60 bulan pertama “hanya” sebesar 23% – 33% dari total cadangan yang bisa terambil selama periode kontrak tersebut (tergantung "decline rate" setelah peak production, yang besarnya diasumsikan: 10%, 15% dan 20%).

Yang menjadi pertanyaan, mengapa Kontraktor meminta penundaan sampai peak production? Untuk menjawab pertanyaan tersebut perhatikan gambar berikut.

Bila Kontraktor meminta penundaan pemberlakuan DMO holiday sampai setelah terjadi “peak production” maka otomatis bagian produksi yang tidak kena kewajiban DMO menjadi sekitar 45,7% – 61,7% dari total cadangan yang dapat terambil. Hal ini akan sangat merugikan negara dan menjadi jauh lebih baik bagi kontraktor dibanding jika DMO holiday dihitung sejak awal produksi.

Produksi minyak terkait dengan waktu, dan untuk memudahkan pembandingan penerimaan kontraktor dan pemerintah dihitung dengan mempertimbangkan efek “time value of money”. Jika nilai bagian/porsi produksi kontraktor dikonversi menjadi ”nilai saat ini" atau "present value (PV)" maka terlihat dari grafik bahwa:

–  PV produksi minyak yang harga jualnya bebas dari discount (berarti dijual sesuai harga pasar) untuk kondisi semula tanpa penundaan DMO holiday adalah sekitar 36,1% – 46% dari PV cadangan yang terambil.

–  PV produksi minyak yang harga jualnya bebas discount (berarti sesuai harga pasar) untuk kondisi DMO holiday ditangguhkan, berubah menjadi sekitar 56,8% – 69,5% dari PV cadangan yang terambil. Dari dua kondisi di atas tampak bahwa penundaan pemberlakuan DMO akan memberi keuntungan bagi kontraktor karena dapat menjual lebih banyak porsi minyak pada harga pasar dibanding tanpa penundaan: [56,8% hingga 69,5%] berbanding [36,1% hingga 46%]. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa dapat dikatakan bahwa penundaan pemberlakuan DMO holiday sangat merugikan bagi pendapatan negara.

Potensi Kerugian Penerimaan Negara

Atas adanya perubahan kebijakan penerapan DMO holiday telah dilakukan simulasi perhitungan penerimaan produksi Blok Cepu dan potensi kerugian negara yang diakibatkannya. Perhitungan dilakukan berdasarkan antara lain atas asumsi-asumsi masa produksi 20 tahun; potensi/cadangan produksi 1,725 miliar barel; harga minyak rata-rata selama 20 tahun US$ 80/barel; kurs mata uang US$/Rp 10.200; First Trench Petrolium (FTP): 10%; volume DMO = 25%; DMO price = 15% harga pasar; pajak perusahaan = 44%; dan Interest Rate 7%. Asumsi-asumsi ini diterapkan pada dua alternatif profil produksi, yaitu (detail perhitungan diperlihatkan pada Lampiran 3):

–  Profil # 1: Depletion rate = 10%/tahun dan produksi puncak pada tahun ke-4; –  Profil # 2: Depletion rate = 15%/tahun dan produksi puncak pada tahun ke-4.

Berdasarkan simulasi yang dilakukan (lihat detail perhitungan pada Lampiran 3) maka dilakukan perhitungan besarnya potensi kerugian negara, selama 20 tahun kegiatan produksi, atas kedua profil produksi. Perlu dicatat bahwa dengan diberikannya insentif penangguhan pelaksanaan DMO holiday pada puncak produksi pada tahun pertama sampai ketiga pemerintah mendapatkan penerimaan dari produksi minyak yang dihasilkan sebesar US$ 99 juta. Tapi, penerimaan ini tetap tidak seimbang dengan kerugian akibat penangguhan DMO holiday.

Nilai kerugian negara sesuai dengan progres penerimaan produksi secara riil dari tahun ke tahun hingga tahun ke 20 (disebut sebagai Future Value, FP, total kerugian negara) adalah

1. Nilai kerugian sesuai Profil #1

–  Nilai total DMO tanpa penangguhan DMO holiday = US$ 2.147,92 –  Nilai total DMO dengan DMO holiday ditangguhkan = US$ 1.513,27

Besarnya FP total kerugian negara adalah (US$ 2.147,92 juta – US$ 1.513,27 juta) = US$ 634,65 juta atau sekitar Rp 6,47 triliun selama 20 tahun produksi.

2. Nilai kerugian sesuai Profil #2

–  Nilai total DMO tanpa penangguhan DMO holiday = US$ 1.645,70 –  Nilai total DMO dengan DMO holiday ditangguhkan = US$ 1.048,24

Besarnya FP total kerugian negara adalah (US$ 1.645,70 juta – US$ 1.048,24 juta) = US$ 597,46 juta atau sekitar Rp 6,09 triliun selama 20 tahun produksi.

Untuk memberi gambaran tentang besarnya nilai kerugian negara jika seluruh kerugian yang akan ditanggung hingga 20 tahun ke depan ditarik dan digabung menjadi total kerugian saat ini (Present Value, PV), telah dlakukan pula simulasi perhitungan yang lain. Hasil perhitungan dimaksud adalah

1. Nilai kerugian PV sesuai Profil #1

–  Nilai PV DMO tanpa penangguhan DMO holiday = US$ 1.049,76 –  Nilai PV DMO dengan DMO holiday ditangguhkan = US$ 676,45

Besarnya PV total kerugian negara adalah (US$ 1.049,76 juta – US$ 676,45 juta) = US$ 373,30 juta selama 20 tahun produksi.

2. Nilai kerugian PV sesuai Profil #2

–  Nilai total DMO tanpa penangguhan DMO holiday = US$ 848,84 –  Nilai total DMO dengan DMO holiday ditangguhkan = US$ 497,73

Besarnya PV total kerugian negara adalah (US$ 848,84 juta – US$ 497,73juta) = US$ 351,11 juta selama 20 tahun produksi.

Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan, diperoleh nilai potensi kerugian yang harus ditanggung negara akibat penangguhan DMO holiday berkisar antara US$ 351,11 juta (Rp 3,58 triliun) hingga 634,65 juta (Rp 6,47 triliun), tergantung profil produksi yang terjadi secara riil di lapangan dan metode perhitungan akumulasi kerugian yang digunakan.

Dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang serampangan, melanggar kontrak, dan melanggar prinsip-prinsip good governance oleh DESDM, berupa persetujuan atas permintaan “penangguhan pemberlakuan DMO holiday setelah produksi puncak Blok Cepu” oleh Exxon Mobil, telah mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi negara. Besarnya kerugian yang harus ditanggung negara tersebut selama 20 tahun masa produksi adalah

– Berkisar antara US$ 597.46 juta (Rp 6,09 triliun) hingga US$ 634,65 juta (Rp 6,47 triliun), jika kerugian dihitung sesuai dengan “nilai mendatang”, Future Value, berdasarkan progress produksi riil minyak yang dihasilkan;

– Berkisar antara US$ 351,11 juta (Rp 3,58 triliun) hingga US$ 373,30 juta (Rp 3,81 triliun, jika seluruh kerugian yang akan ditanggung setiap tahun di masa datang digabung menjadi satu kerugian “nilai saat ini”, Present Value.

Sesuai dengan kondisi riil berdasarkan perkembangan produksi gas di lapangan, dapat disimpulkan pula bahwa akibat kebijakan DESDM tersebut negara dirugikan sekitar Rp 6,09 triliun hingga Rp 6,47 triliun (kerugian berdasarkan nilai FP saja).

Penutup

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kontraktor telah melakukan kolaborasi dengan oknum pemerintah, dalam hal ini oknum Departemen ESDM, dengan meminta penangguhan insentif DMO holiday pada proyek Blok Cepu. Hal ini jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Berdasarkan simulasi perhitungan yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa tindakan pelanggaran kontrak KKS Blok Cepu ini akan mendatangkan kerugian yang sangat besar bagi negara, yakni berkisar antara Rp 6,09 triliun hingga Rp 6,47 triliun.

Kesepakatan atas perubahan kontrak ini mengakibatkan rakyat dipaksa untuk membeli sumber daya migas yang dimilikinya sendiri dari kontraktor dengan harga jual yang berlaku di pasar internasional. Hal ini tentu akan membuat APBN selalu tersandera dan diombang-ambing oleh fluktuasi harga minyak dunia, karena negara tidak berdaulat untuk menetapkan harga beli atas sumber daya migas yang dimilikinya sendiri.

Kami pernah mengungkap kasus DMO holiday ini kepada media dan publik pada bulan Agustus 2008 yang lalu, terutama didasarkan pada adanya pelanggaran kontrak dan besarnya potensi kerugian negara yang diakibatkan. Kami mengharap dengan itu, pemerintah, DPR maupun lembaga-lembaga terkait lainnya melakukan perbaikan, agar kerugian negara dapat dihindari. Disamping itu, kami mengharap agar pelaku penyelewengan tersebut dapat ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun, hingga saat ini perbaikan dan tindakan korektif masih belum dilakukan.

Untuk itu, dengan tulisan ini kami kembali menggugat dan menuntut pemerintah, DPR, serta lembaga-lembaga terkait lainnya, untuk meninjau ulang dan membatalkan pemberian izin penangguhan pelaksanaan DMO holiday pada saat puncak produksi kepada operator Blok Cepu, Exxon Mobil. []

*) Tentang Penulis:

Marwan Batubara, lahir di Delitua, Sumatera Utara, 6 Juli 1955. Marwan adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI periode 2004-2009, mewakili provinsi DKI Jakarta. Menamatkan S1 di Jurusan Tehnik Elektro Universitas Indonesia dan S2 bidang Computing di Monash University (Australia). Marwan adalah mantan karyawan Indosat 1977-2003 dengan jabatan terakhir sebagai General Manager di Indosat. Melalui wadah Komite Penyelamatan Kekayaan Negara (KPK-N), ke depan Marwan berharap bisa berperan untuk mengadvokasi kebijakan-kebijakan pengelolaan sumberdaya alam, agar dapat bermanfaat untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.