Detik-Detik Invasi AS ke Iraq (3) : Kebohongan AS Terhadap Rakyat Iraq dan Perebutan Kekuasaan

Di Iraq, Saddam adalah sebuah simbol. Perkataan terakhirnya bahwa ia akan terus memerangi Amerika sampai akhir hayatnya telah memantik rakyat Iraq. Dr. Chalabi mengatakan, "Ia bertanya kepada saya dengan sorot mata yang tajam, ‘Anda ingin dengan cara apa saya memerangi Amerika?’". Baik Chalabi ataupun Pachachi diam seribu bahasa, tidak bisa mengatakan apa-apa lagi.

Setelah dialog singkat antara Saddam, Dr. Chalabi dan Dr. Pachachi, pemerintah AS mengobrak-abrik seluruh dokumen Saddam dan menemukan tujuh kelompok pengikut Saddam di Karkh dan enam kelompok lagi di Raousan. Saddam terus menyembunyikan nama-nama itu namun tentara AS menemukan juga siapa saja yang menjadi pengikut Saddam.

Semua kelompok pengikut Saddam pada akhirnya ditangkap oleh AS. Mereka kebanyakan berasal dari Partai Bath dan merupakan pimpinan dari jaringan Saddam. Yang terjadi selanjutnya adalah AS mengalihkan isyu pada Al Qaidah. Yang tidak diekspos media adalah kelompok ini tentu tidak tinggal diam. Mereka menyerang kedutaan besar Yordania, membunuh Serge De Mello dari PBB dan Muhammad Baqer al-Hakim, pemimpin Syiah di Iraq yang juga banyak bekerja sama dengan CIA. Ini terjadi selama delapan bulan dan setelah itu berhenti. Selanjutnya, sebagian kelompok ini bergabung dengan Al Qaidah.

Tak ada yang membuat Dr. Chalabi miris, dan mungkin juga jutaaan rakyat Iraq, ketika menerima kenyataan bahwa presiden mereka ditangkap oleh AS di depan hidung mereka, dan mereka pun menjadi bagian dari operasi penangkapan itu. "Saya menyesal. Sangat menyesal…" sedihnya. Selama 35 tahun Saddam berkuasa, ia memang telah membawa Iraq pada kondisi tidak nyaman, namun setelah Saddam tiadapun ternyata Iraq mengalami kehancuran yang buruk sekali. Ketika Saddam berkuasa, menurut Chalabi, seharusnya Iraq bisa menjelma menjadi negara paling tidak seperti Turki, jika tidak seperti negara-negara Eropa lainnya. Seketika, ketika Saddam tidak ada, Iraq menjalankan program "oil-for-food", karena kemudian kelaparan melanda seluruh Iraq selama tujuh tahun belakangan ini.

Ketika Saddam dieksekusi, Dr. Chalabi terdiam, dan ia merasa seperti tengah menghadapi kematiannya sendiri. "Rakyat Iraq pun merasakan hal yang sama, saya kira. Sebagian besar dari mereka." tutur Chalabi, tersendat. Apalagi ketika mengetahui bahwa Saddam dihukum gantung. "Seharusnya dengan cara yang lebih baik daripada hukuman gantung." sesal Chalabi. Sebelum Saddam divonis mati, seorang tentara AS memotret Presiden Iraq itu bersama Chalabi dan foto itu diterbitkan di halaman depan di surat kabar Conference. Tanpa alasan yang jelas, Paul Bremer murka besar akan hal ini.

Ketika Baghdad jatuh, Chalabi menilai hal itu tidak semata karena AS yang perkasa. Tapi lebih karena tentara Iraq bertempur tidak dengan sepenuh hati. Tak ada sesuatu yang besar yang terjadi. Peperangan memang terjadi, dan kentara sekali AS melebih-lebihkan semuanya. Kiriman 2000 tank AS dari Kuwait masuk begitu saja. Peperangan sesungguhnya yang dilakukan oleh tentara Iraq justru setelah kependudukan AS di Iraq, dan inilah perang AS di Iraq yang sebenarnya. "AS mengalami kekalahan besar di Iraq, saya pikir," ujar Chalabi. "Saya ingat ketika itu setahun sebelum Saddam ditangkap, saya bertemu dengan Donald Rumsfeld, menteri pertahanan AS dari tahun 2001-2006, dan Rumsfeld mengatakan bahwa rakyat Iraq akan mengadakan perlawanan jika Baghdad dikuasai AS. Dan itu terjadi. Tak ada rakyat atau militer Iraq yang membela dan melindungi Saddam, tapi rakyat Iraq pun tak ingin dijajah."

Lantas apa yang menyebabkan kehancuran militer Iraq? Pada 9 April 2003, tidak ada lagi tentara Iraq di negara itu sendiri. Semuanya desersi, kabur dan mengungsi. AS mengklaim mereka telah memenangkan perang, tapi rakyat Iraq lah pemenang sesungguhnya. Tentara AS datang kepada rakyat Iraq dan mereka tidak tahu bagaimana memanipulasi kondisi Iraq. Ada perbedaan besar antara Iraq 2003 dengan Jerman dan Jepang 1945. Orang Jepang menganggap mereka telah kalah dari AS dan mereka menaati AS dalam segala cara. Tapi rakyat Iraq menganggap mereka pemenang dengan kejatuhan Saddam dan mereka merasa bahwa AS menipu mereka dengan mengumumkan pendudukan atas Iraq. Dalam pikiran rakyat Iraq, yang ada hanya AS datang untuk membebaskan mereka dari cengkeraman Saddam, bukan mengambil Iraq. Ini yang tidak dipahami oleh AS. AS membuat kesalahan fatal; datang dan mengumumkan diri mereka sendiri sebagai penguasa kependudukan atas Iraq.

Bagaimana dengan pembagian kue kekuasaan yang sudah dirancang sebelumnya di antara para pengkhianat Saddam? Jenderal Nizar Al-Khazraji kemudian mengungsi ke Denmark, karena di Iraq ternyata mereka sama sekali tidak mempunyai peranan. Rakyat Iraq menolak mereka yang terlibat dalam penggulingan Saddam. Begitu juga dengan banyak tokoh-tokoh politik dan militer Iraq lainnya banyak mengikuti jejak Al-Khazraji ke Denmark. Ketika militer Iraq akan dibentuk kembali, AS menolaknya mentah-mentah. Tentara AS tidak ingin ada militer lain selain mereka di Iraq. Perdana Menteri Inggris saat itu, Tony Blair yang juga ikut nimbrung dalam okupasi AS di Iraq mengirim utusannnya, David Manning ke Baghdad untuk memperkuat infrastruktur AS dalam kependudukan Iraq. Padahal, saat itu rakyat Iraq tengah dilanda euforia besar akan kebebasan mereka. Manning sebagai perwakilan Inggris telah bersekongkol dengan AS untuk segera mengumumkan kependudukan atas Iraq. Saat itulah, Chalabi dengan tajam berkata kepada Manning dalam sebuah jamuan makam, "Anda bersikukuh ingin menguasai Iraq dan akan segera mengumumkan kependudukan. Di sana, ada 20 ribu rakyat Iraq yang tak sependapat dengan Anda. Apa kepentingan Anda di sini?"

Menurut Chalabi, setidaknya ada tiga pihak yang ingin menduduki Iraq; CIA, AS dan pemerintah Inggris. AS dan Inggris berlindung di balik Kesepakatan Jenewa, seperti yang mereka lakukan terhadap Siria. Tapi di Iraq, mereka tidak berani melangkah lebih jauh lagi, karena mereka sadar risiko yang mereka hadapi berhadapan dengan rakyat Iraq sangat tinggi. Mereka ketakutan. "Dan begitu pula negara-negara Arab lainnya," tutur Chalabi. Mengapa negara-negara Arab juga ketakutan? "Karena kami semua, rakyat Iraq, menolaknya. Menolak kependudukan AS dan Inggris di negara kami. Ini terjadi enam minggu setelah Saddam digulingkan. Kemudian, satu nama yang selalu ingin diingat oleh Chalabi adalah Paul Bremer. AS mendepak Bremer, dan Iraq tentu saja tak mau menerimanya. "Kabarnya tak ada lagi setelah itu." ujar Chalabi tertawa. Ia merasa senang karena Bremer lah salah satu orang yang paling bertanggung jawab dalam merusak Iraq.

Selama periode itu, Chalabi dengan beberapa pembesar Iraq merasa heran dan terkejut atas kemauan AS. Ketika pengumuman kependudukan Iraq semakin dekat, Chalabi bertanya pada Jenderal Jay Garner dari AS, "Anda tahu siapa yang memiliki Iraq?". Pertanyaan itu mengejutkannya sekurang-kurangnya tiga orang yang sedang menangani kependudukan; Khalil Zadeh, perwakilan Bush di Iraq, Garner sendiri, dan Jenderal David Mcranen, yang sekarang menjadi komandan pasukan di Afghanistan. "Saya katakan kepada mereka bahwa orang Iraq lah yang sekarang menjadi penting di Iraq. Anda bisa membunuh, dan melenyapkan kami, dan membuat kerusakan massal di Iraq. Tapi kalian akan terus berhadapan dengan kami."

Chalabi menggambarkan situasi itu sangat buruk. Khalil Zadeh, merasa sebagai orang kepercayaan Bush begitu petantang-petenteng, seolah-olah ia yang mempunyai aturan di Iraq. Tapi di satu sisi, ia menyadari bahwa kunci Iraq sebenarnya adalah Ahmad Chalabi yang begitu dekat dengan rakyat Iraq. Pada 2 Mei 2005, Zadeh menemui Chalabi dan mengatakan bahwa ia akan ke Washington untuk berkoordinasi dengan Bush. Setelah sepuluh hari, Zadeh tidak juga kembali. Yang datang malah Bremer. Bremer mengatakan "Zadeh sudah habis. Begitu juga ide-denya." Chalabi, walau tidak asing dengan cara-cara AS, tetapi tetap saja terkejut mengingat Zadeh begitu menghamba kepada Washington, namun ternyata selama ini hanya dianggap sebagai boneka belaka.

"Saya pikir, apa yang terjadi ketika itu adalah antara CIA dan pemerintah AS masih berdebat panas tentang pemerintahan sementara Iraq." tutur Chalabi. Ketika itu juga AS kemudian memutuskan untuk membubarkan partai-partai di Iraq, antara lain Baath dan semua kader partai Baath dilenyapkan. Tragedi berdarah ini akan selalu dikenang rakyat Iraq. Dan orang yang berada di belakang semua itu adalah Bremer. (bersambung…)

(sa/alhyt)