Detik-Detik Invasi AS ke Iraq (1) ; Keterlibatan Kuwait, Saudi, Mesir & Kerjasama CIA

Setiap kali sebuah buku tentang invasi AS ke Iraq terbit, maka nama Dr. Ahmad Chalabi pun selalu disebut-sebut. Ia adalah direktur Konferensi Nasional Iraq.

Tak ada yang menyangkal kecerdasan Chalabi dalam skenario pelenyapan Saddam Hussein. Ia menganalisis semua arah. Ia membeberkan semua alur kelakuan buruk AS di Iraq.

Jika Dr Chalabi ditanya apa gerangan yang akan dikatakannya kepada mantan Presiden AS, George Bush jika mereka bertemu dalam perayaan enam tahun invasi AS ke Iraq, Chalabi menjawab, "Saya akan mengatakan kepadanya, terima kasih telah mendepak Saddam Hussein tapi saya menyesal apa yang Anda perbuat selanjutnya di negeri kami." Chalabi menggambarkan George Tenet, mantan direktur CIA sebagai pembohong dan pecundang, Paul Bremer, gubernur AS di Iraq sebagai seorang yang jumawa.

Sesaat setelah Saddam divonis hukuman, Chalabi berusaha menemuinya. Darinya ia mengetahui berbagai kejadian atau alasan-alasan di balik hampir semua peristiwa yang menyangkut AS, Iraq dan kini Iran. Ketika Saddam akan digulingkan, Chalabi sesaat bernegosiasi dengan AS, bahwa AS hanya diberi wewenang untuk menghabisi Saddam tapi tidak untuk menguasai rakyat Iraq.

Kenyataannya, lain dari yang telah disepakati. Chalabi menegaskan bahwa Bush telah melakukan sebuah kesalahan besar, malah kemudian AS berubah menjadi penjajah di Iraq. Menurut Chalabi, AS telah menciptakan sebuah kultur baru di Iraq. Ia mengatakan, "AS sengaja menciptakan 11 September untuk menyerang Iraq."

Menurut Chalabi, ketika pertama kalinya AS menyerang Iraq pada Januari 2003, ia tengah berada di Turki. Ia kemudian segera kembali ke Iraq melalui Iran, dengan berjalan kaki.

DI Iran ia sempat bertemu dengan beberapa pejabat penting negaranya , di antaranya Sayyid Muhammad Baqer Al Hakim, ulama setempat yang terkenal dan para pemimpin Partai Ad Dakwah dan Organisasi Aksi Islam.

Ia juga bertemu dengan Mayor Jenderal Wafiq al-Samarani, dan Dr. Latif al-Rashid, menteri sumber daya alam Iraq sekarang. Ada juga menteri luar negeri Iran, Kamal Kharazi dan Jeneral Qasim Sulaiman, direktur Resolusi Gah Yerusalem. Inilah yang kemudian disebut-sebut sebagai Korps Quds. "Saat itu, AS dan Pentagon memaksa kami untuk segera membentuk sebuah pemerintahan sementara."

Dengan adanya pemerintahan bayangan atau semetara ini, menurut Chalabi, AS mengatakan akan mendapatkan legalitas dalam mengirim tentaranya di Iraq. Hanya dalam waktu kurang dari satu minggu, Chalabi sudah menyusun semua apa yang diminta AS. Namun perjalanan ke Iraq dari Iran yang dilakukan dengan berjalan kaki mendapat kecaman dari AS, karena AS menilai Chalabi menunda-nunda penyerangan.

Sebelumnya Chalabi memang telah mewanti-wanti, jika AS akan mulai melakukan penyerangan terhadap Saddam, maka pemerintahan bayangan ini harus sudah ada terlebih dahulu sesuai dengan kesepakatan. "Itu adalah langkah yang penting dalam membebaskan Iraq. Karena dengan adanya pemerintahan bayangan, rakyat tidak akan banyak menderita kerugian besar." demikian Chalabi.

Tetapi, dalam pandangan Chalabi, AS ternyata malah melakukan "kudeta". Tanpa sepentahuan Chalabi AS langsung mengadakan penyerangan. Pertama adalah dengan cara membunuh Adnan Khayrallah, menteri pertahanan Iraq yang juga merupakan sepupu Saddam, dalam sebuah helikopter.

"Banyak yang berkhianat ketika itu, dengan menjadi informan CIA dan AS." ujar Chalabi. Ternyata selain kepada Chalabi, AS juga mengadakan kontak ke semua institusi dan pihak yang penting di Iraq. Setelah para petinggi militer dan pejabat Iraq menjalin kontak dengan militer AS dan CIA, AS mulai menggulirkan rencana kudeta militer dengan bantuan Kuwait dan Saudi Arabia. "Kami mempunyai semua dokumen CIA," ujar Chalabi.

Siapa gerangan link AS dalam hal ini? Chalabi menyebutkan sebuah nama, yaitu Izzat Abed al-Razzaq Afifi, seorang bangsa Mesir yang bekerja di kedutaan besar Mesir di Baghdad.

Dari sini, Chalabi menyebutkan, bahwa Mesir pun ikut andil pula dalam kerusakan bangsa Iraq saat ini. Afifi lah yang menyediakan semua layanan kebutuhan informasi yang dibutuhkan CIA.

Selama periode ini CIA pun menginterogasi Chalabi. CIA mengatakan bahwa semua kondisi di Iraq sudah dikuasai oleh CIA. "Setelah semua pihak yang berkonspirasi saling mengenal, CIA kemudian menyuruh saya agar mengekspos keberadaannya." tutur Chalabi.  (bersambung)

(sa/ahyt)