Dibalik “Kemenangan” Liberalis (Tamat)

Neo-Liberal adalah kelompok yang mengabdi sepenuhnya kepada kepentingan negeri Luciferianistik bernama Amerika Serikat. Seluruh aspek kehidupan manusia, oleh kelompok ini diabdikan untuk memuluskan cita-cita Amerika Serikat, seperti yang tertera pada lambang negaranya: Novus Ordo Seclorum, Tata Dunia Baru yang Sekuler. Satu dunia yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai agama. Inilah tujuan negara AS yang jelas dan tegas.

Dengan sendirinya, disadari atau tidak, para pendukung NeoLib tanpa kecuali juga punya andil dalam gerakan besar penghancuran agama-agama di dunia ini. Mereka turut memuluskan agenda gerakan Luciferian untuk menciptakan The New World Order.

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat agamis, suatu negeri Muslim terbesar dunia. Menurut logika, seharusnya bangsa ini tidak akan pernah jatuh menjadi “Abdul-Lucifer”, menjadi budak imperialisme Barat seperti sekarang, dan bisa menjadi satu negeri yang besar, mandiri, berkeadilan, dan makmur. Namun kapitalisme yang telah berjaya di negeri ini sejak Nopember 1967 telah merombak total ruh bangsa ini sehingga bisa kacau-balau seperti sekarang.

Cara kerja kapitalisme dalam memanipulasi akal budi manusia sesungguhnya sederhana. Orang-orang dibelakang ideologi satanic ini memahami betul jika manusia itu terdiri dari dua kecenderungan yang senantiasa berlawanan: Sisi baik dan sisi Jahat. Maka mereka pun mengeksploitasi sisi jahat dalam diri manusia untuk bisa tumbuh dan berkembang, mengalahkan sisi baiknya.

Namun mereka juga tahu jika ada sekeping daging dalam tubuh manusia yang senantiasa menyuarakan kebenaran, hati nurani, maka mereka pun berusaha agar tindakan menumbuhkan sisi jahat dalam diri manusia dapat dibenarkan oleh akal sehat dan memanipulir hati nurani. Hal ini dilakukan mereka sejak awal hingga sekarang.

Dulu mereka mempromosikan Charles Darwin (Siapa yang kuat maka dia yang menang), Sigmund Freud (Manusia itu mahluk yang didorong oleh kecenderungan seksualitasnya), maka sekarang mereka mempromosikan banyak publik-figur, para artis, dan juga tokoh-tokoh dunia seperti Harry Potter (sihir itu ada yang baik dan ada yang jahat), Huntington (Benturan Peradaban), dan sebagainya. Di tingkat lokal, mereka juga mempromosikan orang-orangnya, seperti seorang “kiai sakit” yang disebut sebagai garda terdepan pejuang pluralisme dan HAM, lalu ada pula yang memanipulasi “riswah” sebagai “mahar politik”, termasuk yang membolehkan dangdutan dengan perempuan cantik berbusana ketat dan tentu saja seksi dengan alasan ijtihad politik.

Sistem pendidikan yang memang telah dirancang secara sistemik untuk menjauhkan anak-anak didik dari kebenaran yang hakiki, yang menghasilkan manusia-manusia robot yang tidak pernah berpikir kritis, tidak kreatif, dan apolitis, telah menyediakan ladang yang begitu subur untuk ditanami berbagai kebohongan dan kepalsuan dalam berbagai bidang.

Ahli-ahli propaganda dan pengontrol pikiran (The Mind Control) mereka, seperti Dr. Joseph Goebbels, dengan tegas telah menyatakan, “Jika kebohongan disuarakan terus-menerus, maka akhirnya ia akan diterima sebagai sebuah kebenaran.” Inilah jalan yang dipakai para budak Lucifer untuk memanipulasi akal budi manusia.

Lewat berbagai kantor berita, media massa, lewat berbagai industri tren yang ada, mereka mencecoki generasi muda bangsa ini dengan berbagai “permainan dunia” yang sebenarnya sama sekali tidak mencerdaskan dan tidak bermanfaat, selain hanya membuang-buang waktu saja. Lahirlah generasi sampah yang Dugem-holic, sibuk mengikuti tren dunia (tren Lucifer), asyik mendiskusikan artis ini dan itu, gemar mempersoalkan yang remeh-temeh, dan sebagainya.

Media teve merupakan salah satu tolok-ukur yang baik untuk melihat kondisi realitas masyarakat yang ada. Kita bisa melihat bagaimana sejak pagi hari, berbagai stasiun teve membombardir pemirsa di rumah dengan acara-acara sampah seperti pertunjukan grup-grup musik di pelataran parkir atau di dalam mal dan pusat perbelanjaan yang selalu dipenuhi penonton; bagaimana acara-acara teve seperti “Missing-Lyrics” dan sejenisnya tanpa disadari mendorong agar anak-anak muda kita sekarang lebih suka menghapal lirik lagu ketimbang ayat Qu’ran; bagaimana anak-anak muda kita sekarang berbondong-bondong ingin menjadi artis, tanpa mengetahui sejarah sesungguhnya jika di abad pertengahan di Eropa, hanya pelacur yang mau menjadi artis dan ditonton orang banyak.

Penanaman akal budi semu oleh proses pengaturan pikiran (The Mind Control) yang dilakukan lewat media massa dan industri pikiran memang dahsyat. Seseorang bertindak bukan lagi karena didorong oleh fitrahnya, tetapi oleh nafsu syahwat. Manusia bukan lagi mencari apa yang dibutuhkan, tetapi mengejar apa yang diinginkan.

Puluhan tahun lalu, Max Horkheimer dari Frankfurt Institute mengecam keras hal ini. “Pada hakikatnya, kenyataan masyarakat yang sesungguhnya brengsek ini diselubungi dan disembunyikan justru dalam kategori-kategori yang luhur dan obyektif seperti produktif, berguna, layak, bernilai, dan sebagainya… Di bidang sosial dan politik, pengebirian akal budi itu dengan mudah menumpulkan kemampuan masyarakat untuk menguak tabir manipulasi ideologi dan menyobek vested-interest terselubung.” (Dilema Usaha Manusia Rasional, Kritik Masyarakat Modern ; 1983; h.83 dan 102).

Apa yang dikatakan Horkheimer tersebut dengan sangat jelas kita saksikan dalam kampanye pilpres kemarin di negeri ini. Bagaimana seorang tukang utang dan pelayan kepentingan asing bisa-bisanya tanpa tahu malu mengatakan jika mereka pro-rakyat, bagaimana bisa seorang milyader yang sudah berusia tua namun belum mau pergi haji tanpa malu-malu dianggap seorang Muslim yang lurus, dan banyak lagi kekonyolan yang ada.

Mereka ini tanpa malu juga mengatakan jika selama empat tahun terakhir, Indonesia kian dihormati oleh dunia internasional. Padahal di saat bersamaan kapal perang Malaysia terus-menerus memprovokasi angkatan laut kita di blok Ambalat tanpa kita bisa mengambil sikap tegas, ribuan TKI kita di berbagai negara terus-menerus disiksa dan diperkosa tanpa kita berani bersuara lantang membelanya, seorang anak bangsa yang jenius bernama David Putera Hartanto dibunuh dengan kejam oleh konspiran Singapura tanpa kita berani untuk membela anak bangsanya sendiri. Fakta-fakta ini membuktikan kepada kita semua jika para pejabat yang suka memberi kesaksian palsu kepada rakyatnya sesungguhnya tidak beda dengan para badut sirkus. Andai manusia seperti pinokio, maka akan sangat panjanglah hidung para pejabat yang suka berdusta itu.

Karena keawaman bangsa ini, karena kejahilan kita semua, maka para pembohong ini akhirnya bisa kembali menggenggam tongkat kekuasaan selama lima tahun ke depan. Belum lagi dilantik, namun bencana sudah kembali banyak terjadi, September ini harga-harga akan naik terus mengikuti naiknya tarif jalan tol, elpiji, dan sebagainya. Dan kemarin lagu Indonesia Raya lupa dinyanyikan dalam sidang pleno DPR (mungkin kebanyakan anggota DPR lebih ingat lagunya Kuburan). Bagaimana pun, mayoritas rakyat Indonesia sudah memilih—walau ada kecurangan sistemik dalam proses pilpres kemarin—untuk melanjutkan kesengsaraannya. Dan sekarang nikmatilah segala kesulitan hidup yang sudah menghadang di depan kita, tanpa harus mengeluh.

Dan bagi yang masih setia berjuang bersama rakyat, yang masih setia dengan jalan para nabi, yang masih sanggup untuk berjuang menegakkan kaimah tauhid di bumi ini, marilah bersama-sama mulai memikirkan orientasi perjuangan kita di berbagai lapangan, bahu-membahu. Suatu cita-cita yang mulia tidak akan pernah hilang dan kalah, jika pun kalah, maka itu hanya untuk sementara saja. Karena sebutir mutiara akan tetap menjadi mutiara yang berkilau, walau dia sudah dipendam dalam lumpur bertahun-tahun lamanya.

Allah Swt selalu bersama orang-orang yang memperjuangkan kalimat-Nya, bukan di sisi orang-orang yang menjual kalimat-Nya.(Tamat/ridyasmara)