Mantan pegawai fungsional Direktorat Gratifikasi KPK ini memaparkan, bantahan Menag bahwa tidak melakukan intervensi terhadap proses seleksi jabatan di lingkungan Kemenag dan panitia seleksi juga berbeda dengan keterangan sejumlah saksi lainnya.
Di antaranya Sekretaris Jenderal Kemenag sekaligus Ketua Panitia Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi Kemenag 2018/2019 Mohamad Nur Kholis Setiawan, Kabiro Kepegawaian Kemenag sejaligus Ketua Panitia Pelaksana Seleksi Jabatan Ahmadi, anggota Panitia Seleksi Jabatan Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Kemenag sejaligus Guru Besar Ilmu Administrasi IPDN Jatinangor Khasan Effendy, dan alat bukti petunjuk.
“Kami menemukan ada upaya pihak di Kementerian Agama tetap memaksakan Haris menjadi Kepala Kanwil Kementerian Agama,” bebernya.
Febri menegaskan, fakta-fakta yang sebelumnya telah terungkap tidak semata untuk perkara pokok terkait pengurusan jual beli jabatan Seleksi Jabatan Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Kemenag 2018/2019. Salah satu fakta di luar pokok perkara yakni adanya penerimaan gratifikasi USD30.000 Menag Lukman dari Kepala Atase Agama Kedutaan Besar Arab Saudi untuk Indonesia Syekh Ibrahim bin Sulaiman Alnughaimshi dan Kepala Atase Bidang Keagamaan Syekh Saad Bin Husein An Namasi.
Di hadapan majelis hakim, tutur Febri, Lukman telah mengakui uang USD30.000 diterima sekitar Desember 2018. Sedangkan, ungkap Febri, uang tersebut bersama uang pecahan rupiah dengan total Rp180 juta disita penyidik saat penggeledahan di ruang kerja Menag Lukman pada Senin (18/3/2019). Artinya, tutur Febri, selama sekitar tiga bulan uang gratifikasi USD30.000 tidak dilaporkan Lukman ke KPK.
“Berdasarkan ketentuan undang-undang, kalau ada penerimaan gratifikasi maka wajib melaporkan ke KPK selama 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima. Penuntut umum juga telah mengingatkan dalam persidangan Rabu kemarin kalau gratifikasi tidak dilaporkan,” bebernya. [ts]