Dr. Syahganda Nainggolan: Mencegah Kematian Demokrasi

Lalu bagaimana hak politik rakyat dalam teori sosial? Hak politik rakyat tentu dapat dituangkan dalam cara-cara pengadilan, protes, unjuk rasa dan terakhir mobilisasi massa menentang. Ini standard dalam sociology politics yang saya ajarkan pada mahasiswa sebuah universitas ketika dulu saya mengajar.

Jadi,  jika tentara di negara demokrasi Amerika Serikat menjalankan prinsip-prinsip demokrasi sesuai ilmu, maka tidak ada yang membicarakan istilah inkonstitusional dalam demokrasi. Istilah inkontitusional umumnya kosa kata jaman orde otoritarian, seperti jaman Orde Baru,  di mana saya ditangkap Kodam Siliwangi dulu.

Arah Demokrasi Kita?

Pemilu adalah syarat demokrasi. Pemilu bersih dan jujur adalah pegangan utama demokrasi. Lalu apakah kita bisa dan mau mempertahankan demokrasi ini?

Dalam serangkaian peristiwa yang dilihat rakyat banyak,  berbagai potensi kecurangan telah dan sedang terjadi.  Money politics,  pork barrel politics,  dan pencoblosan kertas suara di Malaysia adalah sebagain kecil contohnya. Saya sebutkan sebagai potensi karena membutuhkan pembuktian yang serius. Dalam kasus “Malaysia”,  kita melihat harusnya gampang membandingkan surat suara tercoblos #01 asli atau tidak. Polisi Diraja Malaysia tinggal diberi contoh kertas suara sah,  untuk mencocokkan.  Namun,  sayangnya ketua KPU hanya menganggap sampah.

Tanpa upaya serius dalam menangani isu-isu di atas,  maka kecurigaan atas kecurangan tentunya tetap menghiasi rakyat,  khususnya pendukung #02. Alhasil, demokrasi di mata rakyat,  khususnya, pendukung #02 sudah teraniaya.

Jika demokrasi teraniaya maka wajar saja protes sosial akan berkembang ke depan. Namun,  protes sosial itu jika dimaknai baik,  berarti kita melihat sebagai potensi bagi perbaikan arah demokrasi.  Namun,  jika protes sosial dimaknai sebagai gejala inkonstutusional,  maka arah demokrasi yang teraniaya bisa akhirnya mati.

Kematian

Dalam demokrasi yang mati, maka penjara dan kematian bukanlah barang langka. Di negara-negara demokrasi,  tidak ada orang-orang politik masuk penjara, apalagi mati (di) terbunuh. Namun, jika demokrasi mati, maka penjara dan kematian akan menghampiri pejuang-pejuang kerakyatan.

Mr.  J yang mengingatkan saya soal lebih baik naik Grab, mungkin melihat ada gejala framing massa #02 akan inkonstitusional. Saya tentu waspada akan hal ini.

Namun, kewaspadaan saya tidak mungkin mengurangi semangat saya untuk shalat Jumat nanti dengan (barisan) Prabowo. Karena sesungguhnya saya memikirkan dua hal: 1) Prabowo dan massanya tetap berada dijalan konstitusi.  2) Kematian sosok politik Che Guevara, Sayyid Qutub, Tan Malaka, Kartosuwiryo, dan pengasingan Khomeini, penjara Nelson Mandela, Sukarno-Hatta, itu memang jalan kehidupan kaum perjuangan, yang tidak perlu ada tangis di sana.

Yang penting kematian jangan dicari, namun jika datang dan sudah takdirNya, ya harus dihadapi.

Salam. []

Penulis; Dr. Syahganda Naninggolan, Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle


Best Seller Buku Pekan Ini : DIPONEGORO 1825, Novel Sejarah Diponegoro Ditinjau dari Sudut Aqidah Islam. Membacanya Senikmat Menonton.. .

https://m.eramuslim.com/resensi-buku/resensi-buku-diponegoro-1825-novel-sejarah-dengan-sudut-pandang-aqidah.htm